
Oleh: Maulida Nafeesa M.Si.
(Pemerhati Pendidikan)
Linimasanews.id—Generasi penerus cita-cita bangsa itulah harapan yang melekat pada setiap anak yang lahir. Generasi anak saat ini akan melanjutkan perjuangan di masa depan. Maka harus ada perhatian khusus terhadap pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Bertepatan tahun ini merupakan peringatan Hari anak Nasional (HAN) yang ke-40 pada tanggal 23 juli 2024 dengan mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” (Kompas.com 18/07/24).
Kasus Anak Makin Karut-Marut
Tema yang diangkat juga didasari oleh pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berisi, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) mengambil 6 subtema yang dipilih. Pertama, suara anak membangun bangsa. Kedua, anak cerdas berinternet sehat. Ketiga, pancasila di hati anak indonesia. Keempat, anak pelopor dan pelapor. Kelima, anak merdeka dari kekerasan, perkawinan anak, pekerja anak. Dan keenam, pengasuhan layak untuk anak: digital parenting.
“Pandangan dan suara mereka (anak) harus didengar, dipahami, dan berusaha dipenuhi melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pemerintah akan terus memfasilitasi penyusunan suara anak indonesia oleh forum anak mulai dari tingkat desa di seluruh indonesia” ujar Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA di Jakarta (rri.co.id, 24/6/24).
Sepanjang 2023, Indonesia diterpa berbagai berita terkait kasus kekerasan terhadap anak. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar mengemukakan besarnya angka kasus kekerasan terhadap anak. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki. Di mana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023 (KemenPPPA.go.id, 6/1/24).
Tidak hanya angka kasus, namun intensitas masalah terus bertambah bahkan tak terselesaikan hingga tuntas. Kekerasan pada anak terjadi pada orang terdekat bahkan tindak kriminalnya lebih sadis dan tak masuk logika. Seperti kasus seorang ibu mencabuli anak laki-lakinya yang masih usia balita, seorang ayah berhubungan badan dengan anak perempuan kandungnya. Kakek atau paman yang bisa menjadi pelindung setelah ayah kandungnya tiada, namun menjadi hewan buas yang bisa menerkamnya kapan saja dengan perilaku pelecehan seksual hingga pembunuhan.
Ketidakhadiran pemerintah dalam menindak tegas kasus pada anak sehingga tidak hanya menjadi korban namun mereka menjadi pelaku tindak kriminal. Beberapa kasus kriminal anak yang menjadikan mereka pelaku tawuran, remaja yang bekerja menjadi pekerja seksual, pemakai narkoba, korban bullying, hingga menjadi pelaku pembunuhan ke sesama temannya. Tahun ini, masalah pada anak pun terus bertambah dengan kasus kecanduan judi online. Di mana anak sekolah sebagai pelakunya. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyebut, sekitar 2% pemain judi online adalah anak di bawah umur atau kurang dari 10 tahun, jumlahnya 47.400 orang. Sedangkan antara 10—20 tahun sekitar 440.000 orang (Indonesia.go.id, 16/7/24).
Seremonial Tahunan Semata
Mari kita cermati, adanya perayaan HAN selalu berulang setiap tahun. Namun, perayaan itu seolah hanya seremonial tahunan belaka. Kasus pada anak sudah makin karut-marut di negeri ini. Lantas adanya perayaan HAN dengan berbagai subtema tentu tidak langsung melahirkan solusi. Solusi yang ditawarkan pemerintah pun tidaklah mampu menyelesaikan sampai ke akar masalah.
“Peringatan HAN selalu diadakan di kabupaten/kota dan propinsi layak nya anak terus bertambah. Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), sekolah ramah anak, masjid ramah anak, dan sebagainya terus dibangun. Bahkan regulasi juga sudah dilegalisasi, seperti UU Perlindungan Anak. Namun nyatanya, persoalan anak makin parah. Anak Indonesia tidak kunjung sejahtera dan terlindungi. Bahkan, ancaman makin besar dan makin dekat, juga dari dunia maya,” ujar dr. Arum Harjanti (Mnews, 23/7/24).
Gagalnya Negara Kapitalis
Kompleksnya permasalahan anak dan rendahnya kualitas kepribadian anak makin menyadarkan bahwa pemahaman sekularisme telah membuah gagalnya peran keluarga dan sistem pendidikan. Kebebasan dalam berakidah justru datang dari dalam rumah. Peran anggota rumah yang seharusnya menjadi benteng justru abai dan wa lemah. Padahal, keluarga adalah benteng terakhir dan semestinya teraman bagi kehidupan anak. Peluang terampasnya hak anak juga makin besar.
Masih belum bicara kurikulum yang tidak kalah karut-marutnya. Kurikulum saat ini konon memerdekakan siswa untuk belajar sesuai minat. Bagaimana hendak memberikan pembelajaran berbasis akidah Islam yang mutlak dibutuhkan oleh setiap individu muslim jika koridor belajarnya saja menurut peminatan? Sungguh, inilah sejatinya wujud pembodohan generasi.
Ditambah Realitas yang menunjukkan angka kemiskinan anak masih menjadi PR besar di negeri ini. Sistem ekonomi kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan anak, juga masyarakat pada umumnya.
Peran Keluarga dan Negara dalam Islam
Perlindungan dan pemenuhan hak anak, nyatanya tidak hanya dibebankan kepada keluarga di dalam rumah. Namun harus ada peran dari lingkungan masyarakat dan negara. Negara memiliki peranan penting dalam mengendalikan teknologi media menjamin pemenuhan ekonomi serta menjamin sistem pendidikan yang mampu menjaga akidah anak.
Bagaimana gambaran keluarga dalam Islam. Pengamat masalah perempuan, anak, dan generasi dr. Arum Harjanti mengatakan, “Keluarga dalam Islam merupakan keluarga sakinah, mawadah, warahmah, dan baiti jannati. Gambaran tersebut dapat terwujud karena penerapan aturan Allah secara kafah dalam kehidupan, baik pada tataran negara maupun keluarga.”
Lanjutnya, ia mengatakan “Negara akan membina keimanan setiap rakyatnya melalui pendidikan yang berasas akidah Islam. Sistem ekonomi Islam menjamin setiap rakyat, termasuk anak, hidup sejahtera. Sistem sanksi yang menjerakan mampu mencegah kerusakan dan memberikan jaminan perlindungan.”