
Oleh: Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Linimasanews.id—Lagi-lagi kasus penangkapan barang haram narkoba terjadi. Kasus narkoba menyeret seorang wanita kembali terjadi. Hanisah alias Nisa (39), wanita yang dijuluki sebagai Ratu Narkoba asal Aceh diamankan petugas BNN RI pada tanggal 8 Agustus 2023 bersama lima rekannya di tempat yang berbeda. Dari penggeledahan itu, BNN berhasil mengamankan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 52.520 gram (52 kg) dan 323.822 butir ekstasi. Selain narkotika, BNN juga mengamankan 1 unit mobil yang juga berada di dalam ruko dan rencananya akan digunakan sebagai alat atau sarana mengangkut dan membawa sabu serta pil ekstasi tersebut (CNNIndonesia.com, 29/4/2024).
Kasus bermula pada 22 Oktober 2022, terdakwa Hanisah bersama dengan Maimun alias Bang Mun, Salman (DPO) dan Erul (DPO) bertemu di Malaysia untuk membicarakan jual beli sabu dan ekstasi. Kemudian, bisnis haram ini berlanjut di Kota Medan. Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mencium transaksi narkoba itu melakukan penyelidikan. Belakangan petugas BNN melakukan penggeledahan terhadap sebuah ruko depan Pasar Sunggal, Kota Medan (CNNIndonesia.com, 29/4/2024).
Kasus ini akhirnya bergulir ke meja sidang. Di Pengadilan Negeri Medan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan menuntut mati terdakwa Hanisah alias Nisa (39), wanita yang dijuluki sebagai Ratu Narkoba asal Aceh dalam sidang di ruang Cakra V, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin, 29 April 2024. “Meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Hanisah alias Nisa dengan pidana mati,” ujar JPU membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai Abdul Hadi Nasution. Dalam perkara ini, JPU Rizkie Adriani Harahap dan JPU Tommy Eko Pradityo juga menuntut mati lima terdakwa lain.
JPU menilai perbuatan keenam terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni melakukan permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram, dengan barang bukti seberat 52,5 kg sabu dan 323.822 butir ekstasi.
“Adapun hal yang memberatkan perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintahan dalam pemberantasan narkoba, berbelit-belit memberikan keterangan dalam persidangan. Sementara hal yang meringankan tidak ditemukan,” Tegas JPU. Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, majelis hakim sempat menunda persidangan pekan depan dengan agenda nota pembelaan (pleidoi) dari para terdakwa maupun penasehat hukumnya.
Pada sidang terakhir di ruang cakra V, PN Medan yang diketuai majelis hakim Abdul Hadi Nasution, memvonis mati terhadap tiga terdakwa yakni Hanisah alias Nisa binti Abdullah (39). Perempuan asal Bireuen, Aceh. Sedangkan dua terdakwa lagi, Al Riza alias Riza bin Amir Aziz dan Maimunalias Bang Mun. Dalam amar putusannya, Majelis hakim menghukum wanita yang dijuluki ratu narkoba itu dan dua terdakwa lainnya dengan pidana mati. “Menjatuhkan hukuman kepada ketiga terdakwa dengan pidana mati,” kata majelis hakim, Rabu (8/5/2024). Putusan ini sama dengan tuntutan JPU sebelumnya (Serambinews.com, 8/5/2024).
Kasus ini pun berlanjut ke PT Medan. Majelis Hakim PT Medan yang diketuai oleh Ketua Majelis Syamsul Bahri, menyatakan ketiga terdakwa terbukti bersalah melanggar PAsal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana dakwaan primer. Pasal yang diterapkan tersebut serupa dengan vonis PN Medan sebelumnya. Hanya saja, PT Medan tak sependapat atas vonis mati yang dijatuhkan PN Medan terhadap terdakwa. “Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup. Menetapkan para terdakwa tetap ditahan,” ucap Hakim Syamsul dilihat dari laman SIPP PN Medan, Kamis (25/7). (Serambinews.com, 8/5/2024).
Hukuman mati yang telah di putuskan oleh Majelis Hakim PN Medan disunat menjadi penjara seumur hidup di PT Medan dan kasus ini akan berlanjut ke Banding. Kasus Narkoba merupakan kasus “extra ordinary crime” seharusnya kasus ini mendapat perhatian yang serius dari negara. kita ketahui bahwa efek dari narkoba sungguh mematikan akal sehat penggunanya. Kampanye antinarkoba dan bahaya nya sudah sering digaungkan ke tengah-tengah masyarkat. Namun kenyataannya, masih ada oknum yang terjerumus dengan tawaran palsu kenikmatan narkoba. Barang haram narkoba masih bebas berkeliaran di negeri ini. Banyak kasus yang terungkap, hukuman bertambah berat tapi mengapa kasus narkoba justru semakin darurat?
Lemahnya Hukum Sekuler
Saat ini, sistem hukum yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat adalah sistem yang lahir dari sistem kapitalisme-sekularisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga dalam kehidupan diberikan kekuasaan pada manusia yang serba lemah dan terbatas untuk membuat hukum. Walhasil, hukum yang dihasilkan adalah hukum yang tumpang tindih dan sarat akan kepentingan pihak-pihak tertentu. Tentu saja dengan dasar berdirinya hukum ini yakni kapitalis, maka segala sesuatu akan dinilai dengan keuntungan. Seluruh lini kehidupan termasuk sistem hukum dapat menjadi lahan “bisnis.” Lahan yang menghasilkan materi/keuntungan.
Kasus “Ratu Narkoba” jelas-jelas sesuatu yang luar biasa yang harusnya mendapatkan vonis yang berat. Namun, hukum dalam sistem kapitalisme-sekularisme tidak memberikan efek jera sama sekali. Hal ini terbukti dengan vonis si “Ratu Narkoba” dari hukuman mati berubah menjadi hukuman seumur hidup. Hal ini dikarenakan dalam sistem peradilannya terdiri dari beberapa peradilan sehingga si pelaku dapat mengajukan permohonan untuk meringankan hukumannya walaupun di awal telah diputuskan dengan vonis dari satu hakim.
Kasus “Ratu Narkoba” pun saat ini belum berhenti dalam proses peradilannya karena pihak “terdakwa” masih mencoba peruntungan di banding. Belum lagi dalam sistem hukum saat ini, narapidana narkoba bisa mendapatkan keringan dengan “grasi” maupun “remisi.” Terbukti sistem hukum yang berdiri di atas sistem kapitalisme-sekularisme tidak memberikan efek jera bagi pelaku kriminal khususnya narkoba. Karena itulah, kasus narkoba tidak akan pernah tuntas.
Sudah saatnya kita mencari solusi yang akan membabat habis hingga akar-akarnya untuk masalah narkoba ini. Solusi satu-satunya adalah sistem Islam yang mana merupakan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia.
Hukum Islam bagi Pelaku Narkoba
Sistem Islam merupakan sistem sempurna dan paripurna termasuk di dalamnya sistem hukum Islam. Sistem Islam berdiri atas akidah Islam yang mana hak pembuat hukum diserahkan kepada Sang Khaliq. Dalam sistem hukum Islam diatur mengenai sistem sanksi. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai zawajir dan jawabir. Disebut zawajir karena sanksi tersebut akan mencegah orang lain melakukan hal serupa (efek jera).
Sedangkan jawabir, sanksi tersebut menjadi penebus dosa bagi si pelaku sehingga di akhirat kelak dia tidak akan diminta pertanggungjawaban lagi atas perbuatan tersebut. Sanksi bagi pelaku narkoba atau pun sindikat dan sebagainya maka hakim akan memberikan pertimbangan untuk menetapkan sanksinya, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Mulai pengumuman, diekspos di tengah masyarakat, penjara, denda, cambuk bahkan hukuman mati dengan melihat kejahatan dan bahaya bagi masyarakat.
Jika dengan sanksi tersebut belum memberikan efek jera maka hakim dapat memvonis dengan sanksi maksimal hingga hukuman mati. Karena kejahatan narkoba ini merupakan kejahatan extra ordinary crime.
Dalam sistem pengadilan Islam ini juga diatur jika telah diputuskan satu vonis oleh seorang hakim maka vonis tersebut mengikat, tidak boleh dikurangi bahkan dibatalkan. Dalam sistem peradilan Islam, tugas lembaga peradilan adalah menyampaikan keputusan hukum syarak (vonis) dengan cara yang mengikat. Sehingga tidak akan ada lagi PK atau banding. Selain itu, grasi atau remisi juga tidak diperbolehkan karena itu artinya vonis tersebut (sebagian atau total) seorang hakim dinyatakan batal.
Maka dalam sistem Islam, setelah vonis dijatuhkan tanpa jeda waktu yang lama, eksekusi harus segera dilaksanakan. Hal ini boleh disiarakan oleh khalifah. Dengan demikian, sanksi akan benar-benar dirasakan efek jeranya di tengah-tengah masyarakat. Setiap orang akan berpikir seribu kali jika ingin melakukan hal tersebut.
Dengan demikian, tujuan mulia dari dijatuhkannya hukuman mati untuk memelihara dan melindungi kehidupan masyarkat dari kejahatan yang mengancam juga bisa diwujudkan. Inilah yang dimaksud dari firman Allah Swt., “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 179).
Dengan cara ini, maka masyarakat akan terlindungi dari berbagai dampak kejahatan dari narkoba. Sudah saatnya kita kembali kepada hukum yang sesuai dengan fitrah manusia yakni hukum syariat yang berasal dari Sang Khaliq yang mengatur seluruh lini kehidupan kita dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.