
Oleh: Annisa Al Maghfirah (Relawan Opini)
Linimasanews.id—Masih hangat dan belum tuntas soal kasus pembunuhan Vina, publik disuguhi soal bebasnya Ronald Tannur, anak anggota DPR yang bebas dari jeratan hukum kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Keluarga mendiang Dini menuntut keadilan, bahkan publik pun geram terhadap keputusan ini.
Bukti yang Terabaikan
Sebelumnya, Ronald Tannur telah dituntut untuk menjalani hukuman selama 12 tahun. Sehingga Dimas Yemahura selaku penasihat hukum keluarga korban percaya bahwa ada keadilan bagi korban. Namun, adanya keputusan kebebasan Ronald ini menunjukkan betapa sulitnya mencari keadilan di Indonesia (surabayapostnews.com, 24/7/2024).
Keputusan pembebasan ini diambil oleh majelis hakim karena menilai Edward Tannur tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Padahal, barang bukti berupa rekaman CCTV dan hasil visum korban telah dihadirkan dalam persidangan (jppn.com, 28/7/2024).
Bobroknya Hukum Buatan Manusia
Terdakwa Ronald Tannur pada bukti CCTV terlihat menyiksa hingga mengakibatkan korban memar paru dan patah tulang. Kemudian, terlihat Ronal Tanur membawa korban ke rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia. Maka, atas dasar bukti apa pembebasan tersebut? Tentu publik sangat geram dan bertanya-tanya, apakah hukum kita masih dipengaruhi oleh kekuasaan, sehingga keadilan menjadi hal yang langka?
Kasus ini hanya satu dari sederet kasus kriminal yang menunjukkan bahwa nyawa manusia dalam sistem sekarang tidak berharga. Keadilan dalam demokrasi bersifat semu karena sumber penetapan hukumnya adalah akal pikiran manusia yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan.
Patut kita renungkan peringatan dari Allah Swt. di dalam surah al-Maidah ayat 50: “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Hukum dalam demokrasi juga sering dikatakan tajam ke bawah tumpul ke atas; memukul rakyat, memanjakan pejabat. Hukum pun bisa dibeli, orang lemah dituntut pasrah akan keadaan. Keadilan tidak berpihak pada kebenaran. Ketika dilakukan penahanan, akan banyak potongan masa tahanan. Belum lagi, perbedaan kondisi sel tahanan pejabat dan rakyat yang bagai langit dan bumi. Inilah gambaran sistem hukum dalam demokrasi. Hukum pun tidak pernah memberi efek jera bagi pelaku kejahatan.
Mendamba Keadilan Hukum
Nyawa manusia dalam pandangan Islam sangat berharga. Allah Swt. menetapkan bahwa pembunuhan seorang manusia sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia. Tak hanya Muslim, membunuh non-muslim tanpa ada alasan yang dibenarkan pun terlarang dalam Islam. Jangankan membunuh, menimpakan bahaya dan kesusahan yang tidak sampai menghilangkan nyawa juga diharamkan.
Negara dalam sistem Islam akan bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara jiwa setiap warganya. Jangan sampai ada seorang warga negara, baik muslim ataupun non-muslim kehilangan nyawa tanpa alasan yang dibenarkan. Karena itu, untuk mencegah tindak pembunuhan yang disengaja, negara memberikan sanksi yang keras berupa hukuman qishash kepada pelaku pembunuhan.
Qishash adalah hukuman balasan yang setimpal. Dalam kasus pembunuhan, qishash diberlakukan dalam bentuk hukuman mati bagi pelakunya. Hukuman ini akan memberikan rasa keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan, sekaligus menjadi pencegah tindakan kejahatan serupa.
Jika keluarga korban tidak menghendaki qishash, mereka bisa menuntut pembayaran diyat atau denda kepada para pelaku pembunuhan. Diyat yang dimaksud berupa 100 ekor unta. 40 di antaranya dalam keadaan bunting atau bisa juga dengan membayarkan uang sebesar 1000 dinar.
Negara juga wajib mencegah segala hal yang membahayakan dan mengancam jiwa manusia. Begitulah mulianya syariah Islam dalam melindungi nyawa manusia. Karena itu, sepanjang negara Islam tegak sejak Nabi saw. di Madinah, kemudian dilanjutkan oleh para khalifah, setiap warga negara, muslim maupun non-muslim, mendapatkan perlindungan yang luar biasa. Tidak setetes pun darah tertumpah melainkan ada pembelaan dari negara Islam.
Ini sangat berbeda dengan negara yang menerapkan sistem sekuler seperti saat ini. Negara sekuler tampak gagal melindungi kehormatan dan jiwa manusia. Dalam banyak kasus pembunuhan, apalagi jika pelakunya adalah pejabat atau keluarga pejabat, hukum sering dipermainkan. Pelakunya acap kali dihukum ringan, bahkan tak jarang dibebaskan. Jika ingin keadilan yang hakiki, sudah saatnya kembali kepada sistem aturan Islam yang berlandaskan aturan Ilahi.