
Oleh: Finis (Penulis)
Linimasanews.id—Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso menegaskan tak ada laporan peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. “Secara nasional tidak dilaporkan lonjakan kasus gagal ginjal yang signifikan sebagaimana tahun lalu ada kasus keracunan EG dan DEG (pada obat),” ujar Piprim dalam keterangan videonya (CNN Indonesia, 26/7/2024).
Terapi cuci darah pada anak lanjut Piprim sudah biasa dilakukan sejak lama. Namun, tak semua terapi cuci darah pada anak dilakukan karena gaya hidup. Ada banyak penyebab seorang anak harus menjalani cuci darah. Dokter spesialis anak di RSCM Eka Laksmi Hidayati menjelaskan bahwa tidak semua rumah sakit menyediakan layanan cuci darah. Oleh karenanya, banyak pasien yang akhirnya dirujuk ke RSCM hingga kelihatan melonjak (CNN Indonesia.com, 26/7/2024).
Kasus cuci darah pada usia remaja seharusnya menjadi perhatian lebih dari penguasa. Mengapa hal ini bisa terjadi dan faktor apa saja yang menyebabkan semua ini terjadi. Kalaupun tidak semua penyakit disebabkan karena pola makan, tetapi pola makan yang salah juga banyak menimbulkan berbagai macam penyakit. Gaya hidup yang suka mengikuti tren saat ini, menjadikan masyarakat lebih konsumtif, tanpa melihat lagi standar makanan itu sehat ataupun tidak bagi kesehatan.
Produsen makanan pun tidak lagi berpikir halal-haram. Bagi produsen, yang penting bisa menghasilkan banyak uang, tak peduli lagi makanan itu berbahaya bagi kesehatan masyarakat atau tidak. Karena, kondisi ekonomi yang semakin sulit, masyarakat lebih memilih makanan-makanan instan yang harganya lebih murah walau kadang kurang baik bagi kesehatan. Konsumen pun menilai standar makanan bukan halal dan tayib, tetapi demi memuaskan keinginan mereka sendiri sehingga jauh dari pola makan yang sehat.
Penerapan sistem kapitalisme-sekuler menjadikan manusia hanya berpikir memperoleh keuntungan semata tanpa berpikir bagaimana dampaknya. Sementara negara abai terhadap pola makan rakyat. Sehingga, berbagai macam penyakit kronis telah menjangkiti generasi muda di negeri ini.
Sistem Islam atau Khilafah dalam mengatur konsumsi masyarakat termasuk anak-anak, memiliki aturan yang paripurna. Dalam hal pemenuhan kebutuhan makanan, Islam tidak membiarkan masyarakat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan apa yang diinginkannya, tetapi dalam pemenuhannya harus disesuaikan dengan aturan syariat. Islam menetapkan standar makanan atau konsumsi harus halal dan tayib.
Allah Swt. berfirman, “Dan makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu berikan.” (QS Al-Maidah: 88)
Halal berarti bebas dari segala bentuk zat yang telah diharamkan dalam Islam seperti bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah. Berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 3, “Binatang yang bertaring yang memiliki cakar tajam ataupun binatang yang menjijikkan.”
Sementara tayib artinya bagus (al-hasan), sehat (ak-mu’afah), dan lezat (al-ladzidz). Artinya, makanan itu harus baik untuk kesehatan manusia. Tidak boleh merusak tubuh, kesehatan, akal, dan kehidupan manusia. Standar makanan yang harus halal dan tayib ini bukan hanya sebagai anjuran, namun wajib dijalankan, baik oleh individu, masyarakat, bahkan negara.
Karena itu, agar makanan halal dan tayib menjadi standar di tengah masyarakat, Khilafah akan menetapkan kebijakan sebagai berikut. Pertama, khilafah akan mengedukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan negara, masyarakat akan dididik agar memiliki kepribadian Islam sehingga pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan Islam.
Dengan begitu, masyarakat mengikatkan seluruh aktivitasnya sesuai dengan syariat Islam. Ketika mereka menjadi produsen ataupun konsumen, mereka memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai syariat Islam. “Makanan harus halal dan tayib, tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya.” (HR Ibnu Majah dan Thabrani)
Ketika produsen ataupun konsumen memahami standar sesuai dengan syariat, di sinilah upaya preventif bisa dilakukan agar manusia terhindar dari pola makan yang salah. Selain itu, dengan pendidikan Islam, masyarakat memahami bahwa tujuan konsumsi adalah agar badan sehat dan terpenuhi gizinya sehingga mereka akan optimal dalam beribadah. Melalui pendidikan Islam, Khilafah akan menjaga masyarakat dan anak-anak agar terhindar dari pola konsumsi yang konsumtif dan hanya sekedar mengikuti tren.
Kedua, Khilafah akan menetapkan UU terkait produksi makanan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 88 dan dalil syariat lainnya terkait makanan. Dalam buku “Fikih Ekonomi Umat,” menggambarkan bagaimana khalifah Umar mengatur dan memastikan bahwa rakyat terhindar dari produksi dan pola konsumsi menyimpang. Pada masa Khilafah Usman ra, daulah memberlakukan Qonun Bursa yang mengatur standarisasi toko roti dalam memenuhi hak konsumen.
Ketiga, Khilafah akan memberi sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan syariat terkait makanan.
Melalui beberapa mekanisme di atas, Khilafah mampu memastikan masyarakatnya termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan demikian, masyarakat dan anak-anak bisa terhindar dari berbagai macam penyakit yang diakibatkan dari pola makan yang salah. Wallahu a’lam.