
Oleh: Umi Salamah (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Masifnya produk impor tekstil ilegal sampai saat ini menjadi ancaman serius bagi pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM). Banyaknya produk Cina masuk ke Indonesia menurut data dari catatan Kementrian Koperasi dan UKM masih banyak yang tidak tercatat.
Mengutip pernyataan Plt. Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Setya Permana, produk yang tidak tercatat bisa dijual dengan harga yang murah akibat dari tidak adanya bea masuk, sehingga UMKM dalam negeri sulit bersaing. Sementara itu, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM Fiki Satari mengungkapkan, kualitas produk lokal sudah lebih baik, tetapi gempuran dari berbagai arah membuat produk lokal kalah saing harga (detikFinance, 11/8/2024).
Tidak hanya tekstil, makanan dan minuman asal Cina juga sangat banyak yang masuk ke Indonesia. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah mengimbau masyarakat untuk hati-hati terhadap makanan atau minuman yang tidak ada izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal tersebut, akibat dari beberapa kasus yang terjadi, salah satunya di Sukabumi Jawa Barat, pada Mei 2024 ada 6 siswa mengalami mual, muntah, pusing karena mengonsumsi snack asal Cina bermerek Hot Spicy Latiru dan Latiao Strips. Kasus serupa terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir, Sumatera Selatan, 18 murid mengalami sakit kepala juga kembung akibat memakan permen lunak asal Cina (Antara, 9/8/2024).
Dampak dari produk impor masif yang patut diperhatikan salah satunya adalah kesehatan. Ada ancaman kesehatan serius yang seharusnya tidak terjadi lantaran pemerintah memiliki otoritas terhadap kebijakan bisa masuk atau tidaknya suatu barang.
Sementara, imbauan negara dari bukanlah solusi. Sebab, rakyat dengan berbagai macam persoalan ekonomi yang kian mencekik dan daya beli yang rendah, akhirnya memilih membeli barang dengan harga yang terjangkau meskipun kualitasnya biasa saja. Ini tidak bisa disalahkan begitu saja, terlebih ada pula kegiatan yang didukung oleh oknum nakal. Beginilah wujud dari abainya pemerintah terhadap kebutuhan dari umat.
Di sisi lain, PHK besar-besaran yang terjadi menjadi bukti lesunya industri dalam negeri sebagai akibat dari produk impor yang membanjiri ini. Hal demikian akan menambah masalah yang ada. Bagaimana tidak? Produk impor ini akan berdampak lapangan pekerjaan, terbukti PHK perusahaan tekstil secara besar-besaran terjadi sejak awal tahun 2024. Selain itu, berdampak pada lumpuhnya pelaku UKM dan inflasi.
Begitulah persoalan ketika negara mengadopsi sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, semua jenis kegiatan transaksional demi keuntungan segelintir atau sekelompok manusia tanpa memikirkan manusia lain. Kekayaan yang menjadi standar keberhasilan, tanpa memperhatikan halal haram.
Kondisi ini berbeda ketika sistem Islam diterapkan. Islam melarang kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan syariah, seperti penimbunan, riba, penipuan, spekulasi, jual-beli yang salah satu pihaknya tidak mengetahui harga, dan sebagainya.
Sistem Islam senantiasa membentengi penguasa dan pengusaha dengan berlandaskan akidah Islam sehingga memiliki keterikatan dengan syariat dalam kehidupan. Sistem ekonomi Islam, sistem politik dan pemerintahan Islam, menjadi satu kesatuan dalam naungan Khilafah Islamiah.
Khilafah tidak akan tinggal diam terhadap perekonomian rakyat yang tidak baik-baik saja. Penolakan akan dilakukan oleh negara terhadap perdagangan dunia yang terbukti menjadi alat penjajahan Barat. Khilafah akan membangun perekonomian yang independen sehingga tidak tergantung pada bantuan dan kerja sama dengan asing.
Khilafah akan mengupayakan kemandirian dalam berbagai produk strategis, termasuk kebutuhan pokok yang salah satunya adalah pakaian. Allah Swt. berfirman di dalam QS Al-Baqarah A’raf: 26, “Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu.”
Pentingnya pakaian untuk manusia dalam menutup aurat juga menjaga kesehatan sehingga negara harus menjamin pemenuhan terkait hal tersebut. Khilafah akan mencukupi kebutuhan tekstil dalam negeri secara mandiri dengan memberdayakan perusahaan konveksi di dalam negeri.
Khilafah tentu akan mengatur terkait distribusi dari produk tekstil maupun pangan secara baik agar mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Jika dirasa produksinya masih kurang, Khilafah akan memberi bantuan berupa mesin, alat, ataupun dana agar kapasitas produksi bisa meningkat dan kebutuhan dalam negeri bisa tercukupi.
Khilafah juga akan memberikan pelatihan keterampilan dan pengarahan bisnis kepada para pemilik konveksi agar mereka selalu meningkatkan kualitas produknya sehingga bisa memuaskan kebutuhan masyarakat. Demikian juga jika ada kelebihan produksi, baru akan mengizinkan produk tersebut diekspor ke luar negeri. Dengan tidak adanya syarat tertentu yang bisa merugikan masyarakat.
Begitu juga terkait impor, Khilafah akan berusaha semaksimal mungkin mencegah adanya kegiatan impor tekstil karena merupakan kebutuhan pokok. Sebab, impor tekstil akan bisa menjadi senjata bagi musuh untuk melemahkan Khilafah secara ekonomi, yaitu dengan perjanjian yang merugikan. Impor hanya boleh dilakukan pada produk yang tidak strategis, yaitu yang bersifat aksesori sehingga tidak berdampak besar pada perekonomian negara.
Demikianlah perlindungan Khilafah terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu salah satunya industri tekstil dalam negeri sehingga mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan, baik pengusaha konveksi, pekerja, maupun masyarakat secara umum.