
Oleh: Italismaya, S.Pd.
Linimasanews.id—Kematian tragis yang menimpa seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), dr. Aulia Risma Lestari, telah mengejutkan banyak pihak. Dokter muda ini diduga mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan obat penenang ke dalam dirinya sendiri (detik.com, 16/8/2024). Diduga motif penyebabnya adalah karena tidak kuat dengan beratnya beban menjadi mahasiswa Program Profesi Dokter Spesialis (PPDS).
Bahkan setelah kematiannya ada trade di akun X yang menjelaskan betapa beratnya beban kerja PPDS anestesi di RS dr. Karyadi, Semarang. Selain itu terdapat juga dugaan karena tidak kuat menahan perundungan atau bullying dari para senior yang dialaminya selama menjalani masa PPDS.
Sebagaimana pernah diwartakan oleh detik.com, bulan April 2024, Hasil survei skrining kesehatan jiwa peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) RS vertikal per Maret 2024 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan banyak calon dokter spesialis mengalami masalah kesehatan mental. Bahkan 3,3 persen dokter PPDS yang menjalani skrining teridentifikasi ingin bunuh diri atau melukai diri sendiri. Angka tersebut didapatkan dari analisis kesehatan jiwa calon dokter spesialis di 28 RS vertikal pendidikan bagi 12.121 PPDS. Survei dilakukan Kementerian Kesehatan RI di 21, 22, dan 24 Maret 2024.
Jika dirinci lebih lanjut, ada 2.716 PPDS yang mengalami gejala depresi, 1.977 di antaranya mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 orang mengeluh depresi sedang sampai berat, dan 75 orang mengalami depresi berat. Kematian tragis dr. Aulia Risma Lestari tentu menyisakan duka yang mendalam.
Banyaknya mahasiswa PPDS yang mengalami depresi dengan berbagai macam tingkatan sampai dengan menghilangkan nyawanya sendiri menyisakan pertanyaan. Sebegitu buruk kah sistem pendidikan kedokteran di negeri kita? Apa saja yang perlu diperbaiki? Jangan sampai ada dr. Aulia Risma Lestari lainnya. Mendidik dan berbenah harus, membuat lagi mahasiswa depresi jangan.
Pendidikan Dokter di Mata Masyarakat
Profesi dokter adalah profesi yang sangat dipandang atau mentereng, terkesan eksklusif karena tidak sembarang orang bisa menjadi seorang dokter. Dokter identik pintar dan berotak encer. Ditambah keberadaannya yang sangat dibutuhkan oleh semua orang. Profesi dokter mendapat tempat terhormat dan banyak yang berharap atau bercita-cita menjadi dokter. Apalagi zaman sekarang orang yang berpangkat, berkedudukan, dan berstatus sosial dianggap memiliki kemuliaan dan kehormatan. Cara pandang yang salah dalam mengartikan kebahagiaan.
Di sistem kapitalisme sekarang ini, di mana semua dinilai dengan uang. Profesi dokter juga dianggap profesi yang menjanjikan karena bisa mendapatkan banyak penghasilan. Sehingga prodi kedokteran menjadi jurusan yang paling banyak diminati, baik di kampus negeri ataupun swasta.cTak heran jika masih dengan prinsip yang sama, lahirlah kapitalisasi pendidikan. Program kedokteran menjadi komoditi yang berbiaya mahal. Meskipun berbiaya mahal, tetap saja banyak yang siap berkorban.
Dahulu, yang ada di benak kita tentang mereka yang kuliah di jurusan kedokteran adalah mereka yang benar-benar pintar. Bahkan banyak orang bertanya pada anak-anak mereka, cita-citanya ingin menjadi apa? Banyak yang menjawab ingin menjadi dokter. Orang tua memberikan semangat pada mereka dengan menyampaikan kalian harus belajar dengan rajin agar pintar dan bisa menjadi dokter.
Tetapi sekarang, kalau ada anak yang bercita-cita menjadi dokter maka jawaban orang tua mereka adalah, “Wah, biayanya mahal, maaf kami belum mampu.” Sudah menjadi pandangan umum kuliah pendidikan dokter berbiaya mahal dan hanya bisa bagi mereka yang bercuan.
Selain itu, sistem pendidikan yang ada hanya berorientasi hasil, tanpa penanaman nilai spiritual. Ditarget lulus dengan nilai bagus, bisa menyelesaikan tugas sesuai deadline dan bisa melewati masa penggemblengan dengan praktek lapangan yang memberatkan. Adanya pembullyan dengan dalih membangun mental agar tahan banting juga menjadi bumbu yang tak dilupakan. Padahal mereka adalah manusia yang perlu dimanusiakan. Mereka juga manusia yang ada salahnya. Mereka manusia yang butuh untuk dimengerti.
Pendidikan Dokter dalam Sistem Islam
Pendidikan sistem kapitalisme berbeda dengan pendidikan kedokteran yang diselenggarakan oleh sistem Islam. Dalam kurikulum pendidikan Islam, kedokteran merupakan salah satu cabang ilmu yang akan membantu kemaslahatan umat manusia. Keberadaan dokter bisa menjadi sarana memenuhi kebutuhan publik terkait kesehatan. Karenanya, sudah menjadi kewajiban negara menjamin secara langsung semua kebutuhan yang termasuk kebutuhan publik salah satu diantaranya adalah kesehatan.
Dengan demikian, tenaga kesehatan berkualitas juga merupakan bagian dari tanggung jawab negara, termasuk memberikan pendidikan terbaik kepada calon dokter, dokter spesialis, nakes, atau tenaga kesehatan dengan pendidikan yang memadai. Negara menjadikan mereka ahli di bidangnya, menguasai ilmu, dan cakap dalam menjalankan tugasnya.
Hal yang tak kalah penting adalah memberikan pembekalan spiritual. Negara wajib memberikan pemahaman Islam kepada mereka agar menjadi hamba yang beriman dan bertakwa. Menjalankan profesi mereka dengan penuh kesungguhan dan mengharapkan ridho Allah Swt. Mempunyai kepribadian yang Islami baik dalam pemikirannya atau perbuatannya. Serta bisa menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi sesuai dengan peraturan Islam.
Setiap mahasiswa kedokteran akan belajar dengan sungguh-sungguh karena dia sadar bahwa dirinya akan menjadi tenaga kesehatan yang bertanggung jawab untuk kemaslahatan umat. Negara akan menghapus paradigma di antara mereka, yaitu mengejar materi dan mendapat strata sosial. Motivasi mereka tak lain adalah memberikan kontribusi terbaik untuk kesehatan umat manusia dan rida Allah Swt.
Jika sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sesuai konsep Islam, tidak akan ada mahasiswa mengalami depresi atau memilih bunuh diri. Dalam sistem Islam, tidak akan terjadi komersialisasi pendidikan. Sebab, semua pendidikan termasuk pendidikan dokter akan dijamin secara langsung oleh negara artinya negara akan membiayai semua kebutuhan pendidikan kedokteran. Para calon dokter akan fokus belajar karena pendidikan mereka gratis dijamin negara. Segingga, negara mampu melahirkan dokter berkualitas dan berkhidmat untuk umat.