
Oleh: Mutiara Aini
Linimasanews.id—Ironis. Di bulan kemerdekaan ini rakyat kembali menelan pil pahit kebijakan pemerintah. Tanggal 10 Agustus 2024, PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax (RON92). Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (cnnindonesia, 10//8/2024).
Rakyat Terzalimi
Kenaikan harga BBM tentunya akan memberikan dampak pada kenaikan harga barang-barang. Sementara itu, rakyat yang berada pada posisi sebagai konsumen hanya bisa pasrah dan terpaksa harus membeli BBM demi kebutuhan usaha dan transportasi sehari-harinya. Meski harganya naik, rakyat tetap membeli BBM karena tidak ada pilihan lain.
Berulangnya kenaikan BBM kini sudah dipandang biasa oleh masyarakat. Masyarakat juga seolah tidak memiliki harapan akan turunnya harga BBM, meskipun terjadi pada BBM nonsubsidi. Dengan naiknya harga BBM, sudah dipastikan akan berimbas pada perekonomian rakyat. Sebab, sebagian perusahaan besar tentunya menggunakan BBM dan sebagian kebutuhan masyarakat merupakan hasil produksi dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Persoalan ini tidak lepas dari konsep liberalisasi ekonomi yang diberlakukan di negeri ini. Liberalisasi sektor hulu hingga hilir migas membuka kesempatan bagi para pemain asing untuk turut serta dalam bisnis migas. Liberalisasi sektor migas merupakan konsekuensi penerapan sistem kapitalisme yang berpihak pada kepentingan perusahaan tambang migas asing dan para cukongnya di dalam negeri. Mereka menginginkan jualan migas di negeri ini karena memandang pasarnya terus membesar seiring dengan kenaikan jumlah penduduk dan konsumsi BBM.
Penjajahan Ekonomi
Sungguh ironis. Sumber daya alam dikuasai asing. Tak selayaknya rakyat turut menyesuaikan harga atas keinginan swasta asing. Kondisi ini layak dikatakan penjajahan ekonomi. Negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme mustahil memberi harga BBM secara murah apalagi gratis kepada rakyat.
Sejatinya, migas yang jumlahnya berlimpah adalah milik rakyat. Karenanya, rakyat miskin maupun kaya berhak mengakses BBM dengan mudah dan murah. Akan tetapi, negara yang berparadigma kapitalis selalu mempertimbangkan untung dan rugi dalam menetapkan kebijakan. Hubungan penguasa dan rakyat pun dibentuk seperti penjual dan pembeli. Alhasil, negara akan terus mencari cara agar mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis BBM. Negara yang seharusnya sebagai pelayan rakyat akan hilang, tersisa negara sebagai regulator yang abai terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Berdasarkan syariat Islam, tambang dalam bentuk apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak, terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ammah). Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan Abu Dawud dan at Tirmidzi perihal Abyadh bin Hammal r.a. “Sungguh dia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw., dia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan tambang garam itu kepada Abyadh.
Namun tatkala Abyadh telah berlalu seorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah, “tahukah Anda apa yang telah anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang ( jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah). (Mendengar itu), Rasulullah lalu menarik kembali pemberian konsensi tambang garam itu dari Abyadh.” ( HR. Abu Dawud dan at Tirmidzi).
Hal ini berlaku umum untuk semua jenis tambang yang jumlahnya berlimpah atau memenuhi hajat hidup orang banyak. Maka, berdasarkan hadis tersebut, tambang apa pun yang memenuhi hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah haram dimiliki oleh individu atau swasta, terlebih pihak asing. Tidak bisa pula diklaim sebagai milik negara karena negara hanya berkewajiban dalam pengelolan, lalu hasilnya diberikan kepada rakyat demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Imam (khalifah), yakni penguasa dalam sistem Islam harus memberikan akses kepada semua rakyatnya, baik miskin ataupun kaya. Sebab, khalifah adalah pelayan bagi seluruh rakyat. Maka dari itu, klaim pemerintah atas subsidi BBM adalah salah sasaran karena banyak dinikmati oleh orang-orang kaya, ini merupakan alasan yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Sebab, baik miskin ataupun kaya memiliki hak yang sama untuk menikmati sumber daya alam (SDA) milik umum yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Adapun terkait penyaluran BBM yang diproduksi negara, negara boleh memberikannya kepada rakyat secara cuma-cuma atau menentukan harga produksi atau menetapkan harga murah dengan keuntungan tertentu. Akan tetapi, hasil keuntungan tersebut wajib dikembalikan kepada rakyat. Hal ini karena negara hanya mewakili umat untuk mengelola tambang tersebut. Seperti inilah cara Islam mengelola BBM, sehingga rakyat akan makmur dan tidak ada yang terzalimi.