
Oleh: Lisa Herlina (Aktivis Dakwah)
Linimasanews.id—Gegap gempita menyelimuti Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-79. Beragam cara dilakukan untuk merayakannya. Anak-anak, remaja, hingga orang tua menjadikan momen ini sebagai salah satu bukti kecintaan pada negara merdeka.
Aneka perlombaan dilakukan dari tahun ke tahun, seperti makan kerupuk, panjat pinang, main bola dengan pemain laki-laki berdaster, dan masih banyak lainnya. Di malam harinya diwarnai dengan pentas musik hingga larut. Semua itu keseruan yang terjadi di momen setahun sekali kemerdekaan.
Sementara itu, di Ibu Kota Negara (IKN) tahun ini perdana menjadi tempat perayaan. Euforianya tidak kalah dengan mengusung tema ‘Nusantara Baru Indonesia Maju’. Namun, pro-kontra terjadi, mulai dari penggunaan hijab bagi paskibraka hingga sebelumnya pawang hujan pengendali cuaca.
Di samping itu, persiapan merayakan HUT Kemerdekaan di IKN Kalimantan Timur (Kaltim) dan Istana Jakarta menghabiskan biaya selangit. Kementerian Keuangan menyebutkan, HUT ke-79 RI di IKN menghabiskan biaya sebesar Rp 87 miliar rupiah (liputan6.com, 15/8/2024). Di antara biaya persiapan fantastis untuk sewa mobil mewah dan bus 100 unit guna keperluan operasional dan penjemputan tamu, hotel-hotel dan cenderamata. Mobil Alphard yang biasa dipakai mengantar presiden dan jajarannya kali ini naik dari harga Rp7 juta menjadi Rp25 juta per hari per unit.
Polemik terjadi di tengah pembangunan IKN yang berimplikasi buruk bagi kehidupan masyarakat sekitar. Bahkan, merenggut tanah tempat tinggal mereka. Belum lagi pembangunan istana dan bandara yang belum sepenuhnya rampung.
Arti Merdeka
Berdasarkan KBBI, merdeka memiliki 3 makna, salah satunya bebas dari belenggu ataupun penjajahan. Namun nyatanya, negeri ini masih terbelenggu penjajahan. Buktinya, sumber daya alam yang begitu melimpah, seperti tambang, hutan, air yang semestinya milik publik, di swastanisasi bahkan kepada pihak asing. Artinya negeri ini belum sepenuhnya lepas dari belenggu penjajahan yang kini dengan gaya baru (neoimperialisme).
Menurut Islam, negaralah yang mengelola kekayaan tersebut dan hasilnya dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Rasulullah bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Bukti terjajah lainnya, negeri ini mengadopsi sistem yang berakar dari Barat, yaitu sekularisme, sebuah paham yang memisahkan agama dengan urusan kehidupan. Walhasil, umat Islam negeri ini terpengaruh pemikiran Barat dan budaya barat, jauh dari Islam.
Sekularisme yang masuk ke tubuh kaum muslimin akan menyebabkan kesemrawutan, gagal paham dalam konsep menikmati hidup dan kemerdekaan. Contohnya, makan kerupuk sambil berdiri dengan tangan diikat dibelakang sejatinya menyalahi syariat dan tidak elok dilihat banyak mata apalagi generasi penerus. Panjat pinang yang di dalamnya dipungut biaya pengadaan lomba adalah pelanggaran hukum syarak. Padahal, lomba ini berpotensi cidera karena tidak cukup aman hingga korban meninggal terjadi. Sungguh kesia-siaan.
Islam adalah solusi
Dalam Islam, kemerdekaan dimaknai dengan tunduk sepenuhnya pada seluruh perintah dan menjauhi larangan Allah, serta melepaskan diri dari belenggu sistem yang bertentangan dengan syariat Islam seraya menegakkan sistem Islam.
Sistem demokrasi kapitalisme sekuler yang berasaskan kebebasan telah nyata menggerogoti seluruh lini kehidupan hari ini. Baik dalam politik, ekonomi, sosial budaya, pergaulan tercemari dengan belenggu sistem ini. Membebek pada hukum Barat yang didominasi oleh aturan negara adidaya (Amerika dan sekutunya) telah nyata terjadi.
Sebagai makhluk yang lemah, terbatas, dan bergantung pada Allah haruslah kita kembali pada aturan Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mencontohkan agar tidak goyah mengikuti musuh Allah. Rasulullah tidak goyah saat ditawarkan kekuasaan oleh kafir Quraisy dengan kompromi setahun menyembah tuhan mereka, setahun kemudian menyembah Allah Ta’ala. Tentu saja keteladanan dari Rasulullah ini patut dijadikan landasan.
Rasulullah mencintai tanah kelahirannya, Makkah. Ketika masyarakat Makkah belum menerima Islam, Beliau menyebarluaskan Islam di luar Makkah agar hidayah Islam menjadi petunjuk manusia hingga penjuru bumi. Kecintaan terhadap tanah air seperti ini bukan nasionalisme ala pemahaman Barat, paham yang menyekat umat Islam di seluruh dunia.
Khatimah
Merenungi berbagai aktivitas dalam rangka perayaan kemerdekaan, mestinya kita ingat bahwa kelelahan dan amal perbuatan haruslah dikaitkan pada 3 hal mendasar: dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup, dan akan ke mana setelah kehidupan dunia.
Tentunya wajib mengimani bahwa manusia berasal dari Allah, Yang Maha Menciptakan. Sebab itu, kita wajib beribadah kepada Allah, baik ibadah yang berhubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, juga kepada diri sendiri.
Untuk apa kita hidup dan dunia ini? Pasti kita akan menjawab dengan sadar, yaitu untuk beribadah kepada Allah, tunduk pada aturan Allah, baik yang termaktub dalam Al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas. Lalu, mau ke mana setelah kehidupan ini? Tentu manusia berakal akan menginginkan surga.
Karena itu, sudah semestinya umat berupaya untuk menjadi hamba Allah yang memprioritaskan hukum Allah sebagai tolok ukur perbuatan. Bukan tolok ukur dari penjajah Barat. Penjajah menjadi penghalang kemenangan Islam di bawah sistem yang menjadi sarana keadilan dimuka bumi, khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.
Sistem khilafah akan melanjutkan kembali kehidupan Islam berdasarkan metode kenabian. Inilah yang harusnya menjadi tujuan umat Islam dalam mencintai tanah air. Yaitu, mencintai ketentuan Allah, mencintai keteladanan Rasulullah. Bukan sekadar euforia yang meninggalkan kelelahan lantas dosa yang bersisa.