
Oleh: Ade Farkah
Linimasanews.id—Baru-baru ini, warganet diramaikan dengan unggahan “Peringatan Darurat Garuda Biru” yang menjadi trending topic di berbagai platform media sosial. Peringatan Darurat Garuda dengan latar berwarna biru dapat diartikan sebagai sebuah ajakan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran serta partisipasi aktif dalam menjaga demokrasi dan keadilan di Indonesia (umj.ac.id, 22/8/2024).
Adapun penyebab kemunculan Peringatan Darurat Garuda Biru adalah pembahasan RUU Pilkada oleh DPR yang hendak menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Pilkada 2024. Atas dasar itulah berbagai elemen masyarakat turun ke jalan untuk melakukan aksi, termasuk para musisi, artis, dan komedian tanah air (infobanknews.com, 22/8/2024). Tidak hanya di Jakarta, aksi serupa juga terjadi di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan sejumlah kota lainnya (tirto.id, 22/8/2024).
Sedangkan inti dari isi tuntutan pada aksi tersebut adalah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawal putusan MK demi menyelamatkan demokrasi. Jika kita menengok ke belakang, pasti ingat dengan peristiwa Reformasi 1998. Kala itu, gerakan reformasi menjadi sebuah aksi fenomenal yang berhasil mengakhiri masa kekuasaan Orde Baru. Namun demikian, setelah reformasi, kondisi negeri ini tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Perubahan hanya terbatas pada pergantian pemegang kekuasaan, tetapi tidak sampai pada perubahan sistem. Tidak heran jika saat ini kembali terjadi karut-marut terkait dengan perebutan kekuasaan karena pada dasarnya demokrasi merupakan sistem yang cacat sejak lahir.
Demokrasi merupakan sebuah sistem yang dibangun atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Demokrasi juga merupakan sistem yang keputusannya diambil berdasarkan kepentingan kelompok tertentu, bukan aspirasi rakyat. Demokrasi tumbuh dan berkembang dengan campur tangan para pemodal sehingga kendali negara berada di tangan para oligarki. Dengan demikian, wajar jika gerakan perubahan yang dilakukan tidak mampu mengubah kondisi bangsa dan negara.
Agar gerakan perubahan yang dilakukan tidak sia-sia maka haruslah bersifat ideologis dan mengakar. Bukan sekadar pergantian pemimpin, tetapi juga sampai kepada perubahan sistem pengelolaan negara.
Oleh karena itu, untuk dapat memperbaiki kondisi negeri ini, kita harus mengarahkan visi dan misi perubahan sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, hendaknya kita mengarahkan visi dan misi perubahan sesuai dengan konsep yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. karena selain sebagai nabi, beliau juga sebagai kepala negara yang berhasil membawa bangsa Arab keluar dari zaman kegelapan menuju peradaban gemilang dengan ideologi Islam.
Sistem Islam (Khilafah) yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad saw. terbukti mampu menjadi negara adidaya selama 1.300 tahun lamanya. Lalu, mengapa kita tidak mengadopsi cara beliau dalam memperbaiki kondisi negeri ini?