
Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd. (Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Linimasanews.id—Pada 2 Mei 2024, tepat hari Kamis kemarin telah diperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres RI Nomor 316 Tahun 1959. Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan hari lahirnya Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Hari ini dibuat sebagai kepedulian pemerintah akan pentingnya pendidikan di Indonesia. Dengan adanya Hardiknas diharapkan bisa menumbuhkan semangat belajar dan tumbuh untuk seluruh insan pendidikan.
Seiring peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2024, bulan Mei tahun 2024 juga dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar. Pemerintah menetapkan bahwa tema peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024 adalah “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar” (kompas.com, 25/4/24).
Sebagaimana diketahui, pada bulan Maret lalu, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Ristek dan teknologi (Kemendikbud Ristek) telah menetapkan kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional melalui penerbitan Kemendikbud Ristek nomor 12 tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Dasar Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dengan terbitnya Permendikbud Ristek ini, kurikulum Merdeka secara resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh sekolah di Indonesia. Kurikulum (kemendikbud.go.id).
Pengesahan Kurikulum Merdeka Belajar sebagai Kurikulum Nasional telah menimbulkan berbagai reaksi, khususnya di kalangan guru sebagai aktor utama yang memiliki tanggung jawab besar dalam proses pembelajaran. Pasalnya, kurikulum Merdeka Belajar dianggap masih belum memberikan kejelasan sebagai Kurikulum. Peserta didik diarahkan kepada kompetensi atau daya saing atas sesuatu yang bersifat materi dan melupakan aspek pembinaan agama atau mental. Apalagi faktanya hari ini, kita menyaksikan potret buram pendidikan dalam segala aspek yang dilakukan guru maupun siswa.
Di kalangan pelajar, moral mereka makin terdegradasi, kehidupan belajar diliputi dengan berbagai kemaksiatan seperti pergaulan bebas, menyontek, miras, narkoba, perundungan hingga tawuran. Demikian juga guru yang semakin kehilangan fungsinya sebagai pendidik generasi.
Guru seolah hanya penyampai pelajaran, namun gagal menjadi teladan yang mampu membentuk karakter mulia pada diri belajar. Bahkan dalam beberapa kasus, guru malah terlibat aksi pencabulan dan perundungan terhadap siswanya. Kondisi tersebut tentu memunculkan pertanyaan atas kurikulum pendidikan yang tengah diterapkan saat ini.
Berbagai fakta buruk tersebut menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Bahkan perubahan kurikulum pendidikan, menjadi Kurikulum Merdeka Belajar diduga akan memperkuat sekularisasi pendidikan di tanah air. Sekularisasi Pendidikan melalui kurikulum tampak dari upaya memisahkan (mengesampingkan) pembentukan kepribadian dari kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi (iptek). Dengan kata lain, pendidikan hanya dirancang untuk menghasilkan manusia-manusia yang mumpuni dalam teknologi namun minim kepribadian Islamnya. Konsep inilah yang kita dapati dalam kurikulum Merdeka belajar.
Meski kurikulum ini dipandang sebagai terobosan karena berbasis pada kemudahan pembelajaran dan minat siswa, akan tetapi kurikulum ini tetap memandang ilmu sumber materi. Ilmu yang seharusnya didedikasikan untuk membangun peradaban mulia, namun di bawah sistem pendidikan sekuler ilmu didedikasikan hanya untuk meraih capaian-capaian materi dan menjaga eksistensi peradaban kapitalisme.
Tak heran potensi intelektual hari dibajak untuk menjadi buruh-buruh para kapitalis. Oleh karena itu, kurikulum Merdeka Belajar justru akan menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan, melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya dan menjadikan generasi terjajah budaya barat yang rusak dan merusak.
Pendidikan adalah salah satu aspek strategi yang menentukan masa depan generasi dan bangsa, oleh karena itu perhatian Islam akan pendidikan sangatlah besar. Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan lengkap yang mampu memecahkan problematika manusia dalam kehidupan, salah satunya adalah sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam sangat berlawanan dengan sistem pendidikan sekuler kapitalisme. Pasalnya, sistem pendidikan Islam dibangun di atas akidah Islam yang memandang bahwa Allah adalah Al Khaliq sekaligus Al-Mudabbir, Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia.
Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin, serta menjadi problem solver. Output generasi yang seperti ini hanya akan lahir dari sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun berdasarkan akidah Islam. sebagai pihak yang diberi amanah melayani dan mengurus umat, maka negara memiliki tanggung jawab menyusun kurikulum pendidikan Islam dalam rangka melahirkan generasi berkualitas, menjadi agen perubahan, dan mampu membangun peradaban yang mulia.
Dalam Islam, ilmu di tempatkan pada posisi yang mulia, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya, “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu berapa derajat.”
Ilmu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Rasulullah saw. mengibaratkan ilmu laksana air hujan; “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah, seperti air hujan yang menyirami bumi.” (HR. Bukhari)
Dalam Islam, ilmu tidak berdiri sendiri tetapi wajib disandingkan dengan iman. Ilmu dan iman adalah dua modal penting untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan, yakni terbentuknya manusia yang berkepribadian Islam. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum pendidikan, negara akan wajibkan pembelajaran ilmu atau (tsaqofah) Islam secara menyeluruh dan ilmu-ilmu saintek yang membawa kemaslahatan dalam kehidupan manusia.
Dengan ilmunya, para pelajar (intelektual) akan hadir memberi solusi. Dengan keimanannya, mereka paham bahwa ilmunya wajib berdimensi akhirat. Alhasil, ilmu yang mereka miliki tidak akan dibiarkan dikuasai harta dan diabdikan untuk kepentingan segelintir orang. Dengan ilmu yang didapatkan, pelajar sudah selayaknya mereka menjadi penerang bagi gelapnya kebodohan, sekaligus memberi solusi atas berbagai masalah masyarakat. Semua ini akan terealisasi ketika negara menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bissawab.