
Oleh: Dedek Nurjannah
Linimasanews.id—Keluar rumah bersusah payah demi mencari nafkah, memenuhi kebutuhan utama minimal yang hanya sejengkal saja, bukannya mendapat keuntungan, justru raga tersiksa, bahkan kehilangan asa. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Sangat tepat pepatah ini menggambarkan kondisi warga negara Indonesia (WNI) yang tengah tertahan di Myawaddy, Myanmar sebagai korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).
Tentunya, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya TPPO terus berulang. Antara lain, kurangnya kesempatan kerja, rendahnya edukasi, maraknya sindikat, dan dugaan keterlibatan aparat, juga penegakan hukum yang lemah.
Melansir Inilah.com (15/9/2024), Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono mengaku kaget dan sedih atas terungkapnya jaringan pelaku TPPO yang menyekap 11 warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat di Myawaddy, Myanmar. Ia meyakini, kejadian semacam ini terus berulang diakibatkan dari kurang gencarnya edukasi dari pemerintah. Di sisi lain, Dave menduga bisa jadi ada keterlibatan aparat tertentu. Ia menegaskan, tentu sindikat semacam ini harus dibongkar jaringannya sampai ke akarnya.
Mirisnya, pembebasan terhadap WNI yang disekap tersebut belum dapat dilakukan. Jelas, hal demikian menunjukkan kegagalan negara dalam menjadi rain (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi warganya. Begitupun, sistem ekonomi kapitalis gagal membangkitkan perekonomian. Maka sudah sepantasnya kembali kepada sistem Islam.
Penerapan Strategi Politik Ekonomi Islam akan Menjamin Kesejahteraan
Dalam penerapannya, Islam menjamin tiap orang secara pribadi untuk memenuhi kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kapasitasnya sebagai manusia, yaitu sandang, pangan dan papan. Islam juga mendorong seseorang agar bisa menikmati rezeki yang halal, serta mengambil hiasan hidup di dunia sesuai dengan kemampuannya, hingga terciptalah kesejahteraan hidup dalam masyarakat. Kesejahteraan ini akan mencegah terjadinya TPPO.
Selain itu, pendidikan yang berbasis akidah Islam juga akan mencetak individu yang bertakwa, yang mencegahnya dari melakukan kejahatan, serta meningkatkan taraf berpikir masyarakat hingga tidak mudah termakan bujuk rayu ataupun iming-iming tak berkualitas dari pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Dalam Islam, pendidikan termasuk kebutuhan pokok yang langsung dijamin pemenuhannya oleh negara. Artinya, negaralah yang menyediakan biaya, sarana prasarana, sumber daya manusia (SDM) dan semua yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan. Dalilnya merujuk pada tindakan Rasulullah Saw. dalam masa kepemimpinannya di Madinah. Untuk pendidikan, Rasulullah saw. memberikan upah berupa kebebasan bagi 70 orang tawanan Perang Badar yang telah mengajar anak-anak muslim dalam membaca dan menulis.
Dengan jaminan negara tersebut, akses terhadap pendidikan bisa dirasakan kemudahannya oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang kemampuan ekonomi. Semua akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Di sisi lain, terjadinya TPPO juga tak terlepas dari kemudahan bagi siapa saja untuk menjalin hubungan dengan negara asing manapun. Dalam Islam, hal ini tidak boleh terjadi. Setiap individu, partai politik, perkumpulan, jamaah (organisasi) tidak dibenarkan secara mutlak menjalin hubungan dengan negara asing mana pun. Hubungan dengan negara asing hanya dilakukan oleh negara. Hanya negara yang memiliki hak mengatur urusan umat secara praktis, hingga mencegah terbukanya praktik TPPO oleh siapa pun.
Tidak hanya itu, pada praktiknya, Islam pun melindungi warga negara dengan sebenar-benarnya, tanpa terkecuali. Jika ada warganya menjadi korban, ditahan oleh negara lain, khalifah (kepala negara) sebagai junnah (pelindung) segera melakukan pembelaan demi pembebasan.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari jalur Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi saw. bersabda,
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.”
Menjadi junnah (perisai) bagi rakyat meniscayakan imam (khalifah) adalah sosok yang kuat, berani, dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi juga pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun oleh fondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam.