
Oleh: Henise
Linimasanews.id—Moderasi beragama di kalangan pelajar makin menjadi sorotan, terutama dengan maraknya program-program pemerintah yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi dan inklusivitas di sekolah-sekolah. Salah satu alasan utama di balik gerakan ini adalah untuk mengatasi isu radikalisme di kalangan generasi muda. Namun, pendekatan ini menimbulkan berbagai perdebatan, khususnya di kalangan yang memandang bahwa moderasi beragama bukanlah solusi yang tepat, tetapi malah menimbulkan masalah baru.
Moderasi Beragama: Upaya Menanamkan Toleransi
Pada dasarnya, moderasi beragama berupaya menanamkan sikap saling menghormati dan toleransi antarumat beragama. Ini dianggap penting di negara yang memiliki keragaman agama seperti Indonesia. Melalui program-program pendidikan, pemerintah berharap moderasi beragama bisa menjadi benteng untuk mencegah ekstremisme yang dianggap berbahaya bagi stabilitas sosial dan politik. Kementerian Agama sendiri aktif mendorong program moderasi beragama di lingkungan pelajar dengan melibatkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan kurikulum yang mendorong siswa untuk bersikap terbuka terhadap perbedaan.
Namun, pendekatan ini tak lepas dari kritik. Banyak pihak yang khawatir bahwa moderasi beragama cenderung mereduksi ajaran agama menjadi terlalu “lunak” atau terlalu kompromistis. Beberapa pihak menilai bahwa program ini justru bisa mengaburkan ajaran agama dan melemahkan semangat dakwah di kalangan pelajar, karena fokusnya yang terlalu besar pada toleransi tanpa menekankan pemahaman mendalam terhadap agama itu sendiri.
Moderasi Beragama: Masalah Kompleks
Banyak pengamat berpendapat bahwa moderasi beragama berpotensi menjadi masalah. Pendidikan agama yang terlalu moderat dikhawatirkan akan memunculkan generasi yang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang agamanya, tetapi malah mendorong mereka untuk menganggap semua agama sama. Hal ini berpotensi menciptakan kebingungan di kalangan pelajar mengenai identitas agama mereka sendiri. Selain itu, pendekatan moderasi yang menekankan pada inklusivitas tanpa pemahaman yang kuat mengenai ajaran agama bisa mengakibatkan hilangnya semangat untuk mempraktikkan ajaran agama secara kaffah (menyeluruh).
Kritik ini berakar pada pandangan bahwa Islam sebagai agama sempurna sudah mengajarkan konsep toleransi yang jelas, tanpa perlu adanya modifikasi nilai-nilai ajarannya untuk menyesuaikan dengan tuntutan moderasi. Sebagai contoh, Islam mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan hidup dalam harmoni, namun tetap menuntut agar pemeluknya memahami dan menerapkan syariat secara utuh dalam kehidupan sehari-hari.
Solusi Islam: Pendidikan Agama yang Kaffah
Solusi dari sudut pandang Islam terhadap masalah moderasi beragama adalah dengan menguatkan pendidikan agama yang menyeluruh (kaffah). Pendidikan Islam yang baik tidak hanya mengajarkan tentang toleransi, tetapi juga memberikan dasar yang kuat bagi para pelajar untuk memahami agamanya dengan benar. Pelajar diajarkan untuk mengenali hakikat dari ajaran Islam, serta bagaimana menjalankan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengorbankan prinsip-prinsip agama.
Islam tidak menolak toleransi. Justru, Islam mendorong pemeluknya untuk hidup dalam masyarakat yang beragam, namun dengan tetap memegang teguh ajaran agama. Pendidikan agama yang komprehensif harus fokus pada penguatan akidah, syariah, dan akhlak. Dengan pendekatan seperti ini, pelajar tidak hanya dibekali dengan pemahaman agama yang kuat, tetapi juga mampu bersikap adil dan bijak dalam berinteraksi dengan orang lain, terlepas dari latar belakang agama mereka.
Kesimpulan
Moderasi beragama tidak bisa dilepaskan dari kritik dan dapat menimbulkan masalah baru di kalangan pelajar. Solusi yang ditawarkan Islam adalah memperkuat pendidikan agama secara menyeluruh, di mana siswa dibimbing untuk memahami ajaran Islam dengan baik dan mengamalkannya secara utuh. Dengan demikian, generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang toleran, tetapi tetap teguh dalam keyakinan agamanya. Wallahu a’lam.