
Oleh: Alfiah, S.Si.
Linimasanews.id—Tak hanya akan punya presiden baru, Indonesia ditargetkan tak lama lagi akan memiliki ibu kota baru. Apalagi presiden yang baru nanti siap menjadi penerus kebijakan pemerintahan sebelumnya. Meski banyak kritik yang ditujukan terhadap proyek mercusuar ini, namun tampaknya tak digubris oleh pemerintah. Gambaran positif dan indah-indah terhadap IKN terus dipromosikan.
Konsep forest city dan smart city diklaim akan menjadikan Ibu Kota Nusantara (IKN) dambaan bagi setiap orang. IKN sendiri berada di provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas sekitar 2.561 km². Terkait jumlah penduduk, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Bambang Susantono memproyeksikan jumlah penduduk IKN 1,9 juta pada tahun 2045.
IKN bahkan digadang-gadang akan menjadi kota yang liveable (layak huni) dan loveable (dicintai). Namun, tampaknya hal ini hanya berlaku untuk orang-orang yang memang layak tinggal di IKN. Faktanya, masyarakat adat yang telah menetap lama berpuluh-puluh tahun di sekitar wilayah IKN justru menjadi pihak yang tak layak dan pantas diusir. Warga sekitar IKN harusnya menjadi pihak yang paling mendapatkan manfaat pembangunan ibu kota, nyatanya menjadi pihak yang paling menderita.
Seperti yang dialami oleh masyarakat adat di Kampung Tua Sabut, Desa Pemaluan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Mereka terancam terusir karena Otorita IKN memaksa mereka untuk membongkar rumahnya. Pihak Otorita meminta kepada warga adat untuk segera pindah dari kawasan tersebut dalam waktu 7x 24 jam (ayobandung.com, 3/4/2024).
Sontak saja masyarakat adat keberatan karena mereka sudah puluhan tahun tinggal di wilayah tersebut. Otoritas IKN memaksa warga Kampung Tua untuk merobohkan rumah mereka. Alasannya karena dianggap melanggar rencana tata ruang IKN. Namun dengan kerasnya penolakan dari warga adat dan kritikan dari lembaga-lembaga HAM akhirnya surat tersebut, dikabarkan telah ditarik.
Pembangunan ibu kota atau pembangunan apa pun harusnya tak semata-mata hitung-hitungan ekonomi. Ada hal yang paling krusial dan sering diabaikan oleh pemerintah yaitu rasa keadilan dan perikemanusiaan. Jika dari sisi kemanusiaan saja diabaikan, bagaimana bisa IKN akan menjadi kota yang loveable, kota yang dicintai. Padahal masyarakat membutuhkan rasa keadilan dan jaminan perlindungan. Jika perampasan tanah kerap terjadi dalam pembangunan, tentu ini mirip dengan cara- cara penjajah Belanda ketika menjajah Indonesia. Cara ini juga mirip Zionis Yahudi ketika merampas tanah Palestina.
Terkait di mana keberpihakan IKN pada alam, sebenarnya sudah banyak masukan dan kritik terhadap dampak pembangunan IKN. Agus Pambagio, penasihat senior Menteri LHK, pernah mempertanyakan studi antropologi IKN kepada OIKN. Karena menurutnya, dengan di bloknya Sungai Sepaku untuk pembangunan IKN, masyarakat adat yang biasa mengambil air 1 km menjadi 10 km. Ini bakal menjadi problem ke depan. Pembangunan IKN juga akan memotong habitat hewan, seperti beruang madu, monyet, dan hewan lainnya. Akibatnya, hewan-hewan bakal turun ke rumah-rumah penduduk. Memotong-motong bentang alam secara enviromental (lingkungan) juga berbahaya kecuali di treatment dengan baik. Di sinilah, pentingnya kearifan lokal.
Adapun Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim juga melaporkan bahwa Teluk Balikpapan rusak akibat pembangunan IKN. Rusaknya Teluk Balikpapan dimulai karena masuknya industri. Akibatnya, banyak hutan rusak dan mangrove hancur. Dampaknya terjadi kekeruhan air laut yang luar biasa dan hancurnya terumbu karang. Hal ini jelas membuat ribuan nelayan makin cemas karena sumber hidupnya akan tergusur pelan-pelan (tempo.co, 11/4/2024).
Sesungguhnya tidak ada yang salah dalam pembangunan suatu ibu kota. Karena memang suatu negara membutuhkan adanya ibu kota. Yang menjadi masalah adalah apabila pembangunan ibu kota tidak dipertimbangkan secara matang dan terencana. Karena banyak hal yang terkait demi pembangunan suatu ibu kota. Misalnya apakah memang sangat mendesak dan butuh adanya ibu kota baru, sementara ibu kota yang lama sudah ada dan masih layak.
Sumber pendanaan ibu kota juga sangat penting. Jika utang negara saja sudah menggunung, ditambah lagi utang untuk pembangunan ibu kota atau mengharapkan investor yang masuk tentu ini bisa berbahaya bagi kedaulatan suatu negara. Belum lagi dampak rusaknya lingkungan dan masyarakat sekitar yang terancam terusir.
Padahal seribu tahunan yang lalu, peringkat pertama dan kedua kota kelas dunia diraih oleh dunia Islam, Baghdad dan Cordoba. Kuncinya adalah usaha tak pernah henti untuk merencanakan kota dengan baik, melaksanakan rencana dan mengawasinya supaya tidak ada pelanggaran. Ada banyak teknologi yang dapat dilibatkan agar penataan kota berjalan optimal. Tentunya tanpa ada penggusuran dan kerusakan alam.
Pemimpin negeri ini tidak boleh abai dan masa bodoh terhadap problem yang dihadapi oleh rakyatnya karena kelak dialah nanti yang akan dimintai pertanggungjawaban tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat. Belum lagi ancaman yang akan Allah timpakan kepada pemimpin yang zalim. Rasulullah saw. telah bersabda:
“Sesungguhnya di dalam neraka jahanam itu terdapat lembah dan di lembah itu terdapat sumur yang bernama Habhab. Allah pasti akan menempatkan setiap penguasa yang sewenang-wenang dan menentang kebenaran di dalamnya.” (HR. Ath Thabrani, Al Hakim, dan Adz Dzahabi)