
Oleh: Ardiana
Linimasanews.id—Tergiur harga mobil murah, seorang karyawan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Pekanbaru, Riau, Robby Oktanugraha (33) menjadi korban penipuan Rp186 juta. Pada Selasa (20/8/2024) Robby, warga Kecamatan Payung Sekaki melihat iklan penjualan mobil Honda CRV tahun 2015 di sebuah marketplace. Tergiur dengan penawaran tersebut, Robby menghubungi penjual melalui WhatsApp dan mulai berkomunikasi terkait mobil (kompas.com, 29/09/2024).
Fakta tersebut hanya salah satu kasus penipuan. Saat ini penipuan sering kali terjadi dengan berbagai bentuk modus. Kondisi ekonomi yang serba sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat, segala cara dilakukan orang untuk mendapatkan cuan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang nekat melakukan penipuan.
Pertama, sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Pemerintah yang tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat mengakibatkan tercipta banyak pengangguran di usia yang terbilang masih produktif. Negara abai memenuhi hak warganya untuk mendapatkan penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti sandang, pangan, dan papan.
Kedua, gaya hidup yang hedonis. Di zaman kapitalis seperti sekarang ini, masyarakat sangat konsumtif. Gaya hidup serba glamor untuk mendapatkan status sosial yang tinggi melanda sebagian orang hingga mereka rela melakukan apa saja agar kelihatan terpandang. Untuk semua itu diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Karena lemahnya kontrol diri dan jauh dari nilai Islam, maka untuk mendapatkan materi tidak lagi memandang halal dan haram. Mereka mau melakukan pekerjaan yang haram untuk mendapatkan uang dengan mudah. Padahal, di dalam syariat Islam ada larangan mengambil harta orang lain. Transaksi yang diperbolehkan ialah perdagangan yang kedua belah pihak, baik penjual ataupun pembeli sama-sama dalam keadaan rida.
Allah telah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa’: 29)
Ketiga, sanksi yang diberikan negara kepada para pelaku kejahatan dalam hal ini penipuan terbilang ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Terkadang para pelaku kejahatan hanya dijatuhi hukuman penjara dengan waktu yang singkat, kemudian bebas bersyarat maupun mendapatkan remisi ataupun grasi sehingga setelah bebas mereka mengulangi lagi kejahatan serupa.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi warga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemimpin negara (khalifah) akan mengurusi umatnya sehingga akan tercipta kesejahteraan dan kemakmuran. Tidak akan ada lagi pengangguran yang akan menimbulkan kesengsaraan hidup masyarakat.
Negara juga berperan menanamkan kesadaran dan ketakwaan individu masyarakat. Rakyat, terutama muslim akan ditanamkan nilai-nilai Islam sejak dini sehingga mengerti perbuatan yang halal dan haram.
Dengan penerapan syariat Islam, sanksi atau hukuman bagi para pelaku kejahatan akan berjalan sesuai dengan syariat Islam sebagai jawabir (penebus siksa di akhirat) dan jawazir (pencegah) yang menimbulkan efek jera. Bagi pelaku yang mengambil hak orang lain secara batil, menipu, menggelapkan harta, korupsi atau mencuri, akan dilihat motif dan akan dihitung nisabnya.
Rasulullah saw. bersabda bila seseorang melakukan pencurian sebesar seperempat Dinar (1 Dinar = 4,25 emas murni) atau lebih maka hukumannya adalah dipotong tangan (HR. Muslim). Rasulullah saw. pun bersabda, “Sungguh jika putriku Fatimah binti Muhammad yang mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari)
Hal ini dipertegas juga di dalam Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 38, Allah Swt. berfirman, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Penegakan hukum yang tegas ini mampu menjadi pencegah terjadinya kejahatan dan membuat kejahatan tidak terulang kembali.