
Suara Pembaca
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hampir 53.000 tenaga kerja sudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024, yaitu mencapai 52.933 orang (kompas.com, 29/09/24).
Badai PHK itu akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri karena negara menggunakan sistem kapitalisme. Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi. Ini merupakan bentuk negara lepas tanggung jawab dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.
Perusahaan swasta yang tumbuh akan menjalankan prinsip-prinsip kapitalisme dalam bisnisnya. Yaitu, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan saja. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan kerugian sekecil-kecilnya, salah satunya dengan mengecilkan biaya produksi. Pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi.
Sementara itu, melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja, perusahaan diberikan kemudahan untuk melakukan PHK. Di saat yang sama, sangat disayangkan bisa mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) dengan persyaratan yang makin dipermudah. Begitulah sistem kapitalisme. Tidak ada jaminan pekerjaan untuk rakyat, sekalipun laki-laki di usia produktif yang wajib menafkahi keluarganya.
Sedangkan dalam Islam, negara wajib untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Negara juga akan membangun iklim usaha yang kondusif dan memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja. Negara juga wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok melalui berbagai mekanisme sesuai hukum syara agar terciptanya kesejahteraan.
Laila Quni Istaini, S.E.