
Oleh: Dini Azra
Linimasanews.id—Zionis Yahudi makin menunjukkan kesombongannya dengan melakukan serangan membabi-buta yang kian merajalela. Tak cukup melakukan penghancuran dan genosida terhadap Palestina, kini Zionis mengalihkan serangan roketnya ke Beirut, Libanon. Pada Jumat (28/9/2024) negeri penjajah itu meluncurkan roket ke Ibu Kota Negeri Rafic Hariri, Beirut. Serangan tersebut mengakibatkan hancurnya tujuh bangunan di daerah pinggiran Haret Hreik, dan mengubahnya menjadi puing bangunan. Menurut laporan Al-Jazeera pada awal peristiwa sedikitnya dua orang tewas dan 76 orang terluka, tetapi jumlah korban tewas diperkirakan jauh lebih tinggi.
Seperti biasa, pihak Israel selalu berdalih bahwa serangan tersebut menargetkan markas besar pusat Hizbullah yang dibangun di bawah bangunan tempat tinggal. Mereka pun mengklaim itu sebagai serangan tepat sasaran. Media Israel melaporkan bahwa pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah berada di markas yang diserang dengan bom penghancur. Namun, ada bantahan dari sumber yang dekat dengan Hizbullah yang menyatakan bahwa Nasrallah berada di tempat yang aman.
Saling serang secara verbal pun terjadi antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Perdana Menteri Libanon Najib Mikati pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Netanyahu berjanji akan melanjutkan serangannya, sedangkan Najib Mikati mengatakan agresi baru ini membuktikan musuh Israel tidak peduli dengan semua upaya internasional yang menyerukan gencatan senjata (CNBCIndonesia, 28/9/2024).
Zionis Israel makin arogan dan merasa digdaya, menganggap tidak ada negara maupun badan dunia yang bisa mengalahkannya. Hal ini dikarenakan upaya-upaya yang dilakukan badan dunia seperti PBB hanya menghasilkan seruan dan kecaman saja tanpa tindakan nyata. Seharusnya, PBB yang menjadi wadah aspirasi berbagai bangsa dunia bisa mengeksekusi zionis sesuai dengan keputusan yang diambil berdasarkan keputusan bersama seluruh anggotanya.
Begitupun negara-negara yang selama ini turut bersuara mendukung kebebasan Palestina. Pidato dukungan yang mereka sampaikan di forum-forum internasional tidak memberikan solusi fundamental dan masih sebatas retorika politik belaka.
Negeri-negeri muslim bahkan masih banyak yang diam, tidak menunjukkan pembelaan secara terbuka, apalagi mengerahkan tentara mereka untuk menyerang Israel demi mengembalikan kemerdekaan Palestina. Selama ini hanya beberapa negara yang memilih untuk menyerang Israel dengan kekuatan militer sebagaimana dilakukan milisi Yaman, Libanon, dan Iran. Kekuatan ini belum cukup untuk mewujudkan kemenangan bagi umat muslim Palestina. Bukankah jumlah penduduk muslim dunia begitu besar dan seharusnya mampu mengerahkan kekuatan lebih besar untuk melawan Zionis Yahudi yang nyata-nyata telah menumpahkan darah kaum muslimin?
Namun, pembelaan dari seluruh kaum muslimin terhadap rakyat Palestina yang dijajah tidak akan tercipta selama kondisi mereka masih terpecah-pecah. Setiap negara punya aturan dan kepentingan masing-masing dalam menjaga eksistensi di kancah dunia internasional. Terlebih, ikatan nasionalisme yang membelenggu membuat tubuh kaum muslimin yang seharusnya menjadi satu kesatuan, satu perasaan dan tujuan. Kendati negeri-negeri muslim ini terus memberikan dukungan baik moril maupun materiil, tapi masih bersifat pragmatis. Masih setengah hati karena tidak mau rugi dan menyelamatkan kepentingan negaranya sendiri.
Kesadaran untuk membela Palestina sebagai kewajiban terhadap saudara muslim yang terikat dengan akidah Islamiyah, tidak mungkin terealisasi selama kaum muslimin masih bernaung dalam sistem demokrasi. Demokrasi dibangun atas dasar kapitalisme dan sekularisme. Kapitalisme selalu mengarahkan tujuan untuk mendapatkan manfaat atas semua tindakan yang diambil baik individu maupun negara. Sedangkan sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga keterikatan kaum muslimin atas akidah dan persaudaraan itu termasuk wilayah keagamaan. Sedangkan, dalam percaturan politik dunia yang harus diprioritaskan adalah nasionalisme. Hal inilah yang menahan negeri-negeri muslim untuk mengerahkan tentara mereka melawan Israel.
Persatuan umat Islam yang hakiki hanya bisa terwujud jika umat memiliki pemimpin tunggal sebagai junnah (perisai) yang akan melindungi dan menyelamatkan kaum muslim yang sedang tertindas. Khilafah Islamiyah akan mengikatkan kembali simpul-simpul Islam yang sudah terurai, mempersatukan kembali umat muslim yang sudah tercerai-berai dan sedang dikuasai oleh hegemoni kafir Barat, memutuskan ikatan nasionalisme yang membuat umat Islam tersekat-sekat.
Dengan satu kepemimpinan yang juga akan menerapkan sistem Islam secara keseluruhan kekuatan, kaum muslimin akan tampak di mata dunia. Hanya dengan satu komando seorang khalifah, maka seluruh pasukan muslim dari penjuru dunia akan bergerak menolong umat yang sedang terjajah seperti Palestina. Kekuatan yang dibangun berdasarkan akidah, aqliyah, dan sistem Islam, akan menggentarkan musuh. Kesombongan penjajah Israel pun akan runtuh dan kekuasaannya yang mendominasi dunia perlahan akan jatuh dengan upaya penuh umat Islam dan atas izin Allah yang Maha Memenangkan.
Dalam kondisi umat saat ini, yang terpenting adalah membangun kesadaran umat Islam akan kewajibannya membela Palestina. Tidak boleh ada keraguan di dalam hati karena ini adalah perintah syar’iyah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman tak lain adalah saudara.” (QS. Al-Hujurat:10)
Rasulullah Shalallahu alaihi Wasalam juga bersabda, “Setiap muslim adalah adalah saudara bagi muslim lainnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menyelamatkan saudara muslim dari sasaran kezaliman adalah wajib. Namun, tanpa adanya pemimpin Islam yang memimpin berdasarkan agama, bantuan yang bisa diberikan hanya bersifat parsial. Begitupun kelompok-kelompok militan Islam pun tak akan mampu menyelamatkan jika mereka berjuang sendiri-sendiri tanpa pemimpin yang mengarahkan. Selain itu, kekuatan mereka tidak akan berimbang melawan penjajah dan para sekutunya. Satu-satunya jalan adalah dengan menyatukan kekuatan seluruh umat Islam di bawah naungan Daulah Islamiah yaitu Khilafah.