
Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd. (Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Linimasanews.id—Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal China, yang telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah (cnbcindonesia.com, 15/5/2024). Mengutip detik.com, warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH membuat negara rugi hingga triliunan rupiah. Angka itu dihitung berdasarkan hilangnya cadangan emas akibat penambangan ilegal.
Dalam persidangan terungkap emas yang berhasil digasak YH melalui aktivitas penambangan ilegal yang dilakukannya di Ketapang 774,27 kg. Tak hanya emas, ia juga berhasil mengeruk cadangan perak di lokasi tersebut 937,7 kg. Akibatnya, Indonesia rugi Rp1,02 triliun imbas aktivitas tersebut (cnnindonesia.com, 27/9/2024)
Aktivitas penambangan emas ilegal juga terjadi di Nagari Sungai Abu Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Akibat aksi penambangan ilegal ini menyebabkan longsor lubang galian yang memakan korban pada Kamis (26/9/2024) sore. “Sebanyak 15 orang meninggal dunia, 11 sudah dibawa 4 masih di lokasi. Dan 25 lagi masih tertimbun serta 3 orang lagi mengalami luka,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok Irwan Efendi (liputan6.com, 27/9/2024).
Peristiwa ini menunjukkan gagalnya negara mengelola kekayaan alam yang mengakibatkan pengelolaan tambang begitu karut-marut. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya kejadian buruk di negeri ini, seperti longsor di lokasi penambangan yang memakan korban jiwa. Tidak hanya itu, akibat penambangan emas secara ilegal ini menyebabkan negara kehilangan kekayaan alam berupa emas karena ditambang oknum tertentu.
Negara haruslah memiliki big data kekayaan atau potensi alam di wilayah tanah air dan juga memiliki kedaulatan dalam mengelolanya. Sehingga baik tambang dalam skala besar atau kecil dapat dimanfaatkan dengan baik. Negara juga harus pula negara memiliki kewaspadaan tinggi atas pihak asing dan pihak lainnya yang berniat merugikan Indonesia.
Kegagalan negara dalam mengelola kekayaan alam ini tidak lain disebabkan karena aturan yang diterapkan di negeri ini adalah sistem kapitalisme. Sistem yang membuat penguasa cuci tangan atas persoalan pengurusan sumber daya alam yang tepat dengan mengatasnamakan penambangan ilegal. Sistem yang berorientasi materi ini membuat negara setengah hati mengurus rakyatnya. Hal ini terlihat dari kasus tambang ilegal yang dibiarkan berulang sekalipun ada undang-undang yang mengaturnya.
Sangat berbeda dengan negara Islam yakni negara Khilafah dalam mengelola tambang. Islam mengatur peran negara begitu jelas dan gamblang, hal ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim. “Khalifah (pemimpin) adalah raa’in (pengurus) dan junnah (perisai).” (HR Bukhari dan Muslim)
Kesadaran negara terhadap dua peran ini akan menuntun negara mengatur potensi kekayaan alam sesuai dengan ketentuan Allah dan selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah memberi contoh tata cara mengelola harta tambang, contoh tersebut merupakan hukum syariat yang wajib diambil oleh negara dalam mengelola tambang.
Dari Abu Hurairah secara marfu’ Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya): rumput/padang gembala, air, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan meminta beliau Shallallahu alaihi wasallam agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi Shallallahu alaihi wasallam pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hammal radhiyallahu anhu telah pergi ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu Al Mutawakil berkata, “Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (Abu Daud dan Tirmidzi)
Melalui dalil-dalil tersebut, default pengaturan tambang dalam Islam adalah barang tambang yang jumlahnya melimpah haram dimiliki oleh individu, karena harta tersebut milik umum. Syekh Abdul Qodim Zallum, dalam kitabnya “Al Amwal fi Daulah al-Khilafah” halaman 54. Beliau menjelaskan konsep kepemimpinan dan pengelolaan tambang dalam Islam berkaitan dengan konsep kepemilikan, yaitu:
Pertama, milik individu. Yakni harta tambang yang jumlahnya sedikit.
Kedua, milik umum (milkiyah ‘ammah). Yakni harta tambang yang depositnya melimpah.
Ketiga, milik negara. Yaitu sumber daya alam yang dikonservasi (himma).
Dengan syariah ini, negara Khilafah mengatur pengelolaan tambang dan memetakan wilayah tambang. Banyak sedikitnya barang tambang ditentukan oleh para ahli terkait, sementara himma diperuntukkan kebutuhan negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan. Jika jumlahnya melimpah maka negara Khilafah sebagai wakil umat akan mengelola tambang tersebut secara mandiri tanpa campur tangan individu (swasta), karena monopoli tambang hukumnya haram.
Dengan konsep ini, negara Khilafah sanggup menutup celah perampokan tambang oleh pihak asing. Hasil pengelolaan tambang ini akan dikembalikan kepada umat, distribusinya bisa diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energi dan sejenisnya. Negara juga bisa memberikan harta milik umum secara tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum Baitul Mal.
Sementara jika jumlahnya sedikit dan wilayah tersebut tidak membahayakan untuk dieksplorasi dan dieksploitasi, negara Khilafah mengizinkan individu atau swasta mengelola tambang tersebut, dengan syarat mulai dari prosedur, alat-alat yang digunakan, dan para pekerjanya harus disesuaikan dengan kualifikasi yang ditentukan oleh negara Khilafah. Agar kebijakan ini tidak diremehkan, Khilafah memerintahkan qadi hisbah untuk mengontrol kualitas pengelolaan tambang individu secara berkala. Sehingga dalam kebijakan ini, Khilafah tetap bisa memastikan jaminan keselamatan rakyat.
Tidak hanya itu, Khilafah juga bisa mencegah terjadinya bencana longsor di tanah tambang. Alhasil, pengelolaan tambang yang dilakukan oleh negara ataupun individu tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dan mampu memberi kesejahteraan. Terlebih negara Khilafah juga memastikan individu dan masyarakat memiliki kepribadian Islam melalui sistem pendidikan Islam. Sehingga individu yang ada bukan individu yang mudah membahayakan diri dengan ikut tambang ilegal minim safety demi mengejar keuntungan.
Masyarakat Khilafah juga bukan masyarakat yang apatis jika ada kemungkaran, mereka akan aktif melakukan amar makruf nahi munkar terhadap sesama. Demikianlah pengelolaan tambang dalam Islam. Tidakkah umat menyadari betapa berkahnya urusan manakala hidup diatur oleh syariat Islam secara kaffah. Wallahualam bisawab.