
Oleh : Ratna Kurniawati, SAB
Linimasanews.id—Akhir-akhir ini Nadiem Makarim selaku Mendikbud Ristek mengeluarkan kebijakan baru terkait aturan seragam sekolah tahun 2024. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH Kemendikbud Ristek) menjelaskan bahwa aturan terkait seragam sekolah masih mengacu pada Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 50/2022 yang masih berstatus berlaku. Menurut Inspektorat Jenderal Kemendikbud Ristek aturan terbaru bertujuan mengutamakan kesetaraan tanpa memandang latar belakang, sosial ekonomi, meningkatkan disiplin, dan menumbuhkan tanggung jawab, nasionalisme, kebersamaan, hingga persatuan siswa.
Selain kebijakan diatas, masih banyak kebijakan Mendikbud Ristek yang kontroversial antara lain :
1. Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum merdeka belajar telah ditetapkan sebagai kurikulum nasional untuk semua jenjang pendidikan tahun 2024. Adapun kurikulum merdeka belajar merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dimana konten pembelajaran akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu guna mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Salah satu karakteristik utama yang ingin dicapai dalam kurikulum ini adalah proyek penguatan profil pemuda pancasila atau P5 yang salah satu isinya mengusung kebhinekaan global yang mencakup kearifan lokal yang salah satu implementasinya arahan untuk pemakaian pakaian adat masing-masing daerah sebagai seragam sekolah. (detiksulsel, 14/7/2023)
2. Skripsi tidak diwajibkan
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomer 53 Tahun 2023 tentang Penjamin Mutu Pendidikan Tinggi disebutkan kalau mahasiswa jenjang S1 dan D4 tidak lagi wajib membuat skripsi sebagai syarat kelulusan, dan sebagai gantinya tugas akhir yang bisa berbentuk bermacam-macam seperti prototipe, proyek lainnya yang bisa dikerjakan secara berkelompok.
3. Program Organisasi Penggerak (POP)
Program Organisasi Penggerak yang digagas pada tahun 2020 oleh Nadiem Makarim menuai beragam kritikan karena akan mengeluarkan anggaran sebesar Rp 595 Miliar setiap tahun dari kas negara. Bukan hanya terkait anggaran yang besar saja, proses seleksi organisasi kemasyarakatan (ormas) yang akan menerima bantuan POP dinilai tidak transparan. Oleh karena itu, melihat berbagai kontroversi akhirnya Nadiem menunda POP dan akan mengevaluasi.
4. Penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi
Nadiem mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang penanganan kekerasan di perguruan tinggi. Peraturan tersebut menjadi kontroversial karena terdapat kalimat “tanpa persetujuan korban” sejumlah definisi kekerasan seksual dalam Pasal 5 Permendikbud Ristek. Alhasil pemilihan definisi diatas menuai kritikan dari Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Peraturan Pembangunan. Definisi tersebut seolah akan memberikan ruang untuk terjadinya seks bebas di lingkungan pendidikan.
5. Membubarkan BSNP
Nadiem Makarim membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan menggantinya dengan Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan dengan alasan lembaga tersebut dinilai tak penting dalam merumuskan standar pendidikan nasional. Selain itu, Nadiem juga menghilangkan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan dan menggantinya dengan Balai Guru Penggerak berdasarkan PP Nomor 57 Tahun 2021.
6. Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia hilang
Nadiem sempat menjadi sorotan publik ketika Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia tidak muncul di PP Nomor 57 Tahun 2021. Dalam PP tersebut tidak menyebutkan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing lainnya dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Hal ini tentu menjadi kontroversial karena UU Nomor 20 Tahun 2003 menegaskan kalau pendidikan nasional di Indonesia diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terkait hal tersebut Nadiem menyatakan akan merevisi dan meralat aturan tersebut.
Paradigma Sekuler
Indonesia sejak awal merdeka hingga saat ini, berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan sudah cukup banyak. Namun tidak ada perubahan yang mendasar pada kemajuan SDM anak bangsa. Hal ini disebabkan karena paradigma yang melandasi sistem pendidikan adalah sekulerisme.
Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dalam kehidupan dan negara. Adapun implementasi dalam dunia pendidikan dapat terlihat secara nyata yaitu pemisahan SD, SMP, SMA dalam naungan dinas pendidikan dan MI, MTS, MA dalam naungan Departemen Agama atau biasa dikenal dengan sekolah agama dan sekolah umum.
Jauh sebelum ini, lembaga pendidikan adalah pondok pesantren dan memanggil guru ngaji ke rumah. Pada saat Belanda menerapkan politik Balas Budi, mulailah sekolah didirikan dengan kurikulum ala Barat pada tahun 1913 dengan nama HIS (Hollandsch-Inlandsche Scholl) atau Sekolah Rakyat pertama di Yogyakarta atas desakan kaum nasionalis. Hal ini dilakukan oleh penjajah guna mengubah pemikiran umat Islam dan mematikan semangat jihad fi sabillilah melawan invasi penjajah.
Kondisi ini terus berlangsung hingga gema hijrah menjadi nyata efek dakwah Islam ideologis. Pendidikan berbasis aqidah Islam kian diminati. Hijab menjadi tren di lembaga resmi pemerintah baik instansi negara maupun swasta termasuk sekolah negeri dan swasta. Bahkan pemerintah daerah yang mewajibkan seragam sekolah menutup aurat bagi siswa dan siswa muslim.
Situasi diatas cukup meresahkan bagi para pembenci Islam. Berbagai upaya mereka lakukan baik melalui pemerintah, LSM, dan lembaga pendukungnya. Dalam upaya mendistorsi ajaran agama Islam, penguasa melakukan penarikan buku-buku agama dan mengubah (menghapus) konten Islam ideologis. Pemerintah juga membuat proyek one product one pesantren. Proyek ini akan mengalihkan peran utama pesantren sebagai basis pencetak ulama menjadi sekedar pencetak tenaga kerja. Serta masih banyak proyek yang bertujuan serupa.
Bahkan kebijakan Mendikbud ristek hari ini berfokus bahwa semua lembaga pendidikan mencetak tenaga kerja dengan skill dengan skill yang mereka kuasai agar terserap di dunia kerja. Semua diarahkan pada pendidikan vokasi sedangkan kepribadian peserta didik tidak menjadi hal yang diutamakan. Sekolah ramah anak yang digadang-gadang mampu menjadi solusi atas problematika dalam dunia pendidikan seperti bullying, intoleransi, dan kekerasan seksual tidak mengurangi permasalahan itu sendiri.
Sejatinya permasalahan yang mendasar adalah arus kebebasan yang dijamin oleh sistem demokrasi kapitalis yang menyuburkan problematika tersebut. Alih-alih menghasilkan generasi yang berkualitas, malah berbagai kebijakan saat ini semakin menjauhkan generasi dari fitrahnya sebagai hamba Allah Swt.
Solusi Islam
Pendidikan merupakan proses membentuk pola pikir dan pola sikap manusia. Paradigma pendidikan dalam Islam adalah kalimat tauhid. Belajar merupakan konsekuensi keimanan dan ibadah yang tinggi nilainya. Berdasarkan firman Allah Swt dalam Al Qur’an :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis maka lapangkanlah. Niscaya Allah Swt akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat Allah Swt Maha teliti apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Mujadalah 58:11)
Rasulullah SAW bersabda : “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim, no.2699)
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk melahirkan output berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan menguasai ilmu kehidupan (matematika, sains, teknologi, dll)
Pada usia dini dan jenjang yang paling dasar yakni TK dan SD porsi pemberian tsaqofah Islam yang paling dominan. Penambahan ilmu terapan porsinya disesuaikan dengan usia dan tingkatan. Sedangkan tsaqofah asing dipelajari pada jenjang perguruan tinggi guna mencari kelemahan dan keburukannya.
Daulah Islam bertanggung jawab penuh atas mekanisme penanganan sistem pendidikan Islam mulai dari pembentukan departemen khusus yang mengurus pendidikan, biaya, sarana dan prasarana.
Pendidikan merupakan kebutuhan jama’ah maka negara mengambil pendanaan dari baitul mall yakni pos pengelolaan sumber daya alam sehingga rakyat bisa mendapatkan pendidikan gratis dan terjangkau untuk semua warga negara. Alhasil kebijakan penerapan kurikulum Islam bebas dari intervensi kepentingan siapapun.
Oleh karena itu, sudah saatnya pejuang Islam kaffah menyadarkan umat untuk kembali kepada sistem pendidikan Islam untuk mencetak generasi yang gemilang dalam naungan daulah khilafah Islamiyah. Wallahualam bishawab