
Oleh: Resti Ummu Faeyza
Linimasanews.id—Sebelum dilantik, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sigap menyusun kabinet dengan berbagai posisi menteri di dalamnya. Tak heran, hampir setiap hari, media cetak maupun elektronik mencoba menilik siapa saja orang-orang yang datang ke kediaman Presiden terpilih, prabowo subianto di Kertanegara. Prabowo memanggil sedikitnya 49 tokoh, termasuk 16 menteri dari Kabinet Indonesia Maju di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan demikian, hampir separuh menteri Kabinet Indonesia Maju turut dipanggil oleh Prabowo (antaranews.com, 16/10/2024).
Rencananya prabowo juga akan memecah beberapa kementerian menjadi nomenklatur baru. Presiden terpilih tersebut merancang 1 orang menteri dengan didampingi 1-3 wakil menteri. Alhasil, tidak dapat disangkal, kabinet baru ini akan menjadi kabinet tergemuk di sepanjang sejarah Indonesia.
Tak hanya jumlah orang yang akan bertambah, tentu saja jumlah anggaran pun akan membengkak. Setidaknya, akan ada 108 orang yang akan menempati posisi menteri, wakil menteri, dan kepala badan. Jika kita amati dari setiap pemberitaan yang ada, sebagian besar dari mereka tampak belum memiliki bukti kompetensi yang baik dalam bidang politik dan pelayanan masyarakat. Tak dapat dimungkiri, tradisi bagi-bagi kue dan jatah balas budi pasca pemilihan presiden dan wakil presiden tetaplah ada.
Dengan semua lika-liku pemilihan menteri untuk kabinet baru 5 tahun ke depan ini, sangat bisa dipastikan, rakyat hanya akan dijadikan penonton dan dijadikan korban keegoisan para pemimpinnya. Sangat jelas bahwa penempatan para menteri tersebut sarat dengan kepentingan partai dan kelompoknya masing-masing, bukan karena mempertimbangkan apa yang dibutuhkan oleh rakyat.
Rakyat harus bersiap-siap dengan segala konsekuensi dari sistem demokrasi kapitalis yang akan kembali terulang di 5 tahun ke depan. Membengkaknya anggaran kementerian jelas akan terjadi dan akan mempengaruhi ekonomi masyarakat. Para penguasa akan bersenang-senang dan rakyat tetap akan menderita.
Dalam sistem demokrasi kapitalisme, kepentingan rakyat memang akan di kesampingkan. Rakyat hanya akan merasakan pesta semu saat pemilihan presidennya. Namun akan merasakan kenyataan pahit sepanjang hidupnya. Janji-janji pemimpinnya hanya akan manis di bibir saja. Dalam sistem bobrok ini, para pemimpin tidak memiliki kesadaran hubungannya dengan Tuhan.
Sehingga tidak timbul rasa takut akan dosa dan hisab juga pertanggungjawaban mereka kelak di akhirat. Berbeda jauh dengan sistem Islam yang para pemimpinnya dipilih bukan sekadar karena ketokohannya saja, melainkan juga karena kesanggupannya untuk menerapkan syariat secara menyeluruh di muka bumi.
Pasalnya, pemerintahan yang berlangsung haruslah dibimbing langsung oleh wahyu (syariat islam) agar setiap pemimpinnya dapat bersikap hati-hati dalam mengambil setiap keputusan. Sehingga, masyarakat dapat dipelihara dan dilindungi dengan penuh amanah. Bukan pengkhianatan dan kepentingan kelompoknya masing-masing. Wallahualam.