
Oleh: Luthfia Rifaah (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja)
Linimasanews.id—Generasi Z yang tumbuh di era teknologi digital ini menghadapi banyak tantangan dalam membentuk gaya hidup. Salah satunya, fenomena fear of missing out (FOMO), you only live once (YOLO) dan fear of other people’s opinion (FOPO) yang menambah tekanan sosial untuk selalu mengikuti arus.
FOMO adalah perasaan cemas atau takut ketinggalan tren atau aktivitas penting yang menjadi lebih intens di kalangan remaja dan dewasa muda akibat dominasi media sosial dan teknologi digital. Gaya hidup yang didorong oleh FOMO, YOLO, dan FOPO mencerminkan dampak negatif teknologi telah mengubah pola pikir generasi, mendorong mereka untuk terus mengonsumsi dan mengejar tren materialistik tanpa mempertimbangkan dampak efek jangka panjangnya. Hal ini ditunjukkan pada perilaku konsumtif, terutama dalam penggunaan layanan digital seperti financial technology (fintech).
Salah satu contoh nyata dari gaya hidup konsumtif ini adalah tingginya tingkat adopsi layanan fintech oleh kalangan muda, baik dari generasi milenial (kelahiran 1981-1996) maupun Gen Z (kelahiran 1997-2012). Berdasarkan laporan Lokadata.id, sekitar 78% generasi milenial dan gen Z menggunakan aplikasi fintech setiap hari, termasuk dompet digital dan pinjaman online. Meskipun fintech menawarkan kemudahan, tingginya adopsi ini berisiko jika tanpa diimbangi literasi keuangan yang tepat.
Pakar keuangan Habriyanto mengungkapkan bahwa gaya hidup seperti FOMO dan YOLO dapat menyebabkan masalah finansial karena generasi muda cenderung mengikuti tren tanpa perhitungan potensi akan membuat mereka terjebak dalam utang yang tidak produktif.
Penggunaan layanan pinjaman fintech tanpa pemahaman mendalam tentang dampaknya bisa menyebabkan banyak anak muda terjebak dalam utang yang sulit dilunasi, terlebih jika uang tersebut digunakan untuk kebutuhan yang tidak mendesak atau sekadar memenuhi gaya hidup.
FOMO dan gaya hidup materialistik yang makin mendominasi Gen Z bukanlah fenomena yang muncul secara kebetulan. Sistem kapitalisme liberal yang mendominasi ekonomi dunia saat ini turut berperan besar. Karena, sistem ini mengutamakan kebebasan individu dalam konsumsi dan gaya hidup, mendorong nilai-nilai hedonistik dan konsumerisme. Dalam sistem ini, media sosial menjadi alat utama dalam budaya modern, memperkuat dorongan dengan menampilkan standar-standar kehidupan mewah yang mendorong generasi muda untuk terus mengejar tren.
Banyak generasi muda, khususnya Gen Z saat ini merasa bahwa kebahagiaan dan kesuksesan diukur berdasarkan banyaknya kepemilikan, atau seberapa sering mereka terlihat mengikuti tren terbaru. Sosial media menggambarkan kehidupan yang “sempurna”, hingga menambah tekanan untuk terus membeli dan mengikuti tren, meskipun sering kali tidak realistis atau tidak berkelanjutan secara finansial.
Gen Z sebagai Agen Perubahan
Dampak dari gaya hidup materialistik ini tidak hanya terbatas pada kondisi finansial, tetapi juga memengaruhi potensi besar yang dimiliki oleh generasi Z. Alih-alih fokus pada pengembangan diri, pendidikan, atau karir, mereka lebih terdorong untuk memenuhi tuntutan sosial yang dangkal. Ini menyebabkan pengabaian terhadap kemampuan mereka untuk berprestasi dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Islam melihat pemuda sebagai “agen perubahan” yang memiliki potensi luar biasa. Dalam ajaran Islam, pemuda tidak hanya memiliki kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan moral dan intelektual yang dapat menjadi pendorong utama perubahan sosial dan peradaban. Pemuda Islam dipandang sebagai kekuatan yang sangat dibutuhkan untuk membawa umat menuju kebangkitan yang lebih besar. Islam menekankan bahwa hidup bukan hanya soal mengejar materi atau tren, tetapi tentang memberikan kontribusi yang berarti bagi agama dan umat Islam.
Sistem Islam Membimbing Pemuda
Islam menawarkan solusi sistemis yang mampu mengarahkan pemuda untuk menghindari jebakan gaya hidup materialistik yang ditawarkan oleh kapitalisme. Islam mengajarkan bahwa kehidupan manusia memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar memenuhi kesenangan duniawi. Islam memotivasi pemuda untuk fokus pada pengembangan diri yang lebih bermakna, seperti peningkatan ilmu pengetahuan, pengabdian kepada umat, dan pencapaian spiritual.
Sistem Islam terutama dalam naungan Khilafah Islamiyah, pernah membawa umat Islam mencapai peradaban yang gemilang. Potensi pemuda jika diarahkan dengan baik melalui sistem Islam dapat kembali menghasilkan kontribusi yang luar biasa bagi kebangkitan umat. Dengan memberikan arah hidup yang jelas dan membimbing mereka untuk memprioritaskan hal-hal yang lebih substansial daripada kepuasan material, Islam bisa menjadi solusi bagi Gen Z untuk keluar dari lingkaran materialisme yang membelenggu mereka. Jika potensi Gen Z diarahkan dengan benar, mereka dapat menjadi agen perubahan yang membangun kembali peradaban yang gemilang.