
Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)
Linimasanews.id—Duhai, siapa yang tak tahu peristiwa nahas yang menimpa Palestina. Seluruh dunia menyaksikan kebrutalan dan kebiadaban Zionis Yahudi selama 12 purnama. Tak ada tanda untuk berhenti, justru serangan Zionis Yahudi meluas hingga ke Lebanon, negeri tetangga Palestina. Zionis Yahudi tetap jemawa menduduki tanah Palestina meski telah memusnahkan hampir seluruh wilayah Gaza. Kebengisan dan kebiadaban mereka tak usai meski telah mewafatkan dua petinggi Hamas, Ismail dan Yahya.
Persoalan Palestina Bukan Perang, tetapi Penjajahan
Persoalan Palestina bukan hanya hitungan bulan atau tahun saja. Tetapi sudah lebih tiga perempat abad, Zionis Yahudi bercokol di sana hendak merampas negeri muslim yang diberkahi. Sudah 76 tahun Zionis Yahudi mengobarkan penjajahan, membuat persoalan di Palestina berlarut-larut.
Persoalan Palestina disebut-sebut sebagai persoalan kemanusiaan. Namun, kebrutalan Zionis Yahudi menyingkap tabir visinya di sana sebagai simbol pendudukan. Sering pula persoalan Palestina dikatakan sebagai perang, nyatanya kondisi tersebut adalah penjajahan.
Secara historis, ditemukan fakta bahwa Zionis Yahudi datang dan merampas tanah yang diberkahi. Mereka mendirikan negara di atas negara. Bahkan, mereka terus merampas wilayah dan memancarkan genosida demi bisa menjadi penguasa tunggal di Palestina.
Persoalan Palestina dalam Konstelasi Politik Internasional
Persoalan Palestina dengan Zionis Yahudi hakikatnya adalah konflik dengan para penjajah negara Barat karena negara-negara Barat yang melahirkan “negara Israel” dan mendukungnya dengan senjata dan lain-lain. Yahudi berani dan terang-terangan merebut tanah suci kaum muslim karena dukungan besar dari negara adidaya, Amerika Serikat. Sementara, Palestina dalam kancah perpolitikan internasional adalah wilayah dalam pemetaan Barat sebagai wilayah Timur Tengah yang menjadi kue kemenangan Perang Dunia Pertama bagi negara Barat.
Sejak Perang Dunia Pertama (PD I), Palestina dan negeri-negeri muslim yang ada di wilayah Timur Tengah dikerat-kerat dan diserahkan kendalinya pada negara Barat yang menang PD I. Jadi, pendudukan dan penjajahan di Palestina adalah sebuah rencana besar Barat untuk meniadakan Islam dan kaum muslim dari muka bumi. Apalagi saat Zionis Yahudi berhasil masuk ke wilayah Palestina, muslim di sana menjadi bulan-bulanan rudal dan senjata mereka. Genosida di Palestina menjadi tontonan seluruh dunia.
Amerika Serikat (AS) sebagai negara adidaya tentu tak ingin digeser posisinya. Negeri berjuluk Paman Sam itu tak akan pernah rela ideologi kapitalisme yang diembannya terganti dengan sistem Islam. Sebab, hal itu akan mengancam hegemoninya di berbagai negeri muslim, terutama negeri muslim yang kaya sumber daya alam (SDA). Apalagi AS getol memerangi Islam dan kaum muslim dengan jargon “War on Terorism” pasca peristiwa Nine One One.
AS menyadari betul bahwa Timur Tengah adalah tempat berjayanya peradaban Islam kala itu. Sehingga, AS dan sekutunya hendak meredupkan sisa-sisa sejarah itu. Bahkan, mereka hendak memadamkan cahaya Islam. Strategi stick dalam politik luar negeri “stick and carrot” diterapkan ke Timur Tengah, khususnya Palestina yang menjadi magnet pejuang-pejuang muslim. Stick dalam arti penjajahan dengan kekerasan fisik dihantamkan ke berbagai wilayah Timur Tengah lainnya, baik secara berhadapan langsung maupun proxy, seperti hadirnya Zionis Yahudi di Palestina.
Sayangnya, negeri muslim lainnya di wilayah Timur Tengah tampak sibuk dengan urusannya sendiri dengan dalih nasionalisme. Jika berani membantu secara fisik, apakah mengirim senjata atau pasukan, harus bersiap berhadapan langsung dengan AS atau proxy-nya. Sementara yang hanya memberikan kecaman, masih bisa hidup aman dan menjalin hubungan dengan AS, bahkan dengan Zionis Yahudi.
Ambisi negara baru di Timur Tengah, khususnya di Palestina bukan semata ambisi Yahudi, tetapi juga ambisi negara Barat dan adidaya. Somasi dan ultimatum dari PBB ataupun dari negara lain lintas benua tak ada artinya. Justru Zionis Yahudi kian membabi buta. Sebab, konstelasi perpolitikan di dunia dikuasai AS. Sementara Palestina memang dipandang sebagai negara jajahan, bahkan jika perlu dimusnahkan. Hal ini akan terus berlangsung jika ideologi kapitalisme tetap diemban oleh penguasa-penguasa muslim.
Palestina Wajib Dibela
Harus dipahami bersama bahwa Palestina adalah tanah suci kaum muslim di seluruh dunia. Persoalan Palestina bukan hanya persoalan warga Palestina semata, tetapi menjadi persoalan kaum muslim di seluruh dunia. Membela muslim Palestina dan mengambil alih tanah Palestina dari penjajah adalah kewajiban setiap muslim. Sudah terlalu lama penduduk Palestina mengalami penderitaan.
Sejak pendudukan entitas Yahudi tahun 1948, sudah sangat banyak penduduk Palestina yang wafat. Mereka dibantai dan dibombardir. Korban luka-luka, bahkan cacat tak kalah banyaknya. Penduduk Palestina banyak yang menjadi tunawisma dan pengangguran, apalagi setahun terakhir ini. Banyak wanita dilecehkan akan kehormatannya, bahkan diperkosa. Anak-anak menjadi yatim piatu.
Namun demikian, situasi ini tidak membuat hati kaum muslim Palestina ciut. Anak-anak sekalipun berusaha kuat untuk mempertahankan Tanah Palestina agar tetap berada dalam genggaman mereka. Bahkan, Syeikh Yahya Sinwar melawan kebrutalan Zionis Yahudi dengan gagah meski tangan luka parah.
Cara Syeikh Yahya menjemput ajal telah membuat warga Gaza bangga memiliki pemimpin seperti Syeikh Yahya Sinwar. Beliau pernah berkata bahwa lebih suka mati di tangan Zionis “Israel” daripada terkena serangan jantung atau kecelakaan mobil, dan pilihan inilah yang dijalaninya dengan konsisten (Tempo.co, 20/10/2024).
Abu Umamah Al-Bahili ra berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Senantiasa akan ada sekelompok orang dari umatku yang memperjuangkan kebenaran dan memerangi musuh mereka. Mereka tidak peduli dengan orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka hingga ketentuan Allah Swt. menyambangi mereka dan mereka akan tetap seperti itu.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, di manakah mereka itu?” Beliau menjawab, “Mereka berada di Baitulmaqdis di Sekitar Baitulmaqdis.”
Oleh karena itu, kaum muslim seharusnya memberikan perhatian ekstra terhadap persoalan Palestina. Seluruh muslim wajib mengembalikan tanah suci yang diberkahi ke haribaan kaum muslim secara nyata. Zionis Yahudi harus diusir dari Palestina secepatnya. Tak cukup membela Palestina dengan dana ataupun doa semata.
Dengan demikian, diperlukan strategi yang benar menurut pandangan Zat Yang Maha Benar. Penjajahan atas Palestina dilakukan oleh negara boneka adidaya. Sudah seharusnya kaum muslim memiliki kepala negara yang menyeru untuk mengirimkan tentara dan memerangi Zionis Yahudi, serta mengusirnya dari Palestina dengan jihad fi sabilillah. Kepala negara di sini adalah kepala yang menerapkan Islam secara kafah dan menerapkan politik luar negeri dengan dakwah dan jihad.
Mengangkat seorang kepala negara (khalifah) yang taat pada Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban. Dengan adanya khalifah, kehidupan Islam akan terwujud kembali ke muka bumi. Maka dari itu, diperlukan perjuangan tegaknya institusi Khilafah agar khalifah bisa terpilih segera dan menjalankan tugasnya untuk mengurusi (riayah) seluruh warga negara, termasuk mengirim tentara ke Palestina.
Dengan adanya Khilafah, konstelasi perpolitikan internasional akan berbalik arah. Sistem Islam akan memanusiakan manusia, melenyapkan penjajahan dan perbudakan di dunia. Sistem Islam yang diterapkan Khilafah akan menjadikan dakwah dan jihad metode baku dalam urusan politik luar negerinya. Selain doa dan dana, membela Palestina adalah dengan berjuang mewujudkan kembali kehidupan Islam dalam naungan Khilafah.