
Oleh: Maziyahtul Hikmah, S.Si.
Linimasanews.id—Retreat Kabinet Merah Putih (KMP) di Akmil Magelang menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Pemerintah mengklaim kegiatan itu bertujuan untuk memperkuat sinergi, menyatukan visi, dan membangun team building di antara para menteri. Presiden Prabowo Subianto menyebut bahwa retreat ini diharapkan mampu meningkatkan koordinasi antarpejabat demi kinerja yang lebih baik (Liputan6, 29/10/2024).
Namun, benarkah solidaritas pejabat cukup untuk menghasilkan kebijakan yang tepat bagi masyarakat? Sepanjang karir politik pejabat Indonesia, kinerja pejabat sering kali diwarnai dengan problematik klasik berupa kebijakan yang sarat kepentingan segelintir orang, juga tumpang tindih. Hal ini menyebabkan kebijakan yang ada tidak pernah efektif menyelesaikan problem masyarakat. Sejatinya, masyarakat membutuhkan bukti kerja nyata, bukan sekadar seremoni yang tidak disertai dengan visi dan tindakan konkret.
Salah satu kritik tajam terhadap kabinet saat ini adalah dominasi kepentingan politik praktis. Terbentuknya KMP lebih mencerminkan pembagian kekuasaan antarpartai ketimbang seleksi pejabat berdasarkan integritas dan kompetensi. Fakta bahwa Golkar dan Gerindra sepakat melakukan “tukar guling” jabatan antara kursi Ketua MPR dan delapan posisi menteri, memperkuat persepsi ini (Tirto, 29/10/2024). Dengan logika seperti itu, pejabat lebih disibukkan dengan kepentingan politik partai dan elite, alih-alih fokus pada kebutuhan rakyat.
Buah Demokrasi
Sistem demokrasi kapitalis menjadikan setiap kebijakan pemerintah dikendalikan oleh pemodal dan elite politik. Rakyat terus-menerus dipermainkan demi kepentingan segelintir orang. Publik sejatinya membutuhkan pejabat yang tidak hanya sibuk membangun pencitraan, tetapi juga memiliki keberanian dalam menciptakan kultur kinerja pejabat yang sehat dan profesional dalam kabinet negara ini.
Hal ini tentunya bukanlah hal yang mudah, mengingat sistem demokrasi kapitalisme telah menciptakan tradisi politik yang benar-benar buruk. Pejabat akan terus terjebak dengan berbagai kepentingan politik yang sering kali membuatnya tak berdaya selain ikut menjalankan tradisi politik yang telah ada sebelumnya.
Begitulah. Karena, sejatinya bangunan demokrasi telah rusak dari akarnya. Apa pun yang terlahir dari sumber yang rusak akan menjadi rusak pula. Pada akhirnya, kita tidak dapat lagi mengambil manfaat dari sistem rusak tersebut.
Di sisi lain, Islam memiliki paradigma yang sama sekali berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme.
Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan umat dan pembantu kepala negara dalam menegakkan syariat. Mereka dipilih berdasarkan integritas, kapabilitas, dan keikhlasan dalam melayani, bukan karena kesepakatan politik atau afiliasi partai. Tidak ada ruang untuk politik transaksional dalam sistem ini. Sebab, setiap pejabat terikat pada hukum Allah yang bersifat mutlak dan berlaku adil bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, aturan Islam mengedepankan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tanpa terjebak pada kepentingan sekelompok elite. Pejabat dalam sistem Islam juga diawasi secara ketat, baik oleh mekanisme hukum maupun kontrol masyarakat, sehingga setiap penyimpangan dapat segera ditindak.
Dalam sistem Islam, terdapat lembaga khusus yang disebut dengan Mahkamah Mazalim. Mahkamah ini dibentuk secara khusus untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja setiap pejabat dengan menyelesaikan setiap aduan dari masyarakat ketika terjadi kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Dengan demikian, sistem ini memastikan bahwa kekuasaan dijalankan secara amanah dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.
Retreat pejabat KMP bisa jadi hanya akan berakhir sebagai formalitas tanpa makna jika tidak disertai langkah konkret untuk merombak pola kerja birokrasi dan membenahi orientasi kebijakan. Dalam situasi saat ini, rakyat membutuhkan lebih dari sekadar pejabat yang kompak dan bersinergi. Rakyat membutuhkan kepemimpinan dengan visi transformatif, kebijakan yang berfokus pada kepentingan publik, dan keberanian untuk melawan kepentingan pragmatis politik.
Tanpa perubahan mendasar dalam paradigma kepemimpinan dan sistem pemerintahan, retreat seperti ini hanya akan menjadi hiburan bagi pejabat, sementara rakyat tetap bergulat dengan persoalan sosial dan ekonomi yang tak kunjung teratasi. Kinerja pejabat harus dibuktikan melalui kebijakan yang berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar jargon dan seremonial belaka.
Rakyat butuh sistem dengan jaminan kemuliaan dari Sang Pencipta, yaitu sistem Islam. Sungguh Islam diturunkan sebagai jawaban dan solusi atas segala problema umat. Hanya dengan syariat Islam keberkahan akan tercurah dari langit dan bumi sebagaimana yang telah dijanjikan oleh-Nya.