
Oleh: Nining Ummu Hanif
Linimasanews.id—Generasi Z atau Gen Z adalah kelompok masyarakat yang lahir antara akhir 1990-an hingga pertengahan 2010. Generasi ini tumbuh di era digital dengan teknologi canggih, internet, dan media sosial. Secara otomatis kehidupan mereka dipengaruhi oleh perkembangan teknologi sehingga lebih kreatif, adaptif dan terampil dalam penggunaan teknologi dibanding dengan generasi sebelumnya.
Namun demikian, Gen Z juga rentan terhadap pengaruh negatif dari internet yang berujung pada bullying, kecanduan gadget, dan pengaruh media sosial yang menyebabkan kerapuhan mental. Misalnya saja, belum lama ini seorang remaja laki-laki melompat dari gedung parkir sepeda motor Metropolitan Mall, Bekasi pada Selasa 22 November 2024. Apapun motifnya, kejadian tersebut dapat menggambarkan problem kerapuhan mental generasi muda (kompas, 24/10/24)
Hasil survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan satu dari tiga remaja menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja. Bahkan, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental, sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.
Survei Kesehatan Indonesia (2023) juga mengungkapkan, depresi sebagai penyebab utama disabilitas pada remaja, dengan generasi Z (15-24 tahun) yang paling rendah dalam mengakses pengobatan. Depresi tetapi tidak berobat ini dapat memicu masalah sosial seperti bunuh diri dan penyalahgunaan zat terlarang (timesIndonesia, 17/10/24).
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab persoalan, seperti tekanan akademik karena mahalnya biaya UKT, perundungan dan pengangguran. Diketahui, angka pengangguran kalangan Gen Z sangat memprihatinkan, yaitu sebanyak 9,9 juta orang. Artinya sekitar 22,25% dari total penduduk Indonesia usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan. Angka pengangguran yang tinggi dari Gen Z ini dipicu oleh adanya kesenjangan ketrampilan, biaya pendidikan yang tinggi, adanya perubahan ekonomi dan teknologi yang tidak bisa diadaptasi dengan cepat (jawapos.com, 23/10/24).
Di sisi lain, Gen Z juga terjebak dalam gaya hidup yang rusak seperti FOMO (Fear of Missing Out ), yaitu fenomena ketakutan ketinggalan informasi/ momen agar diakui di dunia maya. Terjebak juga dalam hedonisme, yaitu gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas dan materialistis. Dampak fenomena fomo dan hedonis membuat Gen Z terjerumus utang untuk pemenuhan mengikuti tren. Sekitar 70% pengguna jasa paylater (buy now pay later) adalah kalangan muda.
Potensi Gen Z
Sebenarnya potensi yang dimiliki Gen Z tidak hanya terbatas pada penggunaan teknologi, tetapi juga mempunyai modal besar untuk menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Mereka dapat mengambil peran aktif dalam mengatasi kesenjangan digital dalam masyarakat. Misalnya gerakan sosial dengan tujuan untuk mengungkapkan dan mengatasi isu pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat saat ini melalui keberanian mereka untuk berbicara dan mendukung satu sama lain.
Namun, jebakan kapitalisme telah membuat kehidupan Gen Z makin materialistik. Mereka menjadi pasar yang menggiurkan bagi para pebisnis dan kapitalis.
Sejatinya akar masalah munculnya gaya hidup materialistis bukan hanya karena media sosial. Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nizamul Islam bab Thoriqul Iman menjelaskan bahwa seseorang berperilaku sesuai dengan pemahamannya,. Sementara itu, pemahaman yang merebak saat ini dipengaruhi oleh ide kapitalisme sekuler dan liberalisme. Ide ini menjauhkan agama dari kehidupan dan menganggap capaian dan kepuasan materi sebagai orientasi hidup.
Selain itu, hasil dari survei nasional menunjukkan bahwa Gen-Z rendah dalam pelaksanaan ibadah ritual, seperti salat dan mengaji Al-Qur’an. Sebagian ada yang risi disebut anak alim. Mereka malah menjauhi pengajian-pengajian karena gencarnya narasi radikal. Akibatnya terjadi pengabaian potensi Gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan.
Gen Z dalam Islam
Gen Z memiliki modal besar dalam menciptakan kehidupan yang shahih. Hanya sistem Islam yang mampu mengoptimalkan potensi pemuda untuk melakukan perubahan hakiki dengan penegakkan Islam kafah. Fakta menunjukkan, masih banyak pemuda yang sudah menyadari tugas mereka terhadap Islam. Para pemuda ini yang mesti kita jaga, kita urusi dengan pembinaan yang benar. Karena, mereka adalah harta umat Islam.
Hendaknya di antara umat ini ada kelompok yang menyusun langkah penyelamatan pemuda muslim dari kerusakan, merekrut mereka menjadi pembela Islam dan menyiapkan mereka menjadi calon pemimpin umat. Gen Z membutuhkan partai yang dapat membina mereka secara shahih sehingga terbentuk Gen Z yang berkepribadian Islam, yang mampu membela Islam dan membangun peradaban Islam.
Pemuda pada masa Rasulullah Saw yang dapat dijadikan teladan diantaranya Zaid bin Haritsah (16 tahun) penulis dan penerjemah surat-surat Rasulullah untuk kaum Yahudi. Ada Mush’ab bin ‘Umair (22 tahun) duta pertama dakwah Islam ke Madinah. Ada Ali bin Abi Thalib (8tahun) yang menjadi pemuda pertama yang menjadi muslim. Pada masa ‘Abbasiyah kita mengenal Shalahuddin al-Ayyubi yang menaklukkan Baitulmaqdis. Pada masa Utsmani ada Sultan Muhammad al-Fatih, yang menaklukkan Konstantinopel. Dari sosok-sosok itu kita memahami bahwa pemuda muslim adalah pionir perubahan, pembela agama, pemimpin penakluk, dan para ulama terkemuka. Mereka terbina dengan akidah dan syariat Islam. Pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka sesuai dengan ketentuan Islam.
Usaha- usaha untuk mengoptimalkan potensi Gen Z saat ini agar mampu menegakkan Islam kaffah antara lain dengan menanamkan akidah Islam agar tidak terkontaminasi dengan ideologi lain, memberikan teladan yg baik, adanya kelompok dakwah yang dapat menguatkan mereka, membekali Gen Z dengan dakwah ideologis agar terbangun kesadaran dan dukungan terhadap Islam.
Kekuatan fisik, pemikiran dan pengetahuan, keterampilan di bidang teknologi, informasi, dan komunikasi, semua itu adalah potensi dari Allah Swt dan harus digunakan untuk menolong agama Allah. Wallahua’lam bi showab