
Oleh: Ummu Nifa
Linimasanews.id—Menjelang pilkada yang akan digelar bulan November ini, disuguhkan dengan kekisruhan di berbagai daerah, mulai dari mobilisasi kades, praktik suap, hingga janji masuk surga. Masyarakat menjadi korban dari proses pemilihan kepala daerah. Di mana menurut Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Zainut Tauhid Sa’adi menanggapi adanya kampanye dengan menjanjikan masuk surga kepada calon pemilihnya ini sangatlah berlebihan dan melampaui batas kepatutan. Kampanye seperti itu masuk dalam kategori mengeksploitasi agama untuk kepentingan politik, kata Kiai Zainut kepada republika.co.id, Ahad (27/10/ 2024).
Beliau mengatakan juga bahwa masalah surga dan neraka itu bukan hak seseorang yang menentukan tetapi merupakan hak prerogatif Allah Swt. Isu yang berkaitan dengan penuntasan kemiskinan, pelayanan fasilitas publik gratis, maupun agama senantiasa laku untuk meraup simpati dan perolehan suara.
Inilah salah satu gambaran kebobrokan politik demokrasi di negeri ini. Semuanya tidak terlepas dari asasnya yang batil yakni meletakan kedaulatan hukum di tangan manusia. Konsekuensinya politik dan jabatan dijadikan jalan meraih kekuasaan. Sebab dengan kekuasaan mereka akan mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok mereka dengan mudah.
Walaupun sangat nyata pemilihan dalam sistem politik demokrasi terbukti hanya menguntungkan kepentingan tertentu yakni oligarki. Namun, tetap saja rakyat masih menaruh kepercayaan dan harapan besar kepada para calon pemimpin mereka. Kebijakan kepala daerah nyaris tidak pernah berpihak kepada rakyat, lebih banyak berpihak kepada para pengusaha.
Inilah yang disebut politik balas budi mutlak terjadi dalam sistem politik demokrasi. Hal ini tentu merugikan rakyat sebagai pemilih. Rakyat justru mendapatkan banyak persoalan, munculnya konflik horizontal hingga kesejahteraan yang selalu berujung janji semata. Jelas sekali sistem ini kebatilan dan bahayanya nyata atas umat.
Lain halnya apabila umat beralih pada sistem politik yang shahih yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai suri teladan terbaik bagi umat manusia di mana sistem yang dimaksud adalah sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Pengangkatan pemimpin atau pejabat dalam Islam memiliki mekanisme praktis dan hemat biaya.
Pemilihan ditetapkan dengan penunjukan oleh khalifah (kepala negara) sesuai kebutuhan. Khalifah memilih individu yang amanah, berintegritas dan memiliki kapabilitas. Di mana amanah kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Dengan kepemimpinan yang tepat dan menerapkan hukum syariat Islam, rakyat akan diurus dengan baik dan hidup sejahtera. Wallahu a’lam bish shawwab.