
Oleh: Ade Farkah, S.Pd.
Linimasanews.id—FOMO atau Fear Of Missing Out adalah perasaan takut tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. Mungkin setiap orang pernah merasakan kekhawatiran saat tidak dapat mengikuti aktivitas tertentu. Tetapi, bagi orang yang mengalami FOMO, perasaan yang muncul bukanlah rasa takut biasa, tetapi cenderung disertai dengan perasaan cemas, khawatir yang berlebihan, bahkan sampai muncul perasaan tidak puas serta tidak percaya diri sehingga menimbulkan keinginan yang bersifat kompulsif (unair.ac.id).
Belakangan, FOMO telah menjadi fenomena yang makin menggejala. Sebagaimana yang dilansir VeryWellMind, bahwa perasaan FOMO ini dapat terjadi hampir pada semua gender dan umur. Terlebih di kalangan remaja. Seringkali FOMO yang terjadi di kalangan remaja cenderung dikaitkan dengan eksplorasi diri, mengingat masa remaja merupakan masa untuk membangun identitas diri sehingga ingin selalu menjadi sorotan dan haus akan pengakuan. Hal ini makin diperparah dengan adanya tren yang muncul di media sosial. Media sosial cenderung menjadi tempat untuk flexing atau ajang pamer kehidupan. Hal ini menjadi pemicu utama munculnya sikap FOMO pada remaja.
Sebagai contoh, menongkrong di kafe yang sedang viral, penggunaan OOTD, atau nonton konser dengan biaya yang mahal demi sebuah konten kerap kali dilakukan oleh remaja, khususnya mahasiswa. Padahal hal tersebut bukanlah kebutuhan primer. Mereka cenderung tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan (unair.ac.id).
Berita terbaru, banyak masyarakat yang rela mengeluarkan lebih banyak uang hanya demi sebuah boneka Labubu. Hanya karena ingin mengikuti life style sang idola (rri.co.id, 21/11/2024). Berbagai macam tren tersebut menjadikan orang yang FOMO lebih mudah terjebak masalah finansial khususnya pinjaman online. Jika diperhatikan, fenomena semacam ini akan tumbuh subur dalam sistem yang menjunjung tinggi materi dan kebebasan. Setiap orang cenderung memiliki kebebasan untuk dapat mengekspresikan dirinya tanpa ada kontrol atau standar nilai yang mengikat.
FOMO dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan remaja, seperti: 1) gangguan konsentrasi dan produktivitas, 2) ketergantungan terhadap teknologi, 3) gangguan kesehatan mental dan emosional, 4) hubungan sosial yang buruk, 5) selalu merasa tidak cukup dan kemungkinan perilaku berbahaya lainnya.
Oleh karena itu, fenomena FOMO yang terjadi harus segera diatasi. Yakni dengan cara memberikan perhatian terhadap kebutuhan remaja yang mencakup kebutuhan jasmani dan kebutuhan untuk mengekspresikan naluri secara benar dan sesuai fitrah. Hal ini tentu saja membutuhkan dukungan yang kuat, baik dari keluarga maupun elemen masyarakat, terutama negara untuk dapat memfasilitasi hal tersebut.
Negara harus mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk remaja agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi tangguh penopang peradaban. Remaja perlu disadarkan tentang hakikatnya sebagai manusia yang senantiasa terikat dengan Sang Pencipta. Selanjutnya akan muncul rasa syukur serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian, remaja dapat terhindar dari FOMO. Kehidupannya menjadi lebih produktif dan terhindar dari kesia-siaan.