
Oleh: Ratna Kurniawati, S.A.B.
Linimasanews.id—Peternak sekalian pengepul sapi asal Pasuruan membuang susu hasil panen akibat adanya pembatasan kuota pengiriman susu ke industri pengolahan. Pembatasan tersebut karena industri lebih memilih susu impor. Kran impor dibuka lebar dan kontrol dari pemerintah yang kurang serta tidak adanya pajak membuat mereka bebas melakukan impor.
Apabila terkait persaingan harga antara susu lokal dan susu impor sebaiknya pemerintah dapat mendiskusikan dan negosiasi harga dengan peternak sehingga dapat memaksimalkan penyerapan produksi susu dalam negeri. Ironis, ketika negara sedang menggodok program makan bergizi gratis dengan termasuk susu malah tidak memaksimalkan produksi susu dalam negeri.
Kementerian Pertanian mengungkapkan, Indonesia perlu mengimpor 1 juta sapi perah untuk pemenuhan kebutuhan makan bergizi gratis dan kebutuhan susu. Jumlah diatas merupakan akumulasi impor sapi tahun 2025-2029 dengan pelaksana 55 perusahaan swasta (CNNIndonesia.com, 6/11/24).
Pemerintah melakukan impor karena beranggapan bahwa pasokan susu lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional yang terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan susu pada tahun 2023 mencapai 4,4 juta ton sedangkan pasokan susu lokal hanya 19 persen saja. Oleh karena itu, sisanya melakukan impor. Di saat negara sedang membutuhkan susu, tetapi tidak memaksimalkan penyerapan susu lokal. Susu lokal dinomorduakan, sedangkan yang diutamakan adalah impor. Imbasnya adalah kesejahteraan peternak menurun dan angka kemiskinan naik. Harapan dari peternak adalah panen susu lokal lebih diutamakan karena menyangkut hajat hidup banyak orang.
Program makan bergizi gratis yang dicanangkan pemerintah hendaknya diimbangi dengan bimbingan dan pengarahan kepada peternak dalam negeri agar dapat memproduksi susu dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Bukan malah membuka kran impor selebar-lebarnya atau malah ada wacana mengganti dengan susu ikan. Padahal banyak rakyat dengan profesi peternak susu.
Beginilah gambaran ekonomi kapitalis yang tidak memihak rakyat dan condong pada pemilik modal. Adapun program makan bergizi gratis yang paling untung adalah pemilik perusahaan pengolahan susu bukan peternak karena perusahaan yang mempunyai alat canggih untuk memproses susu UHT maupun pasteurisasi. Sedangkan peternak hanya mendapat bagian sebagai pemasok susu.
Hal ini berbeda dengan pemerintahan dalam Islam, swasembada pangan merupakan keniscayaan. Negara yang kuat dan berdaulat ditopang dengan kemandirian bukan bergantung pangan pada negara lain. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh negara. Negara memiliki tanggung jawab terhadap swasembada pangan dan ketersediaan pangan tetap terjaga.
Adanya pengaturan tata kota oleh negara dengan jelas mana yang termasuk lahan pertanian, lahan peternakan, lahan perumahan, dan fasilitas umum. Apabila kebutuhan dalam negeri kurang akibat paceklik maupun musibah bencana alam, negara boleh impor tetapi bukan dengan negara yang memusuhi Islam. Wallahualam bishawab.