
Oleh: Sriyama
Linimasanews.id—Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang membahas soal pengupahan (CNBCIndonesia, 8/11/2024).
Tahun ini jika mengikuti PP 51/2023, Apindo ingin membuat skala upah. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan ada kenaikan gaji dengan skala tergantung kemampuan perusahaan di kisaran 1-3%. Disebutkan, upah minimum yang tidak terlalu tinggi membuat perusahaan punya ruang untuk tumbuh. Pasalnya, kenaikan upah tinggi sebelum pandemi di kisaran 8% per tahun telah membuat banyak perusahaan tidak kuat, bahkan collapse.
Berharap Keadilan untuk Kaum Buruh
Permasalahan upah di negeri ini menjadi suatu hal yang tidak pernah ada titik temunya keadilan. Karena, di satu sisi para buruh terus menuntut kenaikan gaji, sementara para pengusaha senantiasa membuat strategi untuk menekan gaji buruh agar bisa diminimalisasi.
Logika berpikir seperti ini suatu yang wajar dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis-sekuler. Karena, sistem ini adalah ideologi batil, buatan manusia karena berdiri di atas akidah pemisahan agama dari kehidupan atau sekularisme.
Maka telah melahirkan aturan-aturan dari ideologi bukan dari agama, melainkan orientasi materi. Oleh karena itu, prinsip inilah yang membuat para pengusaha atau para kapital menjadi penguasa yang sesungguhnya, sehingga kebatilan ini membawa kesengsaraan bagi umat, khususnya bagi para buruh.
Sistem kapitalisme membuat penguasa duduk di samping pengusaha. Karena, pengusaha dianggap pihak yang mampu menghidupkan roda perekonomian, sedangkan rakyat hanyalah buruh. Melihat kondisi negara seperti ini, pastilah pihak yang sangat merasakan dampaknya adalah buruh.
Sementara di sisi lain, kapitalisme melahirkan prinsip bisnis, yakni modal sekecil apa pun harus mendapatkan untung sebesar-besarnya. Maka tidak heran bahwa buruh dipandang sebagai faktor produksi yang upahnya harus ditekan sedemikian rupa untuk menghasilkan keutungan sebesar-besarnya bagi pengusaha. Konsep upah seperti ini justru membuat hidup buruh minim atau pas-pasan karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minim tempat mereka bekerja.
Karena itu, sekeras apa pun buruh bekerja, mereka tetap saja tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat pada umunya. Sementara buruh harus menghadapi realitas kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik masyarakat mereka yang sudah dimonopoli oleh para penguasa.
Dalam sistem kapitalisme, negara berlepas tangan atas monopoli dan liberalisme ini sehingga masyarakat terjerat dengan beban hidup yang tinggi sementara gaji yang mereka hasilkan tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup. Hal ini wajar jika para buruh menuntut kenaikan gaji. Inilah satu dari sekian banyaknya fakta terkait upah mengupah dalam sistem kapitalisme yang sejatinya tidak bisa diselesaikan dengan tuntas.
Jaminan Kesejahteraan
Ideologi Islam menyelesaikan masala upah buruh. Islam mampu menciptakan keadilan antara buruh dan pengusaha. Sebab, Islam menempatkan keduanya dalam level yang sama, yakni sama-sama merupakan hamba Allah yang wajib menaati syariat-Nya.
Konsep ini selamanya tidak akan pernah ditemukan dalam sistem kapitalisme yang meniadakan prinsip ruhiyah. Selain itu, konsep ini akan menghilangkan kastanisasi antara buruh dan pengusaha sebagaimana yang terjadi dalam sistem saat ini.
Pengusaha ditempatkan pada level tinggi karena mereka memiliki harta atau kekayaan materi sehingga kemauannya dituruti, sementara buruh dipandang rendah karena lemah dalam hal materi atau kekayaan sehingga harus patuh dan tunduk kepada kehendak pengusaha.
Dalam Islam, buruh dan pengusaha terikat dengan kontrak kerja atau akad ijarah, yaitu transaksi dengan jasa tertentu dengan suatu kompensasi. Dalam hal ini, baik buruh maupun pengusaha dituntut berbuat adil tidak menzalimi di antara mereka. Buruh harus menjalankan kewajibannya kepada pengusaha yang telah disepakati berdua, seperti tidak boleh berbohong atau curang, dan sebagainya. Kemudian, pengusaha wajib memberi upah sesuai kesepakatan yang ditentukan.
Adapun standar upah yang diatur dalam Islam adalah upah yang disesuaikan manfaat yang buruh berikan bukan disesuaikan dengan kebutuhan regional minimum. Konsep seperti ini bisa membuat buruh bisa memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya secara ma’ruf. Bukan hanya itu, konsep ini juga memberi kesempatan buruh untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan layak sebagaimana yang diharapkan, yakni dengan gaji yang dihasilkan.
Ditambah lagi, dalam Islam, negara memberi jaminan secara langsung kepada masyarakat, yakni dengan menggratiskan kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Selain itu, negara juga menghilangkan monopoli dan liberalisasi kebutuhan dasar publik yang dilakukan oleh para mafia, sehingga para buruh hanya memikirkan kebutuhan pokok mereka saja. Itu pun harganya murah dan terjangkau.
Sementara, prinsip bisnis dalam sistem Islam diatur dalam syariat muamalah, sekalipun para pengusaha menjalankan bisnisnya berdasarkan mendapatkan keuntungan materi, namun pengusaha ini tidak akan menzalimi para buruh dan tidak menganggap buruh sebagai faktor produksi.
Jika terjadi perselisihan antara buruh dan pengusaha dalam menetapkan upah, maka pihak yang dipilih dari kedua belah pihak akan menentukan upah sepadan. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat maka negara akan memilihkan orang yang mewakili keduanya agar “memaksa” kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar tersebut. Dengan syariat Islam mengenai upah ini, sebenarnya masalah upah buruh akan terselesaikan secara adil. Hanya saja, keadilan ini baru akan dirasakan jika syariat Islam diterapkan secara sempurna oleh negara Islam.