
Oleh: Ika Kusuma
Linimasanews.id—Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dalam beberapa waktu terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Sebagian lagi membagikan susu gratis kepada warga sebanyak 300 liter yang habis hanya dalam waktu 15 menit. Hal itu lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu.
Pembatasan kuota tersebut sudah dilakukan sejak September 2024 lalu dengan alasan pabrik sedang melakukan pemeliharaan mesin. Namun, Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KSPM) Seruni Boyolali, Sugianto menyebut alasan tersebut terkesan dibuat-buat. Ia menduga pembatasan tersebut lantaran adanya kebijakan impor susu yang dilakukan oleh pemerintah. Kerugian yang dialami peternak di Boyolali selama 2 minggu terakhir diperkirakan mencapai ratusan juta, mengingat koperasi membawahi sekitar 800 peternak yang mampu menghasilkan 10 ton atau 10 ribu liter per hari atau sekitar 33 ton susu selama 2 minggu (tempo.co.id, 8/11/2024).
Hal serupa juga dialami peternak susu di Kabupaten Pasuruan di mana mereka sebagai salah satu pemasok susu di salah satu IPS di Jakarta juga mengalami pembatasan kuota penerimaan susu. Akibatnya, peternak sekaligus pengepul susu sapi asal Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur membuang hasil panennya. Hal ini pun mencuri perhatian Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa. Menurut dia, dengan kejadian ini pemerintah seharus memberi perhatian ekstra kepada para peternak sapi perah lokal dan menjamin proteksi agar peternak sapi lokal tidak kalah saing dengan susu impor.
Sayangnya, kebijakan pemerintah untuk mengundang investor Vietnam guna memenuhi 1,8 juta ton susu sapi justru terasa kontra dan tak berpihak pada peternak lokal sebagaimana yang diberitakan Kementerian Pertanian (Kementan) bersiap mengimpor 3,7 juta ton susu sapi guna mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicetuskan oleh Presiden Prabowo (liputan6.com, 9/11/2024).
Sangat disayangkan, kebutuhan konsumsi susu yang terus meningkat yang seharusnya menjadi peluang bagi peternak lokal justru mengalami banyak kendala. Kita tahu produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 22 % dari kebutuhan dan 78% sisanya kita dapat dari impor (BPS). Kebutuhan bahan baku industri susu terus meningkat hingga 5,3%.
Hal ini tak sebanding dengan laju pertumbuhan susu segar dalam negeri yang hanya 1% dalam 6 tahun terakhir. Banyak kendala yang menjadi penyebab penghambat produksi susu dari kurangnya populasi sapi perah, rendahnya produktivitas sapi perah, kualitas benih yang buruk, kurangnya kapasitas budidaya, dan tingginya kebutuhan bahan pakan. Di sisi lain, ketika produksi mulai meningkat, justru peternak lokal harus kalah saing dengan kebijakan impor.
Inilah gambaran nyata kehidupan dalam sistem demokrasi yang menerapkan ekonomi kapitalisme. Meskipun katanya kedaulatan di tangan rakyat, namun kenyataan pemegang kendali adalah para elit oligarki. Berganti pemimpin pun tidak menjamin kebijakan yang diambil akan berpihak kepada rakyat. Karena faktanya, di balik para pemimpin, ada kaum kapitalis yang memegang kendali kekuasaan.
Negara seharusnya melindungi peternak lokal dengan kebijakan yang berpihak pada peternak, baik dari hal menjaga mutu hingga menampung dan mengolah hasil susu. Negara harusnya memaksimalkan potensi yang ada, jangan bergantung pada impor. Kebijakan impor harusnya diambil hanya untuk menutup kekurangan bukan justru mematikan potensi peternak yang ada saat ini.
Karena faktanya, dengan adanya kebijakan impor peternak lokal justru kesulitan menyalurkan hasil susu ke industri pengolahan susu yang lebih memilih susu impor. Kebijakan impor juga sarat dengan muatan kepentingan para elit oligarki untuk mengeruk keuntungan. Lalu bagaimana dengan sistem Islam?
Sebenarnya impor tidak dilarang dalam sistem Islam kaffah atau khilafah, namun dengan sarat terlebih dulu memaksimalkan potensi yang ada dan tidak menjadikan impor sebagai solusi utama dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dalam Islam, negara hadir sebagai raa’in yang bertugas sebagai pemelihara umat. Maka jelas, setiap kebijakan yang diambil adalah untuk kemaslahatan umat dan berdasarkan syariat.
Alih-alih bergantung pada impor, negara akan berusaha memaksimalkan produksi dalam negeri, mulai dari penyediaan bibit unggul, penyediaan dan pemelihara sarana dan prasarana peternakan, menjamin mutu dengan menyediakan layanan kesehatan yang baik, mulai dari tenaga ahli hingga prasarananya dan tak kalah penting, negara menjamin tersedianya alat dan sarana produksi yang mampu menampung dan mengolah hasil ternak dengan baik. Negara tentunya terus mengupgrade pengetahuan SDM dengan teknologi terbaru.
Sistem ekonomi Islam yang khas juga akan menjaga tidak terjadinya monopoli oleh sebagian kalangan atau kelompok saja. Pendistribusian barang yang lancar mampu menjaga kualitas barang tetap baik. Hal ini bisa terealisasi dengan tersedianya sarana dan prasarana yang baik. Selain itu, negara berdaulat dan bebas dari intervensi asing maupun swasta. Negara juga menjadikan kemaslahatan umat sebagai tujuannya dengan tetap berpegang teguh pada syariat sehingga rakyat tak lagi berasa dirugikan. Wallahualam.