
Oleh: Diny Nahrudiani, S.K.M. (Praktisi Kesehatan)
Linimasanews.id—BPJS Kesehatan dihadapkan dengan kemungkinan defisit dan gagal bayar jika tidak melakukan perbaikan. Sejak 2023, terjadi ketimpangan antara biaya pengeluaran BPJS Kesehatan dan pemasukan yang didapatkan dari premi atau iuran peserta (CNBC, 13/11/2024). Melihat permasalahan tersebut, mungkinkah iuran BPJS akan dinaikkan kembali pada tahun 2025?
Defisit anggaran pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan masalah yang sering menjadi sorotan publik. BPJS Kesehatan adalah lembaga yang bertugas menyediakan jaminan kesehatan bagi seluruh warga Indonesia melalui skema asuransi sosial. Sejak awal berdiri pada tahun 2014, BPJS Kesehatan menghadapi tantangan keuangan. Salah satunya adalah defisit anggaran yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.
Penyebab defisit anggaran BPJS Kesehatan, di antaranya kesenjangan premi dan beban klaim. Premi yang ditetapkan pemerintah sering kali tidak mencukupi untuk menutup biaya layanan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan. Tarif iuran yang lebih rendah dari yang dibutuhkan membuat anggaran BPJS mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh perhitungan premi yang cenderung didasarkan pada kemampuan membayar peserta, bukan pada perkiraan kebutuhan biaya layanan kesehatan sebenarnya.
Penyebab lain, adanya ketidakseimbangan peserta dan pengguna. Jumlah peserta yang aktif membayar (terutama dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja) relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah peserta yang menggunakan layanan. Akibatnya, BPJS Kesehatan lebih banyak membayar klaim untuk peserta yang memanfaatkan layanan kesehatan daripada peserta yang aktif membayar iuran.
Penyebab defisit yang ketiga adalah keterbatasan dana subsidi pemerintah. Keterbatasan dana pemerintah juga membatasi besaran subsidi yang dapat diberikan. Akibatnya, defisit tetap terjadi karena besarnya beban yang harus ditanggung BPJS melebihi kemampuan subsidi pemerintah.
Seperti inilah sistem penjaminan kesehatan dalam sistem kapitalis. Defisit anggaran BPJS Kesehatan tentu membawa sejumlah dampak negatif yang tidak hanya memengaruhi BPJS itu sendiri, tetapi juga masyarakat dan fasilitas kesehatan. Beberapa dampaknya antara lain, tertundanya pembayaran klaim rumah sakit dan penurunan kualitas layanan.
Direktur Utama BPJS, Gufron menyebutkan, salah satu solusi untuk mengatasi defisit anggaran BPJS Kesehatan adalah reformasi sistem iuran dengan penyesuaian iuran secara berkala. Namun, ia menegaskan bahwa opsi kenaikan iuran itu belum tentu akan diambil. Ghufron menyebut bahwa BPJS Kesehatan ingin penetapan terkait iuran, manfaat, dan tarif pelayanan pada maksimal 1 Juli 2025 mendatang disesuaikan dengan berbagai pertimbangan, termasuk politik hingga kemampuan membayar (CNBCIndonesia.com, 18/11/2024).
Jika dipandang dengan Islam, dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab membiayai dan memastikan ketersediaan layanan kesehatan yang merata, berkualitas, dan sesuai dengan syariah.
Negara dapat menyediakan layanan kesehatan yang mencakup pencegahan, pengobatan, serta pemulihan dengan akses yang terjangkau melalui pengelolaan dana wakaf dan Baitul Mal. Negara juga berkewajiban mendidik masyarakat, menjaga lingkungan, serta memberikan pelayanan kesehatan secara holistik. Dengan prinsip keadilan dan kepedulian, sistem kesehatan dalam negara Islam bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyatnya.
Cara Islam ini berbeda sekali dengan sistem kapitalis. Dalam kapitalis, pembiayaan kesehatan dibebankan kepada rakyat. Dampaknya, pengelolaan BPJS terus mengalami permasalahan karena biaya kesehatan mengandalkan dari iuran masyarakat. Subsidi dari pemerintah yang hanya sedikit pun tentu akan menjadi beban bagi BPJS melayani kesehatan masyarakat. Kalau begitu, di mana peran negara sesungguhnya? Padahal, harusnya negara adalah penjamin kesehatan masyarakat.