
Oleh: Sabikhisma (Aktivis Dakwah Muslimah)
Linimasanews.id—Qatar merupakan negara relatif kecil dengan posisi strategis yang berpengaruh atas konflik yang terjadi di Timur Tengah, terutama atas genosida yang dilakukan zionis israel terhadap penduduk palestina sejak 7 november 2023 silam. Berdasarkan sepak terjang Qatar ketika menjadi mediator berbagai perjanjian perdamaian yang terjadi di Timur Tengah, Qatar juga telah menunjukkan kemajuan signifikan dan berperan aktif dalam konflik yang sedang berlangsung di Palestina hingga saat ini (unav.edu, 15/5/2024).
Selain itu, sejak bulan Januari 2024, Qatar memfasilitasi negosiasi antara Hamas dan Israel, untuk memungkinkan penyaluran bantuan ke tempat penampungan dan orang-orang di Gaza, serta upaya bantuan kemanusiaan yang terhambat di perbatasan agar bantuan dapat masuk ke daerah yang terkena dampak. Qatar juga memelopori pembebasan kelompok-kelompok tertentu, terutama perempuan dan anak-anak, serta menjembatani adanya perjanjian gencatan senjata antara kedua belah pihak. Meskipun Qatar rentan terhadap risiko keamanan, termasuk agresi militer (CNNIndonesia.com, 29/11/24).
Apa motif di balik pengunduran diri Qatar? Qatar menyatakan menarik diri sebagai mediator utama untuk gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera di Jalur Gaza serta memperingatkan Hamas bahwa kantornya di Doha tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Hal tersebut diungkapkan sumber diplomatik senior kepada Al Arabiya pada hari Sabtu (9/11/2024). Sebelumnya, Qatar bersama Amerika Serikat (AS) dan Mesir, telah terlibat dalam negosiasi selama berbulan-bulan untuk mengupayakan gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Akan tetapi, selama ada penolakan untuk menegosiasikan kesepakatan dengan itikad baik, mereka tidak dapat terus menjadi penengah antara kedua belah pihak, Akibatnya, kantor politik Hamas (di Qatar) tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Di sisi lain, AS tetap memainkan perannya untuk melenyapkan Hamas dengan terus mendesak Qatar agar berhenti menyediakan tempat perlindungan bagi Hamas dan membekukan aset para pejabat Hamas yang tinggal di Doha, mengekstradisi tokoh senior Hamas seperti Khaled Meshal dan Khalil Al-Hayya, serta menghentikan dukungan terhadap kepemimpinan senior Hamas yang lainnya. Ketakpuasan ini semakin tersulut setelah penolakan Hamas beberapa pekan lalu atas proposal pembebasan sandera.
“Kekalahan Hamas sudah di depan mata dan mengakhiri tempat berlindung yang dinikmati para pemimpinnya di luar negeri sangat penting untuk mengalahkannya,” tulis para senato (liputan6.com, 10/11/24).
Muslim Dunia Memandang
Langkah yang diambil oleh Qatar sebagai negara yang strategis untuk menjadi jembatan perdamaian bagi kedua belah pihak, dengan kondisi muslim dunia yang terjebak Nation state untuk saat ini memang dibutuhkan, mengingat keadaan masyarakat di berbagai wilayah Palestina kian buruk ditengah kelaparan berkepanjangan yang melanda mereka. Hingga kondisi makin memanas setelah terbunuhnya para petinggi hamas yang dilakukan oleh tentara Zionis Israel.
Namun, solusi ini hanya bersifat parsial karena sejatinya yang diinginkan masyarakat Palestina bukan hanya sebatas gencatan senjata. Mereka menginginkan tanahnya kembali kepangkuan sang pemilik sebenarnya. Selama Zionis masih menduduki wilayah Palestina, maka dapat disimpulkan Zionis tak akan berhenti merampas hak-hak rakyat palestina. Sudah sepatutnya penyelesaian atas palestina diselesaikan hingga ke akar masalah.
Tak dapat dimungkiri selama genosida di Palestina mata dunia kian terbuka. Hati nurani setiap muslim tersayat-sayat ikut bersimpati ketika menyaksikan saudara seiman dibantai oleh etnis zionis israel. Sebagaimana layaknya saudara muslim bagaikan satu tubuh, sudah sepatutnya kita merasakan rasa sakit yg mereka rasakan.
Baginda Nabi saw. bersabda, “Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sudah sepatutnya kita bersegera memberikan solusi hakiki untuk pembebasan Al-Aqsa, tidak hanya dalam hal perjanjian gencatan senjata, pembebasan sandera, atau bahkan sibuk mencari hubungan diplomatik dengan kafir harbi untuk membebaskan negeri palestina. Sungguh, hanya sebuah ilusi dan janji manis yang akan didapatkan jika meminta pertolongan kepada sang pendendam. Seperti apa yang dilakukan Qatar hari ini telah menjadi sekian bukti betapa lemahnya umat Islam hari ini tidak mampu berdiri sendiri dengan gagah berani membela saudara muslim. Negeri yang tersekat-sekat dan berbangga dengan rasa nasionalismenya, tercerai berai bagai anak ayam yang kehilangan induknya.
Hanya ada satu jawaban yang pasti, yang memiliki kekuatan lebih besar atas pembebas bagi Al-Aqsa, yakni dengan kembalinya kepemimpinan islam di muka bumi, menerapkan kembali hukum-hukum Allah yang telah lama ditinggalkan. Dengan begitu, kaum muslim tidak mudah untuk ditumbangkan, dilindungi oleh perisai besar.
Peradaban Islam yang gemilang akan kembali memimpin dunia sehingga tak ada satu pun kekuatan yang mampu menembus benteng-benteng pertahanan Islam. Maka dari itu, seluruh muslim di seluruh penjuru dunia harus saling bersinergi saling bahu membahu, merapatkan kembali barisan demi menegakkan kembali syariat Allah di muka bumi, di bawah naungan Khilafah Islamiyah.