
Oleh: Ema
Linimasanews.id—Dilansir melalui laman UNICEF, awalnya peringatan ini pertama kali di terapkan pada 1954 sebagai Hari Anak Universal. Peringatan ini kemudian dirayakan pada tanggal 20 November setiap tahun tahunnya untuk mengingatkan kesadaran masyarakat internasional tentang kesejahteraan anak anak.
Dalam era modern, harusnya hari anak sedunia tidak hanya sekadar perayaan seremonial saja. Hak anak harusnya menjadi kesepakatan internasional secara komprehensif melindungi hak anak-anak. Perlindungan ini mencakup berbagai hak kehidupan mulai dari hak bertahan hidup, berkembang, hingga perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.
Sayangnya, banyak tempat saat ini hak anak banyak diabaikan atau bahkan diingkari dan diserang. Buktinya, pelecehan anak, ekploitasi dan kejahatan seksual terhadap anak-anak masih marak dan masih banyak lagi yang mencakup akses pendidikan yang tidak merata serta diskriminasi.
Berbagai fakta menyedihkan tentang hak-hak anak ini terus terjadi. Salah satunya berita saat ini yang dialami anak dibawah umur berinisial DCN ysng berusia 7 tahun yang mengalami kekerasan seksual dan akhirnya terbunuh. Afifah Choiri Fauzi sebagai ketua Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) turun tangan dan mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap DCN ini.
Pengecaman dan pengutukan saja tentu bukan solusinya. Karena tidak akan pernah menghentikan kasus-kasus serupa ataupun yang lebih sadis dari ini. Di mana perlindungan anak harus dengan tindakan yang nyata dan konkrit dengan sangsi pidana yang mampu mencegah dan menimbulkan efek jera.
Walaupun saat ini pihak kepolisian sedang mengusut dan mengungkap kebenaran atas peristiwa ini, tetapi masyarakat harus tetap memastikan keadilan bagi keluarga serta korban dan hukuman yang tepat bagi pelaku. Bukan hanya berita sesaat tanpa ada kelanjutannya dan hanya untuk opini publik saja. Kondisi anak makin terancam, keluarga, masyarakat, dan negara pada sistem diluar Islam tidak bisa diharapkan menjadi benteng pelindung bagi anak.
Maraknya kasus eksploitasi, penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan pada anak adalah dampak nyata rusaknya penerapan sistem sekuler. Sistem ini yang merusak naluri dan akal manusia. Negara juga tidak perduli pada urusan urusan moral, malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak-anak merajalela.
Dengan peringatan Hari Anak Sedunia nyata menggambarkan standar ganda barat soal hak anak. Peringatan Hari Anak sedunia yang diinisiasi oleh lembaga internasional dibawah PBB tiap 20 November hanya kedok untuk menutupi buruknya nasib dan masa depan 2 milyar anak usia 0-15 tahun seluruh dunia. Penghianatan nyata tampak pada nasib anak-anak Palestina hari ini. Betapa banyak anak-anak Palestina menjadi korban penjajahan zionis Yahudi. Bahkan, banyak anak yang menjadi korban sekalipun masih dalam kandungan.
Lain halnya dengan Islam, Islam menjadikan negara memiliki kewajiban menjaga generasi baik kualitas hidup, lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai bahaya termasuk berbagai macam bentuk kekerasan dan ancaman yang membahayakan keselamatan anak-anak. Mereka adalah bibit generasi penerus peradaban mulia Islam. Mereka harus dibina, dilindungi dan hidup sejahtera dalam naungan negara Islam.
Islam memiliki 3 pilar pelindung terhadap rakyat termasuk anak-anak. Mulai dari ketakwaan individu dengan peran keluarga, kontrol masyarakat serta sistem sangsi oleh negara yang tegas dan menjerakan. Semua itu akan terwujud dengan penerapan seluruh syariat Islam di sistem kehidupan bernegara dengan berlandaskan sistem Islam yang diterapkan secara kaffah. Wallahu a’lam bish shawwab.