
Oleh: Dini Azra
Linimasanews.id—Nasib nahas dialami oleh DCN (7) bocah perempuan yang masih duduk di bangku kelas satu Madrasah Ibtida’iyah di Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dia ditemukan tewas, diduga akibat tindakan pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi saat pulang sekolah. Jasadnya ditemukan oleh ibunya sendiri, menurut keterangan tetangga, ibunya sudah mencari-cari anaknya, lalu sekitar pukul 11.00 WIB, sang ibu terlihat menangis sambil menggendong jasad korban. Korban sempat dibawa ke rumah sakit, tetapi sudah dinyatakan meninggal dunia (Kompas.com, 15/11/2024).
Kasus tersebut segera mendapat perhatian dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi. Dia mengecam tindakan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap DCN dan pihaknya siap memberikan pendampingan psikologis terhadap keluarga korban. Diapun meminta agar polisi segera mengusut tuntas kasus ini, hingga kini polisi masih berupaya menemukan pelaku kejahatan anak tersebut. (Kompas.com, 17/11/2024).
Peristiwa pemerkosaan terhadap anak masih sering terjadi dengan berbagai motif dan modus dalam menjerat korban. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Aceh Utara. Seorang anak perempuan A (14) mengalami pelecehan seksual di dalam mobil yang melibatkan tiga orang tersangka MF (23), MS (17), dan NM (15). Ketiganya dilaporkan ke Mapolres Aceh Utara oleh ibu korban. Menurut Kasat Reskrim Polres Aceh Utara AKP Novrizaldi, kasus ini terjadi pada 6 November 2024. NM yang mengenal korban mengajak A untuk jalan-jalan sambil memberi baju baru. Namun, yang menjemput korban adalah MS dan MF sebagai sopirnya, korban sempat diajak nongkrong di kafe di Lhokseumawe, dan saat pulang ke Aceh Utara terjadilah pemerkosaan tersebut. Korban lalu diturunkan begitu saja sesampainya di Lhoksukon (Kompas.com, 17/11/2024).
Belum hilang dari ingatan, kasus Nia si penjual gorengan yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan. Kasus kekerasan seksual, terutama terhadap anak di bawah umur terus berulang dan makin mengancam. Tidak ada jaminan keamanan bagi mereka baik itu di rumah, lingkungan terdekat maupun di sekolah. Tentunya semua paham jika apa yang menimpa para korban itu adalah musibah. Namun, dengan banyaknya kasus yang terus terjadi, semestinya semua pihak harus mengambil pelajaran agar kasus seperti ini bisa dicegah bahkan dihentikan secara total.
Setiap muncul kasus pelecehan seksual terhadap anak apalagi disertai pembunuhan, semua orang akan merespon marah dan mengutuk aksi pelaku. Begitu pula dengan pemerintah dan aparat akan bertindak cepat guna mengusut dan menangkap pelakunya. Setelah pelaku tertangkap, masyarakat kembali tenang dan hidup seperti biasanya. Padahal, ancaman kejahatan seksual bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa saja. Karena pelakunya bukan satu atau dua orang, sistem hari inilah yang melahirkan manusia-manusia rusak dan keji.
Sistem demokrasi-kapitalisme yang diterapkan saat ini berasaskan sekularisme, di mana agama harus dipisahkan dari kehidupan. Artinya, dalam upaya memperoleh materi berupa harta, kesenangan, dan tujuan duniawi lainnya, tidak harus mengikuti aturan agama. Agama dibatasi dalam ranah privat yakni dalam ibadah ritual semata. Inilah yang membuat banyak orang menggunakan segala cara untuk meraih tujuan, tak lagi mempertimbangkan halal dan haram atas perbuatan.
Pada dasarnya, setiap manusia diberikan naluri seksual oleh Sang Maha Pencipta agar manusia bisa melangsungkan keturunan atau beregenerasi. Namun, karena peran agama dikesampingkan, banyak orang memilih cara yang salah dalam menyalurkan hasrat seksualnya. Dalam agama, satu-satunya cara menyalurkan naluri tersebut hanya dengan pernikahan. Hari ini aturan tersebut banyak dilanggar atas nama kebebasan dan hak asasi manusia. Akibatnya marak perselingkuhan, pergaulan bebas remaja dan kasus pelecehan seksual.
Semua itu terjadi karena tidak adanya kontrol diri berupa akidah dan keimanan. Jauhnya umat dari pemahaman agama yang benar menjadikan hawa nafsu sebagai panduan amal perbuatan. Sementara peran masyarakat tak lagi saling mengingatkan atau amar makruf nahi mungkar. Semua sibuk mengurus diri sendiri, kurang peduli dengan lingkungan sekitar, kerusakan yang ada dimaklumi sebagai perubahan jaman.
Apalagi negara yang seharusnya berperan melindungi dan menjaga rakyat tidak peduli dengan masalah moral. Karena memandang urusan moral, akhlak, dan agama adalah urusan masing-masing individu. Penguasa hanya mengurus masalah ekonomi dan bagaimana mengambil pajak dari rakyatnya. Jika terjadi kasus kejahatan, toh negara telah menyediakan lembaga hukum yang akan mengurusnya meskipun hukumannya tidak memberikan efek jera.
Dengan demikian, mustahil rasanya mengharapkan solusi pasti untuk mencegah dan menghentikan kasus kekerasan seksual anak maupun dewasa. Selain abainya negara terhadap moral bangsa, negara juga membiarkan hal-hal yang bisa memicu kerusakan naluri dan akal. Misalnya saja, negara tidak membatasi tayangan film, konten, literasi yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Atas nama seni, film dan drama seri makin berani memunculkan adegan dewasa. Belum lagi konser musik yang menampilkan biduan berpakaian terbuka. Aplikasi kencan dan prostitusi online juga mudah ditemukan.
Umat Islam harus bangkit kesadarannya, bahwa sebagai muslim wajib terikat dengan aturan Allah Ta’ala. Aturan itu meliputi seluruh aspek kehidupan dan bukan sebatas ibadah ritual saja. Islam mengatur hubungan manusia dengan Pencipta-Nya, mengatur hubungan dengan diri sendiri dan interaksi sosial termasuk politik dan muamalah. Jika Islam diterapkan dalam kehidupan, jelas akan mampu mengatasi bermacam problema kehidupan, termasuk kekerasan seksual dan perlindungan anak.
Caranya dengan menanamkan akidah Islam pada setiap individu muslim sehingga akan terbentuk ketaqwaan dan rasa takut untuk bermaksiat. Maka akan terbentuk masyarakat yang Islami yang saling menasihati dan mencegah perbuatan mungkar. Hal terpenting adalah peran negara dalam mengurus umat tidak terbatas urusan duniawi saja, melainkan membimbing umat untuk selalu taat. Hukum tegas terhadap pelaku kejahatan juga bersumber dari aturan Islam, sudah pasti adil dan menjerakan. Hanya sistem Islam dalam naungan Khilafah yang bisa mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.