
Oleh: Nining Ummu Hanif
Linimasanews.id—Childfree adalah tren yang makin populer di masyarakat saat ini, yaitu keputusan seseorang untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Sebenarnya, childfree bukanlah konsep baru bahkan sudah banyak diterapkan di luar negeri, terutama negara maju. Contohnya Jepang, Korea Selatan, dan Jerman sudah banyak penduduknya yang memilih untuk childfree. Isu ini menjadi fenomenal karena mengundang banyak perdebatan maupun pro dan kontra di masyarakat.
Di Indonesia, ternyata fenomena child free makin meningkat. Berdasarkan data BPS terbaru, sekitar 8,2 persen atau sekitar 71 ribu perempuan Indonesia usia 15 hingga 49 tahun memilih tidak memiliki anak. Wilayah urban seperti Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati berpendapat negara harus menyiapkan strategi untuk mengantisipasi dampak tren yang bisa mengurangi jumlah generasi muda. Sementara itu, pendapat yang berbeda disampaikan oleh Maria Ulfah Ansor, anggota Komnas Perempuan yang menyatakan bahwa pilihan childfree perlu dihargai karena merupakan bagian dari kebebasan setiap individu dalam memilih gaya hidup (rri.co.id,15/11/24).
Berdasarkan laporan BPS yang dilansir dari detik.com, Perempuan yang menjalani hidup secara childfree terindikasi memiliki pendidikan tinggi atau mengalami kesulitan ekonomi. Perempuan dengan pendidikan lebih tinggi, utamanya jenjang S2 dan S3, lebih sering menunda dan bahkan tidak berkeinginan memiliki anak.
Meningkatnya persentase perempuan childfree lulusan perguruan tinggi di Indonesia mengindikasikan adanya pengaruh yang kuat antara level pendidikan tinggi dengan paradigma baru kepemilikan anak. Namun demikian, faktor kesulitan dan ketidakpastian ekonomi juga mempengaruhi pilihan childfree.
Childfree sendiri tumbuh dalam rahim kapitalis sekuler dan dibidani oleh feminisme. Bagi kaum feminis, keputusan childfree diambil dalam rangka mencapai keadilan gender dan orientasi karir kaum perempuan. Mereka menyerukan kebebasan dan pemberdayaan perempuan dengan anggapan sebagai kunci terselesaikannya persoalan perempuan. Bisa dikatakan childfree adalah bentuk keegoisan manusia dan berpotensi besar merusak, bahkan menghancurkan peradaban manusia.
Pemikiran liberalnya sangat mempengaruhi generasi muda, seperti tingginya biaya hidup apabila mempunyai anak, tidak mau direpotkan karena anggapan anak adalah beban dan kurangnya pemahaman tentang konsep rezeki. Hanya mementingkan manfaat, kesenangan tanpa ada pertimbangan dari sisi agama. Ide dari feminis ini dibolehkan tumbuh subur di negeri ini dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam pandangan Islam, fenomena childfree menyalahi fitrah dan akidah. Hal ini tentu dilarang. Karena, manusia mempunyai gharizah nau’ dengan menikah untuk melestarikan keturunan. Firman Allah Swt., “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imran: 14)
Hakikat pernikahan dalam Islam adalah melestarikan keturunan dan mendapat keberkahan pahala yang mengalir tanpa putus, anak keturunan yang saleh, amal saleh, dan ilmu yang bermanfaat. Islam memposisikan anak bukan sebagai beban. Dengan ijin Allah, anak memiliki rejeki sebagaimana Firman Allah Swt., “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS Al-Isra’: 31)
Negara adalah pihak yang berkewajiban mengurus rakyatnya dengan baik. Pemenuhan kebutuhan pokok, seperti pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan jaminan keamanan dipenuhi oleh negara melalui berbagai mekanisme yang telah ditetapkan Allah Swt. Akhirnya, beban kehidupan menjadi tidak terlalu berat karena peran negara sebagai raa’in atau pengurus rakyat terwujud dengan baik. Selain itu, negara dalam Islam juga membentengi dari pengaruh pemikiran yang bertentangan dengan Islam seperti feminisme yang melahirkan ide childfree ini.
Dalam Islam, anak dan keluarga adalah ladang amal untuk meraih pahala dan surga Allah. Rasul pun akan berbangga pada kaumnya yang banyak yang memiliki kekuatan. Fitrah berkeluarga, mendapat keturunan, dan membangun peradaban mulia sehingga terwujud generasi khairu ummah. Wallahualam bishowab