
Oleh. Nining Ummu Hanif
Linimasanews.id—Indonesia sebagai negara kepulauan ternyata menghadapi tantangan besar dalam distribusi listrik yang masih belum merata. Persebaran konsumsi listrik di berbagai pulau Indonesia menunjukkan adanya perbedaan antar provinsi. Distribusi listrik terlihat “berat sebelah” dengan pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sebagai titik berat distribusi listrik di Indonesia. Pulau Jawa masih menjadi pulau dengan konsumsi listrik tertinggi di Indonesia, dengan persentase mencapai 73,5%.
Wajar saja, Jawa merupakan pusat pemerintahan, industri dan transportasi di Indonesia. Selain itu, Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang paling banyak di Indonesia, sehingga kebutuhan listriknya juga lebih besar. Sementara itu, pulau Sumatra dan Kalimantan masing-masing memiliki konsumsi listrik sebesar 14,1% dan 8,8%. Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku memiliki konsumsi listrik yang lebih rendah, yaitu masing-masing 2,6%, 0,8%, dan 0,2% (27/10/24).
Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu, bahwa sampai triwulan I 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik. Jisman menegaskan, “Pemerintah untuk mengakselerasi pemerataan aliran listrik di Indonesia terus berupaya untuk dapat menyediakan akses listrik bagi seluruh masyarakat di Indonesia, khususnya rumah tangga belum berlistrik yang bermukim di daerah 3T, Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (10/6/24).
Listrik menjadi kebutuhan utama untuk bekerja dan aktivitas rumah tangga. Hal ini menggambarkan betapa berharganya distribusi listrik untuk membantu kegiatan beraktivitas setiap hari. Namun, itu semua susah terwujud karena ada liberalisasi dalam tata kelola listrik pada sumber energi primer dan layanan distribusi listrik yang berorientasi mendapatkan keuntungan. Mirisnya lagi, pemerintah yang menjadi pengurus rakyat seharusnya berusaha memenuhi kebutuhan rakyatnya malah bertindak sebagai pelayan korporasi. Negara “lepas tangan” dari kewajiban menjamin kebutuhan rakyat. Bahkan negara justru “memalak” rakyat karena regulasi yang di buat justru lebih berpihak pada korporasi dari pada rakyat. Swasta diberi keleluasaan menguasai sumber daya energi serta tambang.
Ketika penguasaan di tangan swasta, maka keuntungan menjadi tujuan utama. Ini nampak pada mahalnya kebutuhan listrik yang harus dibayar oleh rakyat.Sumber utama listrik yang berasal dari sumber daya alam dalam pemanfaatannya justru dijual kembali kepada masyarakat. Penerapan ekonomi kapitalis dengan asas liberalisasi meniscayakan hal tersebut. Sistem yang batil ini membuat kekayaan alam milik umat hanya dinikmati oleh sebagian pemilik modal. Para pemilik modal tentu saja tidak mempertimbangkan apakah upaya yang dilakukan mempunyai dampak menguntungkan atau merugikan bagi rakyat karena yang mereka pikirkan hanya mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari sumber daya alam tersebut.
Sementara dalam pandangan Islam, kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang sangat penting. Islam dengan jelas mengatur semua pengelolaan sumber daya alamnya. Islam memiliki ketetapan atas kepemilikan umum yang tidak bisa dikuasai oleh individu atau sekelompok orang saja. Listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori ‘api’ yang merupakan barang publik.
Islam melarang pengelolaan listrik kepada swasta. Sebab, hal itu menjadikan dharar dan zalim bagi rakyat dan lingkungan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan Al Khudri r.a, “Tidak boleh melakukan perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri dan orang lain.” (Hadis Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Daruquthni)
Negara akan bertidak sebagai pengelola, kemudian kemanfaatannya akan dikembalikan untuk kepentingan masyarakat dalam bentuk listrik gratis atau murah sehingga mudah dijangkau masyarakat. Negara juga akan memastikan distribusi listrik merata sehingga setiap individu terpenuhi kebutuhan listrik untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Untuk itu, negara akan membangun berbagai sarana dan prasarana yang memudahkan masyarakat dalam mengakses listrik hingga ke pelosok desa.
Maka, saatnya memberikan kesempatan Islam untuk menuntaskan problem listrik nan pelik dan membuang jauh liberalisasi listrik yang menimpa negeri ini. Sungguh, Islam adalah sebuah agama sekaligus ideologi yang mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupan sesuai dengan fitrah manusia. Islam memberikan solusi atas semua problematika kehidupan termasuk tata kelola listrik.