
Oleh: Saniati
Linimasanews.id—Banjir bandang menerjang pemukiman warga di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Akibatnya, ada empat warga dilaporkan tewas dan dua orang masih hilang. Camat Sibolangit Herson Girsang menyebut, banjir bandang di Dusun II Desa Martelu, Sabtu (23/11) malam terjadi akibat curah hujan tinggi yang terus mengguyur daerah tersebut (detikSumut, 24/11/2024).
Jika ditelisik, hujan lebat yang terjadi terus-menerus memang mendominasi terjadinya banjir. Namun, banjir tidak serta-merta disebabkan oleh satu faktor saja. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan permasalahan sistemis yang berkaitan dengan aktivitas yang terjadi di hulu maupun hilir menjadi pemicu. Di antaranya, terbukanya hutan di daerah hulu (pegunungan dan dataran tinggi) akibat penebangan hutan secara legal maupun ilegal.
Seharusnya hutan menjadi penyangga dan penyerap air. Namun, kini tidak lagi berfungsi secara optimal. Industrialisasi yang begitu masif terjadi di daerah hulu telah menyebabkan tata ruang wilayah jadi kacau. Akibatnya, ketika hujan dengan curah tinggi, berpeluang menyebabkan banjir.
Banyaknya bencana banjir di berbagai wilayah tentu menimbulkan kerugian bagi masyarakat, baik kerugian ekonomi, sulitnya air bersih, terhambatnya aktivitas masyarakat sampai, bahkan korban jiwa. Ini semua menunjukkan upaya mitigasi komprehensif masih sangat dibutuhkan agar pencegahan dapat optimal. Begitu pula upaya dalam menyelamatkan masyarakat.
Sayangnya, saat ini sistem yang diemban dunia saat ini ialah sistem ekonomi kapitalis yang berorientasi meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Sistem ini menekankan kebebasan kepemilikan dan investasi, sehingga pengelolaan sumber daya alam pun dilakukan secara eksploitatif. Alhasil, yang didapatkan hanyalah bencana.
Dengan demikian, tidak dimungkiri masalah banjir bukan hanya karena faktor alam, tetapi juga karena ulah tangan manusia. Benarlah firman Allah Swt. dalam surah Ar-Rum ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sementara itu, sebagai agama yang sempurna yang datang dari Sang Khalik, Islam mempunyai mekanisme pembangunan yang berorientasi pada keselamatan rakyat dan lingkungan. Menurut konsep ekonomi Islam, hutan termasuk kepemilikan umum yang harus dikelola negara untuk kemaslahatan umat. Karena itu, Islam melarang pengelolaan kekayaan alam yang melimpah oleh pihak swasta dan asing. Hal ini akan mencegah pembangunan brutal yang merugikan rakyat.
Islam juga mempunyai cara yang efektif apabila daya tampung tanah tidak mampu menahan debit air. Dalam hal ini, negara mesti membangun bendungan dengan berbagai tipe, memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan banjir, juga membuat kebijakan melarang masyarakat membuat pemukiman di wilayah-wilayah tersebut, membuat kanal-kanal, drainase, dan sebagainya.
Dalam Islam, negara juga akan melakukan pengawasan secara ketat dan memberikan sanksi tegas bagi pihak yang merusak dan mengotori lingkungan. Inilah solusi Islam dalam mengatasi bencana termasuk banjir, solusi yang membawa kebaikan dalam kehidupan umat.