
Oleh. Syahida (Dramaga-Bogor)
Linimasanews.id—Bencana alam kembali melanda Sukabumi. Hujan deras yang berlangsung selama beberapa hari memicu banjir dan longsor yang merusak rumah warga, memutus akses jalan, dan memaksa banyak keluarga mengungsi.
BPBD Jawa Barat merilis data terbaru kejadian bencana di Kabupaten Sukabumi selama 1-6 Desember 2024. Dalam rentang waktu itu, 291 kejadian bencana alam menerjang 38 kecamatan di Sukabumi dan menimbulkan korban jiwa 5 orang serta 4 orang masih hilang (6/12).
Situasi ini adalah pengingat bahwa kita masih kurang siap menghadapi bencana. Bencana seperti ini bukan sekadar fenomena alam, tetapi juga buah dari buruknya pengelolaan lingkungan. Deforestasi, pembangunan tak terkendali di wilayah rawan longsor, dan sistem drainase yang minim adalah akar masalah yang berulang. Ironisnya, masyarakat yang terkena dampaknya adalah mereka yang paling rentan dan minim akses ke informasi mitigasi.
Pemerintah Sukabumi memang telah menetapkan status tanggap darurat dan mengerahkan bantuan logistik. Namun, respons seperti ini hanya bersifat sementara. Sayangnya, tindakan preventif dan pembangunan jangka panjang masih belum menjadi prioritas.
Untuk menjawab tantangan ini, kita memerlukan pendekatan yang lebih strategis dan terintegrasi. Pertama, pemetaan wilayah rawan bencana. Pemerintah harus memanfaatkan teknologi seperti GIS (Geographic Information System) untuk memetakan wilayah rawan longsor dan banjir secara akurat. Dengan data ini, langkah mitigasi dapat direncanakan lebih efektif.
Kedua, revitalisasi lingkungan. Menghentikan deforestasi liar dan menggalakkan penghijauan di area kritis adalah langkah krusial. Selain itu, diperlukan regulasi ketat terkait pembangunan di zona rawan.
Ketiga, edukasi mitigasi bencana. Masyarakat perlu dibekali pengetahuan tentang tanda-tanda bencana, langkah penyelamatan diri, dan peran aktif dalam menjaga ekosistem. Program ini harus menyasar hingga ke tingkat desa.
Keempat, peningkatan infrastruktur. Sistem drainase dan akses jalan di wilayah rawan bencana harus diperbaiki agar risiko banjir dan terisolasinya wilayah dapat diminimalkan.
Solusi Islam untuk Krisis Lingkungan
Islam memberikan prinsip holistik dalam menjaga hubungan manusia dengan alam. Dalam Al-Qur’an, kita diajarkan untuk tidak membuat kerusakan di bumi (fasad fil-ardh, QS. Al-Baqarah: 11). Konsep khalifah menegaskan tanggung jawab kita untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Selain itu, maslahah (kemaslahatan umum) menekankan pentingnya kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Dalam konteks bencana, semangat ta’awun (tolong-menolong) perlu menjadi landasan kebijakan pemerintah dan sikap masyarakat. Misalnya, melibatkan ormas Islam untuk penggalangan dana, membangun jejaring relawan, hingga menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini.
Bencana alam di Sukabumi adalah peringatan bahwa pembangunan yang tidak berpihak pada alam akan berakhir dengan kerugian besar. Saatnya pemerintah bertindak dengan visi jangka panjang, tidak sekadar memadamkan krisis. Dengan langkah strategis dan nilai-nilai Islam yang holistik, kita bisa membangun Sukabumi yang lebih tangguh dan siap menghadapi tantangan lingkungan di masa depan.