
Oleh. Eni Yulika
Linimasanews.id—Pembangunan besar-besaran dilakukan di daerah Kota Medan, di antaranya proyek pembangunan Kota Metropolitan Mebidangro, pembangunan kolam retensi, sampai proyek ekonomi biru. Apakah proyek ini menguntungkan atau malah harus dipikirkan ulang demi kesejahteraan rakyat?
Terkait proyek ekonomi biru, dikutip dari Antara (12/5/24), Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dan IPB University mengunjungi Provinsi Sumatra Utara (Sumut) untuk membantu penerapan ekonomi biru yang salah satunya diterapkan perusahaan akuakultur Regal Springs Indonesia (PT Aqua Farm Nusantara). “Konsep ekonomi biru (the blue economy) patut dipertimbangkan sebagai prioritas untuk mewujudkan ketahanan pangan,” ujar Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal.
Rajendra Aryal menyebut ekonomi biru yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya laut atau perairan secara berkelanjutan memiliki peran penting dalam mengurangi kelaparan dan kekurangan gizi. Perwakilan FAO dan IPB University itu mengunjungi wilayah operasi Regal Springs Indonesia yang meliput pabrik pengolahan (processing plant), pembenihan (hatchery), pabrik pakan (feedmill) di Kabupaten Serdang Bedagai serta area pembudidayaan ikan Tilapia di Kabupaten Toba, Sumatera Utara pada 7-8 Mei 2024.
Mungkin asing bagi masyarakat awam terkait proyek ekonomi biru. Ekonomi biru atau yang dikenal dengan ekonomi laut atau ekonomi maritim adalah pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi, perbaikan kehidupan masyarakat, serta kesehatan ekosistem laut. Dapat kita pahami, yaitu mengolah hal-hal yang berkaitan dengan perairan seperti untuk perikanan, akuakultur, pelayaran, energi, pariwisata, dan bioteknologi kelautan. Semua pembangunan dilakukan untuk meningkatkan ekonomi di masyarakat.
Termasuk proyek ekonomi biru di kawasan Sumut, salah satunya dikembangkan budidaya ikan nila (Tilapia) di Danau Toba. Dilihat dari programnya, jika bermanfaat bagi masyarakat dan tidak merusak lingkungan, maka sangat bermanfaat. Akan tetapi, jika akan merugikan banyak pihak, apalagi hanya mengandalkan untuk peningkatan ekonomi, tanpa memperhatikan masyarakat sekitar, bahkan merusak lingkungan, maka perlu dipikir lagi lebih matang.
Pengelolaan laut dan perairan tidak boleh sembarang dan hanya berdasarkan ekonomi semata. Perlulah kita bertanya dengan para ahli di bidangnya.
Menurut WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), ekonomi biru bukanlah solusi untuk tata kelola laut Indonesia, mengingat secara mendasar laut Indonesia dalam posisi sebagai ruang kompetisi terbuka (mare liberum / laut bebas). Antara nelayan atau masyarakat dan industri skala besar akan berkompetisi. Siapa yang memiliki kekuatan dari segi finansial maka itu pasti akan menguasai sebagian besar wilayah laut. Sedangkan, masyarakat kecil bisa kehilangan mata pencaharian, bahkan lahan tempat tinggal. Belum lagi jika budidaya, misalnya ikan, udang dalam skala yang besar akan berdampak pada kerusakan lingkungan, seperti hutan mangrove/bakau. Maka, semua ini harus menjadi perhatian bersama.
Oleh karena itu, masyarakat, para ahli lingkungan, negara harus hadir dalam memutuskan secara tepat terkait hal tersebut. Pembangunan yang hanya akan menguntungkan pihak yang bermasalah saja, tidak akan terjadi bila kita kembali kepada sistem Islam. Karena, dalam Islam, kepemilikan umum, terutama laut, akan dikuasai oleh negara dan akan diberikan sebesar-besarnya hasilnya demi kepentingan warga. Dalam perspektif Islam, wajib menjaga kelestarian alam, termasuk laut. Karena itu, pemanfaatannya bukan berdasarkan kepentingan peningkatan ekonomi semata.
Sementara itu, pembangunan infrastruktur tidak akan dilakukan jika tidak dibutuhkan. Semua akan dikelola dengan tetap memprioritaskan rakyat. Dengan begitu, kekhawatiran nelayan kecil, masyarakat yang hidup dikawasan pantai terdampak negatif, tidak akan terjadi.
Itu semua jika sistem politik Islam diberlakukan. Islam akan mengatur manusia untuk tidak berbuat zalim kepada siapa pun, bahkan kepada alam. Dengan demikian, nafsu serakah para pemilik modal akan bisa dihilangkan karena semua akan diatur sebagaimana mestinya.
Ingatlah akan firman Allah dalam surah al-A’raf 96, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”