
Oleh: Dewi Sartika (Penggiat Literasi)
Linimasanews.id—Sungguh ironis, negeri yang kaya akan sumber daya alam tetapi rakyatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar, mengungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia. Menurut data BPS, persentase penduduk miskin ekstrem yang terjadi di sektor pertanian adalah sebanyak 47,94% dari total penduduk miskin. Dari total persentase tersebut, 24,49% di antaranya merupakan pekerja keluarga atau tidak dibayar, dan 22,53% lainnya bertani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar (Tirto.id, 22/11/2024).
Pemerintahan baru Republik Indonesia, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, menargetkan penurunan kemiskinan ekstrem di Indonesia menjadi 0% pada 2026. Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, mengatakan bahwa pemerintah menargetkan penurunan kemiskinan ekstrem dari 0,8% saat ini menjadi 0% dalam dua tahun mendatang (Tribunnews, 29/11/2024).
Bak benang kusut yang mustahil dapat terurai. Begitu pula persoalan kemiskinan di negeri ini yang telah lama berlangsung dan hingga saat ini belum ada strategi atau cara yang tepat untuk mengatasi persoalan kemiskinan hingga ke akarnya. Masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan hidup serba kekurangan. Hal ini mengakibatkan tingginya angka kriminalitas seperti pencurian, perampokan, penjambretan, dan lain-lain. Semua itu mereka lakukan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Sementara itu, negara melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran teknis semata dan cenderung menggantungkan pada lembaga internasional dan swasta. Program yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mengatasi persoalan ini sama sekali tidak menyentuh akar masalah. Sebab, akar masalah persoalan kemiskinan di negeri ini adalah kesalahan pendistribusian yang menjadikan sebagian masyarakat tidak dapat mengakses kebutuhan hidup mereka.
Target pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, swasembada pangan, dan energi yang digembar-gemborkan patut diragukan. Sebab, pemerintah masih menggunakan sistem kapitalisme dalam mengatur perekonomian dan pemerintahannya. Ada beberapa hal yang meniscayakan pengentasan kemiskinan dalam sistem kapitalis mustahil terealisasi.
1. Dalam sistem kapitalisme, pemerintahan dikuasai oleh pemilik modal (korporasi), di mana pemegang kekuasaan dan keputusan adalah para pemilik modal. Kebijakan yang ditetapkan tidak mampu melindungi masyarakat dari segala kerusakan dan keburukan, termasuk kemiskinan.
2. Sistem kapitalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator semata. Sementara penguasaan terhadap kebutuhan masyarakat diserahkan kepada korporasi (pengusaha atau swasta). Sehingga kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi secara optimal. Hubungan rakyat dengan negara sebatas hubungan dagang seperti penjual dan pembeli. Jika demikian kondisinya, kemiskinan akan sulit diatasi.
3. Sistem kapitalisme meliberalisasi semua lini, termasuk sumber daya alam. Kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara diserahkan kepada pihak asing. Sehingga keuntungan hanya mengalir kepada segelintir orang. Sumber daya alam berupa tambang, gas, minyak, nikel, dan lain-lain dikuasai oleh swasta. Akibatnya, masyarakat tidak dapat mengakses sumber daya alam tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini mengakibatkan kemiskinan semakin tinggi. Sistem kapitalisme menciptakan kesenjangan ekonomi yang sangat lebar antara rakyat dan pemilik modal.
4. Kapitalisasi terjadi di segala sektor, mulai dari kehutanan, kelautan, hingga pertanian. Penguasaan terhadap alat-alat pertanian, benih, obat-obatan, dan pupuk juga dikuasai oleh swasta. Sementara kebijakan pertanian di bawah sistem kapitalisme menyengsarakan petani. Penguasaan terhadap sektor pertanian ini menyebabkan harga sarana produksi pertanian mahal dan sulit dijangkau oleh petani.
5. Petani sulit memperoleh irigasi akibat pembangunan proyek strategis nasional yang mengganggu kelestarian alam. Banjir, tanah longsor, dan kekeringan akibat pembangunan telah banyak merugikan. Maka wajar jika profesi petani menjadi penyumbang terbesar kemiskinan ekstrem di negeri ini. Inilah buah penerapan sistem ekonomi kapitalis di bawah pemerintahan demokrasi. Sebab, dalam sistem ini berlaku hukum: siapa yang kuat, maka dialah yang menang.
Islam Solusi Jitu Mengentaskan Kemiskinan
Sungguh, hanya Islam yang mampu mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Penerapan sistem ekonomi Islam meniscayakan setiap individu masyarakat merasakan kesejahteraan, yakni terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini didukung oleh pemimpin Islam yang berorientasi pada melayani dan mengurusi rakyat.
Sebagaimana hadis Rasulullah, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus) dan yang bertanggung jawab atas rakyat (yang diurusnya).” (HR Bukhari)
Tanggung jawab ini dijalankan oleh negara dengan memastikan setiap individu rakyat, khususnya kepala keluarga, memiliki pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya dan memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung tanpa memungut pajak dari rakyat. Karena negara telah memiliki pos-pos pendapatan yang tersimpan dalam Baitul Mal. Baitul Mal dikelola sesuai dengan konsep ekonomi Islam sehingga pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat dapat terealisasi secara adil dan merata. Sistem ekonomi Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengurusi urusan umat. Hubungan rakyat dengan penguasa adalah pelayan dan tuannya: penguasa sebagai pelayan, dan rakyat adalah tuannya. Bukan hubungan penjual dan pembeli. Inilah sebaik-baik hubungan yang melahirkan keadilan, ketenteraman, dan kesejahteraan serta mampu menyelesaikan persoalan umat, termasuk kemiskinan.
Sistem ekonomi Islam menetapkan sumber daya alam yang jumlahnya melimpah, seperti tambang, minyak, batu bara, gas, sungai, dan hutan, sebagai milik umum. Oleh karena itu, haram hukumnya bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Jika diserahkan kepada swasta, hal tersebut akan menghalangi sebagian masyarakat untuk mengaksesnya. Negara wajib mengelola dan membagikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Sistem ekonomi Islam menetapkan kebutuhan manusia adalah sandang, tangan, papan sebab ketiga kebutuhan tersebut adalah standar kesejahteraan seorang manusia. Sementara mekanisme pemenuhan kebutuhan primer Islam mewajibkan setiap kepala keluarga untuk bekerja. Islam juga mewajibkan kepada kerabat dekat Untuk membantu keluarga Jika ada yang tidak mampu bekerja karena cacat sakit dan unsur syar’i lainnya. Kemudian, Islam mewajibkan negara membantu rakyat miskin jika kerabatnya tidak mampu. Pun juga, Islam mewajibkan kaum muslim yang kaya membantu yang miskin jika Baitul Mal kosong.
Dalam Islam, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan. Sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Dengan demikian para buruh dan petani bisa mendapatkan upah yang layak. Negara berkewajiban menyediakan pendidikan murah atau gratis, sebab kemiskinan berkaitan erat dengan rendahnya sumber daya manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan yang berkualitas serta mudah dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat. Demikianlah mekanisme sistem Islam dalam rangka menuntaskan kemiskinan. Penerapan sistem ekonomi Islam mampu membawa masyarakat menuju keberkahan dan kesejahteraan hidup.
Wallahu a’lam bishawab.