
Suara Pembaca
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali muncul. Kali ini perusahaan sepatu PT Sepatu Bata Tbk (BATA), terpaksa harus menyetop pabrik produksi di daerah Purwakarta, Jawa Barat, hingga harus melakukan PHK terhadap 233 pekerjanya (13/5).
Sementara itu, berdasarkan Laporan Talent Acquisition Insights 2024 oleh Mercer Indonesia, sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menyetop merekrut karyawan baru pada tahun lalu lantaran khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari 69 persen jumlah itu, 67 persen di antaranya merupakan perusahaan besar.
Jika dipandang lebih luas, penyetopan ini akan menyulitkan masyarakat mendapatkan pekerjaan. Alhasil, pengangguran menjadi masalah yang tak terselesaikan. Bertambahnya pengangguran akibat penerapan kebijakan ini makin membuktikan hilangnya peran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat.
Peran negara dalam sistem kapitalisme ini tidak lebih dari sekadar menjaga agar mekanisme pasar berjalan tanpa hambatan. Negara hanya berfungsi melayani para kapital dan mekanisme pasar. Negara hanya sebagai regulator sekaligus wasit antara perusahaan dan rakyat. Jika rakyat butuh pekerjaan, negara akan menghubungkan ke perusahaan yang ada. Tetapi, jika perusahaan tidak membutuhkan pekerja, negara tidak berbuat apa-apa, lalu membiarkan rakyat mencari pekerjaan secara mandiri.
Memang ada upaya pemerintah untuk mengatasi pengangguran, seperti membuka pelatihan-pelatihan kerja dan keterampilan hingga memberi pinjaman modal. Akan tetapi, upaya tersebut tidak bisa menjadi solusi karena tidak menjamin adanya lapangan pekerjaan yang luas.
Seharusnya, negara punya peran untuk mengurus urusan rakyat. Sebagaimana dalam sistem Khilafah Islamiyyah, khalifah sebagai penanggung jawab urusan umat menjamin kesejahteraan masyarakat. Yakni, dengan memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan. Khilafah tidak akan membiarkan rakyatnya (yang terkategori wajib menafkahi) tidak bekerja.
Miftahul Jannah (Aktivis Muslimah, Komunitas Kalam Santun)