
Oleh: Uswatun Khasanah (Muslimah Brebes)
Linimasanews.id—Potret miris pendidikan negeri ini kembali terjadi. Seorang siswa kelas IV sebuah Sekolah Dasar swasta di Kota Medan, Sumatera Utara, dihukum oleh gurunya untuk belajar di lantai kelas karena tidak membayar SPP. Siswa berinisial MA itu harus duduk di lantai selama lima jam. Hal ini sontak memicu protes dari ibunda MA, Kamelia. Kamelia mengaku kaget saat melihat anaknya duduk di lantai saat pelajaran di sekolah. Menurut dia, hukuman tersebut dimulai pada Senin, 6 Januari 2025. MA terpaksa duduk di lantai kelas mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB. Akibatnya, MA merasa malu dan tidak mau bersekolah.
Kamelia mengungkapkan, penyebab tunggakan SPP sebesar Rp180.000,00 adalah dana Program Indonesia Pintar (PIP) 2024 yang belum cair. Dalam keadaan sulit, Kamelia berusaha mencari cara untuk melunasi tunggakan SPP tersebut, termasuk berencana menjual ponselnya. Sementara itu, Juli Sari, Kepala Sekolah Abdi Sukma mengaku sudah memanggil guru MA dan meminta maaf kepada orang tua siswa.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin mengaku prihatin ada siswa SD di Medan dihukum duduk di lantai. Cak Imin meminta seluruh institusi sekolah negeri dan swasta untuk mengadu ke pemerintah jika timbul masalah. Dan mengatakan, Presiden Prabowo Subianto berkomitmen mencari solusi atas setiap persoalan yang dihadapi rakyatnya. Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudin, menilai hukuman siswa SD untuk duduk di lantai karena menunggak SPP adalah suatu tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan, ia mengatakan, meski sekolah swasta memiliki kebijakan independen dalam pengelolaan keuangan, namun tetap harus menjaga batasan tertentu agar tindakannya tidak merugikan hak siswa.
“Tindakan meminta murid belajar di lantai, karena menunggak SPP selama tiga bulan sebagaimana kasus di sebuah SD swasta di Medan, merupakan tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi,” kata Hetifah (Kompas.com, 12/1/2025).
Sejak tahun 2009, Indonesia telah mengalokasikan 20% APBN untuk anggaran pendidikannya, namun realisasinya masih jauh dari harapan. Anggaran pendidikan yang besar terkadang tidak terserap dengan baik karena buruknya pelayanan pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Faktanya, penyelewengan dana pendidikan terjadi sewaktu-waktu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus korupsi di bidang pendidikan. Sebab, sistem dan model kepemimpinan kapitalis tidak menganggap pengabdian kepada rakyat sebagai tugas utama yang harus diselesaikan oleh penguasa dan bawahannya. Sistem ini juga mengarah pada praktik pengelolaan anggaran yang korup.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), akan terjadi 59 kasus korupsi di sektor pendidikan sepanjang tahun 2023 dengan melibatkan 130 tersangka. Menurut ICW, korupsi sektor pendidikan kategori pertama adalah penyelewengan anggaran bantuan operasional sekolah (BOS), dana khusus (DAK), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Hibah/Bantuan Sosial, Dana Bantuan Mahasiswa dan Program Indonesia Pintar (PIP). Antara tahun 2016 hingga 2021, aparat penegak hukum melakukan 240 tindakan korupsi pendidikan.
Sistem sekuler kapitalisme yang salah hanya menghasilkan kepemimpinan yang salah. Negara sangat minim dalam mengelola rakyat, misalnya penyerapan dana pendidikan yang belum optimal, kurikulum pendidikan yang belum membentuk generasi berakhlak mulia, dan berbagai permasalahan pendidikan yang diakibatkan oleh kelalaian negara dalam merawatnya. Meskipun pendidikan adalah mercusuar peradaban, generasi ini dan kebutuhannya. Tidaklah tepat jika negara hanya memenuhi kebutuhan dan pelayanan minimum saja.
Kunci lahirnya generasi berprestasi adalah pendidikan. Orientasi pendidikan Islam tidak lepas dari paradigma Islam. Menurut Islam, pendidikan adalah hak semua orang. Negara harus memenuhi kebutuhan ini semaksimal mungkin.
Pendidikan seharusnya menjadi hak setiap orang. Namun, di bawah kapitalisme, negara tidak terlalu terlibat dalam pengelolaan, hal ini terlihat dari minimnya fasilitas pendidikan. Negara juga menyerahkannya kepada sektor swasta yang berorientasi pada keuntungan. Hal ini merupakan tanda kapitalisasi pendidikan seiring pendidikan menjadi ladang bisnis. Ketika pendidikan gratis untuk semua siswa, tidak akan ada sanksi terhadap siswa.
Islam mengatur bahwa pendidikan merupakan kewajiban negara, pelayanan publik, dan dilaksanakan langsung oleh negara. Negara memberikan pelayanan gratis kepada seluruh warga Khalifah, baik pelajar kaya maupun miskin, pintar atau tidak.
Islam mampu melakukan hal ini karena sumber keuangannya yang besar. Pendanaan untuk pendidikan berasal dari kepemilikan publik. Dana tersebut digunakan untuk membiayai seluruh sarana dan prasarana pendidikan serta guru yang berkualitas.
Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islami (syakhshiyah Islamiah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang relevan dengan permasalahan kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.
Semua pendanaan pendidikan dalam Khalifah berasal dari posisi baitulmal, atau fai dan kharaj, dan posisi milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum). Seluruh pendapatan Khalifah, baik yang termasuk dalam jabatan fai dan kharaj maupun milkiyyah ‘amah, dapat digunakan untuk membiayai bidang pendidikan. Jika kedua posisi ini mendapat pendanaan yang memadai, negara tidak akan mengenakan pajak apa pun kepada masyarakat. Jika aset Baitumal habis atau tidak cukup untuk menutupi biaya pendidikan, khalifah akan meminta sumbangan sukarela dari umat Islam.
Seluruh masyarakat mendapat pendidikan gratis mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Islam tidak memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menjadi bodoh hanya karena biaya pendidikan. Oleh karena itu, negara menawarkan pendidikan gratis, membuka pintu seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memperoleh pendidikan di bidang yang diminatinya.
Selain gedung sekolah dan universitas, negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas ilmiah lainnya yang memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian di berbagai bidang ilmu. Inilah salah satu fungsi utama khalifah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab pendidikan bagi semua. Kapitalisme menciptakan pendidikan kasta sedangkan Islam menciptakan kesetaraan dan pendidikan berkualitas di semua tingkatan. Wallahualam.