
Oleh: Ardiana
Linimasanews.id—Dinas Pendidikan Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut) memeriksa wali kelas SD Swasta Abdi Sukma setelah viralnya video seorang siswa dihukum duduk di lantai karena menunggak pembayaran SPP. Pemeriksaan dilakukan pada Sabtu (11/1/2025) pagi di ruang kepala sekolah SD Swasta Abdi Sukma, yang berlokasi di Jalan STM, Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor.
Sungguh miris mendengar kejadian ini, dimana seorang siswa yang belum membayar SPP sekolah karena keadaan ekonomi orangtuanya yang kurang mampu mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya dari seorang guru wali kelasnya padahal seharusnya seorang guru harus memiliki rasa empati kepada siswa siswinya. Mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak bagi setiap individu, baik bagi yang mampu ataupun yang tidak mampu tanpa pandang bulu. Tetapi di dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme, pendidikan menjadi mahal. Pasalnya, hanya orang-orang yang mampu membayar saja yang berhak mendapatkan pendidikan yang terbaik karena pendidikan telah menjadi ladang bisnis yang orientasinya mencari keuntungan.
Pendidikan bukan hanya proses mentransfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada siswa tetapi juga harus menjadi proses yang memuliakan siswa, memuliakan guru dan memuliakan ilmu. Guru adalah suri tauladan bagi siswa siswinya. Jadi apa yang dilakukan oleh seorang guru pasti akan dicontoh oleh mereka di kemudian hari. Maka, tidak seharusnya guru melakukan hal yang tidak baik bagi siswa siswinya apalagi mendiskreditkan mereka.
Terkait hal ini, perlu diingat juga, bahwa pendidikan bukanlah sekadar layanan jasa, namun juga tanggung jawab sosial untuk membangun sebuah generasi bangsa. Bagaimana generasi bangsa akan menjadi baik apabila tenaga pengajarnya hanya mengejar materi semata. Pendidikan tidak lagi membangun siswa yang terdidik tetapi hanya menghasilkan orang-orang yang mengejar materi dunia.
Hal tersebut adalah ciri kapitalisasi pendidikan karena pendidikan menjadi ladang bisnis yang orientasinya hanya mencari keuntungan. Mereka hanya memikirkan keuntungan ataupun manfaat yang didapat untuk diri sendiri saja tanpa memikirkan keadaan siswa karena kapitalisme yang sudah melekat di dalam diri seorang pendidik tersebut. Inilah yang menjadi akar masalah pendidikan.
Hal ini akan berbeda keadaannya bagi negara yang menerapkan sistem Islam. Di dalam Daulah Islam, pendidikan akan diberikan secara gratis. Setiap warga negara dapat mengakses pendidikan. Karena Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap individu masyarakat. Daulah akan menyediakan pendidikan yang berkualitas karena Daulah menyadari bahwa pendidikan akan menghasilkan insan-insan yang cerdas.
Tidak hanya cerdas, sistem pendidikan Islam dibangun dari landasan akidah syariat Islam. Strategi pendidikan dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat baik aspek pola pikir atau akliyah maupun pola sikap atau nafsiyah sehingga akan tercipta generasi yang berilmu, beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
Begitu juga dengan tenaga pendidiknya, daulah akan memberikan bayaran yang tinggi sesuai dengan ilmu yang diajarkannya kepada siswa. Sebagai gambaran, besaran gaji rata-rata pendidik umum di masa Harun Al-Rasyid adalah 9,35 miliar per tahun, sedangkan pengajar spesialis hadits dan fiqih adalah 18,7 miliar rupiah per tahun. Jumlah yang tentunya sangat fantastis.
Daulah Khilafah memiliki dana yang cukup untuk memberikan pendidikan secara gratis karena negara memiliki Baitul Mal. Daulah akan mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum yang berasal dari pengelolaan sumberdaya alam dan pos kepemilikan negara. Setiap individu di dalam daulah memiliki hak yang sama di dalam pendidikan.
Sabda Rasulullah saw. tentang pentingnya pendidikan, “Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu.” (HR Ahmad)
Hanya Sistem Islam yang memiliki solusi tuntas untuk setiap problematika pendidikan.