
Oleh: Novi Ummu Mafa
Linimasanews.id—Realitas sosial di tengah sistem kapitalisme kian menunjukkan wajah suramnya. Berita tentang seorang pria inisial OSF (23) di Semarang yang nekat membegal taksi online demi melunasi hutang perjudian dan memenuhi kebutuhan selingkuhannya yang tengah hamil (detiknews.com, 05/11/2024). Kasus tersebut adalah potret kecil dari kerusakan moral dan ekonomi masyarakat saat ini. Mirisnya, kasus seperti ini bukanlah hal yang asing. Berbagai bentuk kriminalitas, kejahatan, dan pelanggaran moral terus berulang di tengah tatanan masyarakat yang abai terhadap aturan Allah Swt.
Kapitalisme telah menciptakan lingkungan yang menormalisasi cara instan untuk mencari keuntungan, sekalipun harus melanggar nilai agama dan norma sosial. Judi, yang jelas diharamkan dalam Islam, justru dianggap sebagai “peluang” bagi sebagian masyarakat yang terdesak oleh kemiskinan dan beban hidup yang kian berat. Pemerintah, yang seharusnya menjadi pelindung dan penanggung jawab kesejahteraan rakyat, tampak abai, bahkan terkesan memberikan ruang bagi eksistensi judi di tengah masyarakat.
Kegagalan Sistem Kapitalisme
Perjudian telah menjadi kanker sosial yang menggerogoti masyarakat Indonesia. Praktik judi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kelas bawah yang terjebak dalam kemiskinan, tetapi juga dilindungi secara tidak langsung oleh sistem kapitalisme. Bahkan, eksistensinya sering kali dijaga oleh oknum yang semestinya bertanggung jawab memberantasnya. Dalam kehidupan kapitalisme, orientasi hidup berbasis materialisme mendorong masyarakat untuk mencari cara instan meraih kekayaan, meski harus melanggar norma agama dan hukum.
Kegagalan Kapitalisme dalam Mengatasi Permasalahan Judi dan Kemiskinan
Kapitalisme adalah sistem yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, mengabaikan halal dan haram dalam setiap aspeknya. Pemerintah lebih sibuk menjaga stabilitas ekonomi yang didasarkan pada kepentingan korporasi daripada memastikan kesejahteraan rakyat. Akibatnya, masalah seperti judi, kriminalitas, dan ketimpangan sosial terus merebak tanpa solusi yang efektif.
Sanksi terhadap perjudian yang ada saat ini tidak memberikan efek jera. Lebih parah lagi, judi sering kali dipandang sebagai solusi instan untuk mengatasi kemiskinan, sebuah fenomena yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah gagal menyediakan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya, seperti pendidikan gratis, akses kesehatan, dan pekerjaan layak. Di tengah beban hidup yang makin berat, judi dianggap jalan pintas untuk keluar dari kemiskinan, meski pada kenyataannya hanya memperparah kesengsaraan.
Pandangan Islam terhadap Judi dan Kemiskinan
Islam dengan tegas melarang judi karena dampaknya yang merusak individu dan masyarakat. Dalam surah Al-Maidah ayat 90-91, Allah Swt. melarang judi dan minuman keras, menyebutnya sebagai perbuatan setan yang menimbulkan permusuhan, kebencian, serta menghalangi manusia dari mengingat Allah. Larangan ini bukan hanya soal moral, tetapi juga bagian dari upaya Islam menciptakan masyarakat yang harmonis, sejahtera, dan bebas dari kezaliman.
Namun, sanksi bukanlah solusi tunggal. Islam memiliki mekanisme menyeluruh untuk mencegah munculnya praktik judi, yaitu dengan memastikan kesejahteraan rakyat melalui sistem ekonomi dan politik yang berbasis syariat. Distribusi kekayaan yang adil melalui zakat, kharaj, dan jizyah akan memastikan tidak ada kesenjangan ekonomi yang signifikan. Negara juga bertugas dalam penguatan dan membina akidah umat agar masyarakat memahami dampak buruk judi, baik di dunia maupun di akhirat.
Solusi Islam: Jaminan Kesejahteraan yang Menutup Celah Perjudian
Sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyat dengan pendekatan yang menyeluruh. Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas. Dengan demikian, rakyat tidak perlu mencari alternatif seperti judi untuk bertahan hidup.
Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik rakyat yang harus dikelola oleh negara. Keuntungan dari pengelolaan ini digunakan untuk mendanai program kesejahteraan tanpa perlu melibatkan pajak tambahan atau investasi asing yang merugikan.
Negara wajib memberikan jaminan pekerjaan atau menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki dewasa di setiap keluarga yang mampu bekerja. Dengan demikian, dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus bergantung pada cara-cara haram seperti berjudi atau mencuri.
Sanksi Bagi Pelaku Judi dalam Khilafah
Negara Islam, yaitu Khilafah, menjadikan hukum syariat sebagai dasar dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Sanksi tegas terhadap pelaku perjudian bertujuan untuk menjaga masyarakat dari kerusakan yang ditimbulkan oleh praktik ini. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab tafsir Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Imam Qurtubi. Hukuman bagi perjudian dapat dikategorikan sebagai ta’zir, yaitu sanksi yang ditetapkan oleh khalifah berdasarkan kebijakan yang sesuai dengan syariat.
Namun, dalam beberapa pandangan ulama, pelaku judi juga dikenakan hukuman seperti peminum khamr, yaitu cambuk sebanyak 40 hingga 80 kali. Selain hukuman fisik, pelaku juga diarahkan untuk bertaubat dan kembali pada jalan yang benar melalui pendidikan agama dan pembinaan moral. Negara dengan sistem islam dalam naungan Khilafah tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga memberlakukan langkah-langkah preventif untuk memastikan judi tidak berkembang di masyarakat. Segala bentuk perjudian, baik tradisional maupun digital, dilarang keras, dan pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan atau promosi perjudian juga akan dihukum berat.
Khatimah
Tidak ada jalan keluar kecuali dengan kembali kepada sistem Islam yang menjamin kesejahteraan, keadilan, dan keberkahan hidup. Sistem Islam dalam naungan Khilafah bukan hanya sebuah teori, tetapi solusi nyata yang telah terbukti selama lebih dari 13 abad. Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, judi, kemiskinan, dan kezaliman akan menjadi bagian dari masa lalu, digantikan oleh kehidupan yang penuh keberkahan di bawah naungan Allah Swt. Wallahu a’lam.