
Oleh: Sri Lestari, S.T.
(Pembimbing Rumah Belajar)
Linimasanews.id—Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan mampu hidup sendiri atau menjauh dari kumpulan masyarakat. Pergaulan menjadi aktivitas yang akan dilakukan oleh setiap manusia. Pergaulan yang didasarkan pada pemikiran tidak benar rentan terjerumus kepada pergaulan yang tidak baik. Namun sebaliknya, jika pergaulan didasarkan pada perasaan sangat rentan terjerumus kepada pergaulan yang buruk.
Melihat pergaulan generasi saat ini sungguh memilukan. Gaul bebas menjadi gaul yang dianggap mampu untuk meraih kebahagiaan. Banyak generasi yang kebablasan ketika mereka bergaul. Kumpul bareng, pacaran, hingga seks bebas seolah sudah menjadi pergaulan yang lumrah untuk dilakukan.
Akibat dari pergaulan bebas, banyak generasi saat ini yang mengajukan dispensasi nikah. Sebagaimana kasus yang terjadi baru-baru ini, sebanyak 98 kasus remaja di Kabupaten Sleman mengajukan permohonan dispensasi nikah. Dari jumlah tersebut, alasan terbanyak untuk mengajukan permohonan dispensasi adalah karena hamil di luar nikah.
Selain itu, liberalisasi pergaulan juga menyasar pasangan suami istri (pasutri). Sebagaimana pesta seks Swinger yang terjadi di Bali dan Jakarta. Pesta seks dan pertukaran pasangan yang dilakukan tanpa bayaran dan gratis ternyata menarik banyak pasutri untuk mengikutinya. Hanya dengan mengakses situs elektronik yang disebarkan oleh oknum pelaku, peserta langsung dapat bergabung pada komunitas tersebut. Sungguh mencengangkan ternyata peserta yang tergabung di situs tersebut mencapai 17.732 anggota.
“Ada pendistribusian dokumen elektronik melalui sebuah situs yang berisi ajakan untuk pesta seks dan bertukar pasangan,” ujar Ade Ary di Polda Metro Jaya (kompas.com, 9/1/2024).
Dua realita ini hanya sekelumit liberalisasi pergaulan yang mencengkeram generasi. Tentu fakta ini menjadi pertanyaan besar, sebenarnya apa yang melatarbelakangi pergaulan bebas di dunia generasi. Gaya hidup sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan menjadi gaya hidup generasi saat ini. Motivasi mereka dalam melakukan perbuatan hanya untuk meraih manfaat, kenikmatan, dan kebahagiaan sesaat. Wajar jika generasi mengonsumsi pergaulan.
Gaya hidup sekuler juga mampu menjauhkan generasi dari tuntunan agama. Hal ini membuat pergaulan makin bebas dan rusak. Bahkan, mayoritas orang dari berbagai usia menjadi rusak karena pergaulan makin bebas tanpa aturan dan bebas dalam memenuhi hawa nafsunya. Akibatnya, terjadi kerusakan moral di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun saat ini diberlakukan Undang-Undang KUHP No 1 Tahun 2023 Pasal 411 tentang tindak pidana perilaku kriminal bagi setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp 10 juta. Namun, jika tidak ada penuntutan, undang-undang ini tidak diberlakukan.
Selain itu, untuk mencegah HIV AIDS, seks bebas, dan aborsi di kalangan remaja telah ditetapkan aturan pelegalan kontrasepsi bagi pelajar. Tampak jelas hadirnya undang-undang ini bukan menyelesaikan masalah perzinaan, namun sebaliknya makin membuka lebar pintu perzinahan. Semua ini adalah buah dari sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara.
Berbeda dengan Islam. Islam sangat menjaga kemuliaan manusia dan memerintahkan negara untuk menjaga nasab. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan sangat dijaga. Pasalnya, pergaulan yang menjadi pintu awal masuknya tindak kriminal. Dalam mencegah terjadinya pergaulan bebas, Islam melarang antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram campur baur (ikhtilat) dan berdua-duan (berkhalwat). Semua elemen masyarakat saling bekerja sama untuk menjaga pergaulan generasi, mulai dari negara, masyarakat, dan keluarga. Aktivitas amar makruf nahi munkar senantiasa dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kriminal.
Negara juga memberikan pendidikan yang berasaskan akidah Islam sehingga mampu melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. Generasi dididik agar memiliki kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, juga kokoh dalam keimanan. Dengan model pendidikan seperti ini, maka tidak akan ada celah bagi liberalisasi pergaulan yang mencengkeram generasi.
Negara juga menutup celah masuknya media-media sekuler dan memberi hukuman yang tegas bagi para pelaku yang merusak generasi. Di samping itu, negara juga memberlakukan hukuman yang tegas bagi para pelaku tindak kriminal. Hukuman yang diberlakukan bersifat pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir).
Keberadaan hukuman sebagai zawajir mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindak pelanggaran. Keberadaan hukuman sebagai jawabir dapat menebus sanksi di akhirat. Sehingga para generasi dalam melakukan aktivitas kehidupannya senantiasa bersandar pada aturan Allah dan perbuatan dilakukan untuk menggapai ridho Allah.
Tampak jelas sistem sekuler yang diterapkan saat ini menjadi sumber utama terjadinya liberalisasi pergaulan dalam kehidupan generasi. Dengan demikian, perlu upaya untuk menjauhkan generasi dari pergaulan liberal dengan menghadirkan kembali sistem kehidupan Islam.