
Oleh: Sri Lestari, S.T.
Linimasanews.id—Sungguh menyedihkan dan menyayat hati, bencana demi bencana terus menyapa negeri ini. Belum usai satu bencana, sudah menyusul bencana yang lain, bahkan bencana terjadi secara bersamaan di lain wilayah. Pada tahun ini, bencana banjir dan longsor menyapa wilayah yang ada di negeri ini.
Pada bulan Maret, banjir bandang dan longsor terjadi di Nagari Padang Air Dingin, Kabupaten Solok Selatan yang menewaskan puluhan orang di Sumatra Barat. Dari berita mengungkap praktik “deforestasi yang makin luas dan terakumulasi selama bertahun-tahun di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)” (NEWS Indonesia, 13/3/2024).
Belum usai meninggalkan kesedihan, kini bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dilaporkan mengakibatkan 15 orang meninggal dunia. Pencarian korban dilakukan petugas gabungan di tiga kecamatan terdampak hingga hari ini (CNNIndonesia.com, 12/5/2024).
Dalam bulan yang sama, bencana banjir juga menyapa Desa Sambandate, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) membuat Jalan Trans Sulawesi lumpuh total.
Bencana yang terus bergulir dan memakan korban bisa karena alam dan bisa juga karena ulah tangan manusia. Bencana banjir dapat terjadi karena tidak ada lagi wilayah resapan untuk menyerap air jika turun hujan, sehingga air melimpah di pemukiman masyarakat. Hilangnya wilayah resapan akibat dari penebangan hutan secara liar dan pembangunan yang dilakukan tidak memperhatikan wilayah sekitar (apakah wilayah tersebut menjadi wilayah resapan ataukah tidak).
Sebagaimana yang diungkap dari pantauan dan analisis terbaru citra satelit dari LSM Walhi Sumbar pada Agustus sampai Oktober 2023, indikasi pembukaan lahan untuk penebangan liar terjadi di Nagari Padang Air Dingin, Kabupaten Solok Selatan, seluas 50 hektare. Temuan serupa juga berlangsung di Nagari Sindang Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan, seluas 16 hektare.
Terjadinya penebangan hutan secara liar tidak terlepas dari peraturan terkait pembangunan di negeri ini. Lemahnya hukuman terhadap pelaku penebangan hutan secara liar tidak membuat para oknum jera, sehingga penebangan hutan secara liar terus terjadi. Selain itu peraturan yang ada sangat rentan memberikan izin kepada para pengusaha untuk mendirikan bangunan pada wilayah yang menjadi wilayah resapan. Di samping itu, pengelolaan lahan yang sarat eksploitatif tidak memperhatikan dampak terhadap masyarakat dengan kata lain lemahnya mitigasi terhadap bencana.
Bencana yang terus menyapa, seharusnya membuat kita untuk mencari sebab musabab kenapa bencana tak henti-henti terjadi. Selain kita melakukan muhasabah, kita juga harus melihat seperti apa kebijakan pembangunan yang ada saat ini. Peraturan pembangunan yang kapitalistik, sangat rentan terjadinya eksploitasi dalam pengelolaan lahan dan tidak melihat kebutuhan dari masyarakat.
Hal ini tampak masih liarnya penebangan hutan secara liar. Kalaupun para oknum dijerat hukum, namun sungguh disayangkan jerat hukum hanya menyasar orang lapangan bukan aktor utamanya. Berbeda dengan peraturan pembangunan dalam Islam yang mengacu panduan Ilahi sangat memperhatikan kemaslahatan umat.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 48)
Dalam panduan Islam, sebuah negara harus tegak di atas akidah Islam. Kebijakan-kebijakan dan peraturan yang diambil negara harus mengacu kepada hukum syarak. Peraturan yang ditetapkan oleh negara tidak memiliki ambisi untuk meraih manfaat individu semata.
Hukum yang ditetapkan oleh negara harus memberikan manfaat bagi masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan. Metode dalam pelaksanaannya juga harus sesuai dengan panduan Sang Ilahi. Hal yang dilakukan negara dalam mitigasi bencana:
Pertama, negara tidak memberikan peluang kepada para pengusaha untuk mengelola lahan seperti hutan.
Kedua, negara terus memantau dan menjaga wilayah yang menjadi daerah resapan.
Ketiga, pembangunan yang akan dilakukan harus memperhatikan apakah memberi manfaat bagi umat apakah tidak. Selain itu pembangunan juga harus diperhatikan mengganggu kelestarian atau tidak.
Keempat, tatkala ada masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditetapkan negara, negara akan memberikan hukuman yang tegas dan menjerakan.
Demikianlah yang dilakukan negara yang berasaskan Islam untuk mengantisipasi terjadinya bencana. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan mengacu pada hukum syarak. Wallahu a’lam.