
Oleh: Sri Adika, S.Pd.
(Guru)
Linimasanews.id—Kampus merupakan sebuah istilah yang sering kita dengar terkait dengan dunia Pendidikan Tinggi. Bagi sebagian orang, kata “kampus” mungkin hanya sekadar sebuah tempat untuk menuntut ilmu. Namun sebenarnya, kampus memiliki makna yang lebih dalam dan kompleks. Kampus bukan hanya sekadar bangunan fisik yang berisi gedung -gedung perkuliahan, tetapi merupakan sebuah komunitas akademik yang menjadi wadah bagi mahasiswa dan dosen untuk belajar, berdiskusi, dan pengembangan diri.
Dalam hal ini, pemerintah berencana memberi izin konsesi tambang kepada perguruan tinggi. Kebijakan ini sontak mendapat perhatian dari banyak pihak, baik dari praktisi pendidikan maupun pengelola tambang.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Ketua Batu Bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menyoroti dari sisi keselarasan dengan tujuan pendidikan. Menurut Anggawira, mengelola tambang adalah aktivitas industri yang kompleks dan berorientasi pada keuntungan. Jika kampus terlibat aktivitas bisnis maka berpotensi menggeser universitas dari fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Alih-alih menjadi pusat pembelajaran, universitas dapat menjadi lebih berorientasi pada keuntungan (Liputan6.com, 28/1/2025).
Pandangan dari Sistem Kapitalisme
Hal ini wajar terjadi dalam sistem kapitalisme sekuler yang terjadi atas dasar pemisahan agama dari kehidupan sehingga standar yang digunakan materi. Dalam hal ini, kampus dijadikan komoditi yang bisa dibisniskan atau dijualbelikan. Kampus merupakan barang mewah (tersier) yang tidak semua orang memilikinya. Dalam hal ini, negara lepas tangan dengan kewajiban untuk mencerdaskan bangsa bila menerapkan sistem kapitalisme sekuler ini. Negara hanya berperan menjadi regulator untuk memuluskan proyek para kapitalisme, bukan untuk kemaslahatan rakyat, yang salah satunya mendapatkan pendidikan yang layak.
Hal ini menunjukkan terjadinya disfungsi negara yang seharusnya berperan sebagai raa’in dan Junnah yang bertanggung jawab atas pemenuhan publik dan kebutuhan akses ke perguruan tinggi, juga pengelolaan tambang sebagai harta milik umum.
Selain itu, perguruan tinggi sebagai wadah menuntut ilmu bukan disuruh “nambang,” tetapi perguruan tinggi bergerak pada riset-riset atau dilihat juga pada Tridarmanya yaitu sebagai pendidik dan pengajar, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat supaya menghasilkan sumber daya yang berkualitas dari pada mengelola tambang.
Akan ada dampak negatif terhadap lingkungan dan menyoroti potensi rusaknya integritas dunia pendidikan jika kampus terlibat dalam aktivitas bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Dikhawatirkan tenaga-tenaga pendidikan akan lebih sibuk mengurus tambang dibandingkan mengajar. Hal ini akan membuat fungsi pendidikan di perguruan tinggi terganggu. Kampus juga sebagai lembaga pendidikan harus
fokus membentuk syakhsiyah islamiyah dan generasi yang unggul dengan karya terbaik untuk kontribusi pada umat.
Pendidikan Tinggi dalam Sistem Islam
Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan. Negara wajib mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk sarana umum, termasuk layanan pendidikan. Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini. Tambang adalah milik umum wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Ketiganya tidak boleh dikelola oleh individu. Negara benar-benar akan melaksanakan hal tersebut karena ini merupakan perintah Allah Swt., yang salah satunya dengan mengelola kekayaan milik umat.
Dengan diterapkan sistem Islam yang menerapkan syariat di seluruh lini kehidupan, maka tidak hanya kampus yang disejahterakan, tetapi seluruh manusia, baik muslim maupun nonmuslim. Wallah a’lam bi’ashshawab.