
Oleh: Ita Ummu Maiaa
Linimasanews.id—Pendidikan berkualitas menjadi salah satu ciri kemajuan suatu negara. Kemajuan pendidikan tidak semata dilihat dari megahnya bangunan suatu sekolah. Komponen pendidikan di dalamnya ada kurikulum, tenaga pendidik, sarana dan prasarana, kualifikasi siswa dan sebagainya mesti menjadi perhatian juga. Lalu, bagaimana dengan dunia pendidikan di Tanah Air saat ini?
Ganti rezim ganti aturan. Demikian yang umum terjadi. Demikian juga, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengganti nama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Penggantian nama SPMB diharapkan bukan sekadar nama baru, melainkan bentuk pemberian kepastian pendidikan bermutu yang tuntas (Kompas.com, 30/1/2024).
Negara sebagai Penyelenggara Pendidikan
Negara merupakan tempat bagi rakyat untuk bernaung. Karenanya, menjadi kewajiban negara mengatur dan mengurus urusan-urusan rakyatnya, termasuk pendidikan. Negara sebagai penyelenggara pendidikan tentu membutuhkan dana untuk membiayai sarana dan prasarana. Oleh karena itu, negara mempunyai kewenangan untuk membuat aturan dan kebijakan. Urusan pendidikan ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan ekonomi, politik, sosial budaya, dan sebagainya.
Saat ini, sebagian besar negara di dunia menerapkan sistem sekuler kapitalis, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan serta menjadikan materi atau manfaat sebagai tujuan. Dalam sistem ini, sekolah bukan lagi sebagai institusi pendidikan yang mencetak manusia bertakwa dan berilmu pengetahuan, sehingga memberikan karya-karya terbaik sebagai generasi penerus bangsa.
Saat ini, sekolah terbagi terkooptasi menjadi sekolah favorit dan tidak favorit, seolah menjadi siswa yang bergengsi ketika masuk ke dalam sekolah favorit dan siswa buangan ketika masuk ke sekolah yang tidak favorit. Hal ini diperkuat dengan sarana dan prasarana yang ada di sekolah favorit lebih lengkap dibanding dengan sekolah yang tidak favorit. Padahal, seharusnya negara sebagai penyelenggara pendidikan memberikan sarana dan prasarana yang sama lengkapnya ke setiap sekolah di wilayahnya, di mana pun. Sekolah berkualitas yang merata di dalam sistem sekuler kapitalis menjadi hal mustahil karena negara hanya sebagai regulator dan fasilitator.
Selain itu, kebijakan dalam sistem seluler ini berpotensi membuat celah masalah baru, seperti adanya kecurangan, manipulasi, dan lain sebagainya. Misalnya, dalam kebijakan PPDB berubah menjadi SPMB. Regulasi yang hanya berubah sedikit juga pada kebijakan awalnya sistem zonasi berubah menjadi sistem domisili, penerimaan jalur prestasi bagi siswa tidak hanya dari nilai akademik tapi bisa melalui kepemimpinan seperti aktif sebagai osis atau pramuka. Perubahan aturan tersebut tidak menutup celah masalah kecurangan, dan sebagainya.
Negara mestinya berperan dalam ranah strategis, seperti membangun setiap jenjang sekolah dengan sarana dan prasarana yang layak sesuai kebutuhan setiap wilayah, memberikan gaji guru dengan layak, membuat standar kualifikasi yang jelas bagi siswa dan guru, membuat kurikulum yang benar dan tidak berubah-ubah, juga tidak menjadikan materi sebagai asas ataupun tujuan pendidikan.
Pendidikan adalah Hak Setiap Warga Negara
Mendapatkan pendidikan yang layak merupakan hak setiap warga negara. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan komunal yang mestinya dipenuhi oleh negara. Anak adalah generasi penerus bangsa maka mencerdaskan mereka adalah tugas para pemegang kekuasaan negeri ini dengan berbagai kewenangan yang dimilikinya.
Akses pendidikan yang layak saat ini tidaklah mudah bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial. Untuk bersekolah, rakyat menengah ke bawah harus mempertimbangkannya dengan berbagai kebutuhan individu (sandang, pangan dan papan), kesehatan, listrik, air, dan sebagainya. Apalagi sekolah-sekolah negeri saat ini bersaing kualitas dengan sekolah swasta. Hal ini menjadi bukti bahwa negara belum mampu menyediakan pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya.
Sampai saat ini, dengan SPMB pun rakyat belum mendapatkan kepastian pendidikan bermutu. Padahal, kemajuan negeri ini sangat dipengaruhi oleh pengelolaan kualitas pendidikan yang dapat dinikmati oleh seluruh warga negaranya.
Harapan Baru
Dengan adanya nama baru muncul harapan baru, yakni harapan agar pendidikan bermutu dapat dinikmati oleh seluruh warga negara dengan mudah dan murah, bahkan gratis. Para guru pun mendapatkan penghargaan yang besar atas dedikasinya dalam mencerdaskan anak bangsa. Anak-anak dididik bukan hanya supaya pintar, tapi juga beradab, memiliki kontribusi untuk kemajuan peradaban bangsa, dan harapan-harapan yang lain.
Harapan untuk mendapatkan kepastian pendidikan bermutu yang tuntas hanya bisa terwujud dengan mengubah sistem sekuler kapitalis kepada sistem Islam. Sebab, Islam memiliki seperangkat aturan yang saling menguatkan antara pendidikan, ekonomi, politik, sosial budaya, dan sebagainya.
Dalam Islam, negara sebagai penyelenggara pendidikan akan dikuatkan dengan sistem ekonomi Islam yang melarang harta kepemilikan umum, seperti laut, hutan, tambang dan sebagainya dikuasai oleh individu atau swasta. Negara mesti mengelolanya dengan benar yang hasilnya untuk kemaslahatan rakyat, seperti untuk pembiayaan pendidikan.
Asas dan tujuan pendidikan dalam Islam juga bukan semata materi, tetapi menjadi hamba Allah yang bertakwa, berilmu pengetahuan, dan beradab. Dengan sistem Islam, kesejahteraan guru juga terjamin, serta kurikulum ditetapkan dengan benar dan tidak berubah-ubah sesuai asas dan tujuan pendidikan.