
Suara Pembaca
Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memantau secara langsung pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Dalam Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Rabu (22/1/2025), beliau menyampaikan bahwa pengawasan yang ketat akan dilakukan untuk memastikan penghematan dan efisiensi dalam anggaran. Prabowo juga menekankan pentingnya keberanian dalam mengambil langkah-langkah tegas, termasuk memotong pengeluaran yang dianggap tidak esensial, sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan anggaran yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Pada APBN 2025, alokasi belanja negara mencapai Rp3.621,3 triliun, dengan Rp2.701,4 triliun untuk Belanja Pemerintah Pusat, sementara sisanya disalurkan dalam bentuk transfer ke daerah. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa anggaran harus digunakan secara efisien, termasuk dengan melarang kegiatan seremonial yang tidak penting, seperti perayaan ulang tahun. Ia menegaskan bahwa perayaan tersebut harus dilakukan secara sederhana di kantor, dengan peserta terbatas, dan sisanya mengikuti secara daring melalui Video Conference (VCon), demi memastikan penghematan anggaran yang maksimal.
Kebijakan pemangkasan anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan adanya pemborosan dan pengeluaran tidak prioritas dalam pengelolaan anggaran negara. Meskipun demikian, tanpa penyelesaian serius terhadap korupsi, pemangkasan anggaran tidak akan membawa kesejahteraan bagi rakyat. Sebab, sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini menjadi akar masalahnya, walhasil pengelolaan anggaran lebih menguntungkan pejabat dan pengusaha, bukan rakyat.
Selain itu, meskipun pemangkasan anggaran dilakukan, pembayaran utang negara yang terus meningkat dan pengelolaan sumber daya alam oleh swasta mengurangi potensi penerimaan negara. Proyek Strategis Nasional (PSN) pun sering kali lebih menguntungkan oligarki ketimbang rakyat, seperti yang terlihat dari konflik agraria dan pemborosan anggaran yang terjadi.Tanpa perubahan mendasar dalam sistem ekonomi, pemangkasan anggaran hanya akan menjadi kebijakan yang tidak efektif dan lebih berfokus pada pencitraan dari pada kesejahteraan rakyat.
Dalam Islam, penguasa dianggap sebagai pelayan rakyat, yang bertanggung jawab untuk mengelola anggaran demi kemaslahatan masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (pemimpin) adalah raa’in (pelayan) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”(HR Bukhari dan Muslim)
Pengelolaan anggaran dalam sistem Khilafah harus sesuai dengan syariat Islam, yang mengutamakan keadilan dan kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kroni. Dalam sistem Islam, dana negara, seperti zakat dan pajak, hanya dipungut jika benar-benar diperlukan, dan utang luar negeri dilarang karena bisa membebani rakyat dan merugikan kedaulatan negara. Pejabat dan pegawai negara dalam Khilafah harus amanah dan profesional, serta takut untuk menyalah gunakan anggaran, sesuai dengan prinsip Islam yang mengajarkan agar amanat disampaikan kepada yang berhak.
Adapun kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam dan kontrol dari masyarakat yang bertakwa menjadi landasan kuat dalam mencegah penyalah gunaan anggaran. Sistem sanksi yang tegas juga berfungsi untuk mencegah pelanggaran, menciptakan efek jera, dan memastikan pengelolaan anggaran berjalan sesuai syariat. Dengan demikian, sistem Khilafah dapat menciptakan kesejahteraan rakyat tanpa membebani mereka dengan pajak yang tinggi atau utang luar negeri.
Sudarni
(Ibu Peduli Negeri)