
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi
Linimasanews.id—Penggundulan hutan kembali terjadi. Kali ini 1 juta lebih warga Batam harus menyaksikan penggundulan hutan yang terjadi di hutan Bukit Vista, Sei Ladi, Baloi yang dilakukan secara terang-terangan pada Rabu, 19 Februari 2025.
Hampir separuh bukit tampak gundul. Tampak pepohonan yang sudah dipotong. Padahal, hutan tersebut merupakan area vital untuk menjaga keseimbangan lingkungan, sebagai daerah resapan air waduk Sei Ladi. Bisa dipastikan, penggundulan hutan tersebut bisa berdampak fatal pada lingkungan, khususnya bisa menyebabkan daerah rawan banjir (Batamnewsonline, 19/2/2025).
Jika kita amati, aktivitas penggundulan hutan ini tak hanya terjadi di Batam, tetapi juga di daerah-daerah lain, seperti Kalimantan, Papua, Sumatra dan lainnya. Contohnya, deforestasi hutan di Kalimantan Barat terjadi di lebih dari 33.000 hektare hutan hujan. Hampir setengah luas Singapura. Ini dilakukan oleh PT Mayawana Persada untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dampaknya, habitat orangutan ikut hancur (inet.detik.com, 6/6/2024).
Tak hanya habitat orangutan yang hancur di tanah Borneo, tetapi keberadaan gajah Kalimantan juga terancam punah akibat penggundulan hutan besar-besaran untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit, perkebunan kayu, pertambangan, dan proyek infrastruktur besar seperti jalan raya (kompas.com, 3/7/2024).
Di Aceh, banjir bandang dan tanah longsor kerap terjadi dan makin parah setiap musim penghujan dalam kurun tujuh tahun belakangan. Hal ini tidak lain akibat deforestasi hutan besar-besaran hanya untuk kepentingan membuka lahan perkebunan kelapa sawit (liputangampongnews.com, 2/1/2025). Lalu di Papua, kawasan konservasi hutan lindung juga menjadi sasaran deforestasi besar-besaran untuk industri kelapa sawit (Betahita.id, 29/3/2024).
Fenomena penggundulan hutan besar-besaran ini jelas sangat berkaitan erat dengan bencana Alam yang kerap melanda Bumi pertiwi. Bagaimana tidak, hutan memiliki banyak fungsi. Di antaranya, sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida, akar-akar pepohonan yang bervariasi dan menyebar ke dalam tanah dapat menampung air hujan dengan sangat efektif hingga mampu mengatur tata air di alam, tanah menjadi kian subur. Hutan juga menjadi rumah dari berbagai macam marga satwa liar. Sayangnya, yang mestinya dapat mencegah terjadinya bencana alam itu kini digunduli secara serakah atas nama meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Alih fungsi hutan menjadi perumahan atau perkebunan sawit benar-benar tidak hanya merusak tatanan alam, tetapi juga mengubah iklim hingga menurunkan kualitas udara. Inikah yang dinamakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi?
Peringatan dari Allah
Allah SWT berfirman QS. Ar-Ruum ayat 41.
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Inilah fakta buruk sistem ekonomi ala kapitalisme. Sistem ini didasarkan atas keserakahan manusia. Kapitalisme memperbolehkan individu memperkaya diri dengan berbagai cara, entah baik atau buruk tanpa batas. Sistem sekuler-kapitalisme ini memberikan peluang bagi orang-orang serakah untuk bebas memiliki apa pun yang mereka mau tanpa batas.
Sementara para kapitalis ini terus mengeruk kekayaan alam suatu negeri, pemerintah dengan sistem demokrasi justru memberikan peluang untuk melakukan hal tersebut. Bagi pemerintah dengan sistem demokrasi-sekuler-kapitalisme ini, pemimpin laksana regulator bagi para pemilik modal (investor/pengusaha). Berdalih mengembangkan ekonomi, pemerintah bisa begitu mudah memberikan izin konsesi hingga tidak jarang kebijakan itu menyulitkan rakyat.
Solusi Islam
Sebagai agama yang sempurna, Islam mengatur hubungan antara manusia dengan manusia yang lain. Islam memiliki aturan dalam mengelola alam. Islam mengatur pengelolaan tanah, sumber daya alam. Di antara mekanismenya, Islam mengatur jenis-jenis kepemilikan yang menjelaskan mana yang boleh dimiliki individu dan mana yang tidak boleh.
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berdasarkan hadis ini, jelaslah bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum, yang haram dimiliki oleh individu. Lantas, siapa yang berhak mengelola hutan? Jawabannya, tak lain adalah negara.
Negara dengan sistem Islam (khilafah islamiyah) mengelola langsung sumber daya alam berupa tambang, laut, hutan, dan lain sebagainya. Pemanfaatan dan pengelolaan tersebut juga melihat dampak negatif dan positifnya dari sisi rakyat, alam, dan makhluk Allah lainnya yang hidup di sekitar wilayah tersebut.
Dalam Islam, pemanfaatan hutan boleh dilakukan secara langsung oleh masyarakat, tetapi apabila dinilai berpotensi memicu terjadinya konflik atau kerusakan di tengah masyarakat maka pengelolaan ini wajib diambil alih, oleh negara. Hal itu dilakukan negara bukan dengan tujuan bisnis. Karenanya, hasil pengelolaanya wajib dikembalikan kepada rakyat, baik secara langsung ataupun dalam bentuk fasilitas pelayanan publik.
Pengelolaan dan pemanfaatan hutan ini wajib memperhatikan aspek keamanan dan mempertimbangkan kemudharatan yang ditimbulkannya baik jangka panjang ataupun jangka pendek, baik keamanan untuk dirinya maupun orang-orang di sekitarnya.
Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. Beliau bersabda,
” Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Al-Baihaqi)
Negara dengan sistem Islam akan mengkaji secara mendalam tentang pemanfaatan hutan di sebuah wilayah. berpotensi akan menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat, maka negara diperbolehkan untuk menetapkannya sebagai kawasan hima (proteksi) dalam rangka konservasi. Kawasan hima ini tidak boleh dieksplorasi. Hal ini untuk memberikan kemanfaatan lebih luas dalam jangka panjang bagi kehidupan masyarakat.
Model pengelolaan hutan sesuai dengan Islam akan mampu menjaga fungsi hutan dan memberikan manfaat kepada kehidupan masyarakat. Karena, pada hakikatnya Islam bukan hanya diturunkan hanya untuk umat Islam saja, tetapi Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam.
Pengelolaan seperti ini jelas tidak akan bisa berjalan dengan benar apabila negara yang mengelolanya bukanlah negara yang menggunakan paradigma Islam. Dalam Islam, negara adalah sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung). Dengan demikian, pengelolaan yang dilakukan negara terhadap kepemilikan umum semata-mata untuk mengurusi kehidupan rakyatnya dan menjamin kebutuhan-kebutuhan pokok rakyatnya terpenuhi dengan layak.
Islam rahmatan lil ‘alamin ini akan benar-benar terwujud jika seluruh aturan Islam diterapkan dalam seluruh asek kehidupan. Oleh karenanya, seorang muslim, harus berjalan di muka bumi berdasarkan aturan Sang Pencipta, Allah SWT. Seorang muslim juga wajib, memperjuangkan penegakan hukum-hukum Allah dalam seluruh aspek, termasuk mengatur urusan pemerintahan.