
Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd. (Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi)
Linimasanews.id—Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan, remaja yang menderita kesehatan mental sangat tinggi, yaitu mencapai 15,5 juta orang atau setara 34,9% dari total remaja Indonesia.
Sementara itu, Wakil Menteri Kementerian Kependudukan, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka mengatakan, generasi muda saat ini memang menghadapi tantangan yang kompleks, salah satunya isu kesehatan mental. Selain masalah mental, Isyana juga menyoroti fenomena childfree yang berkembang di kalangan generasi muda. Di samping itu, makin banyak orang muda yang merasa takut untuk menikah atau memilih untuk tidak memiliki anak. Data baru dari BPS (Susenas 2022) menunjukkan, sekitar 72.000 atau 8,2% perempuan memilih untuk tidak memiliki anak (Tempo.co).
Fenomena ini menunjukkan gagalnya negara membina generasi. Jika terus dibiarkan, Generasi Emas 2045 nyaris mustahil terwujud. Sayangnya, solusi yang diambil tetap saja solusi pragmatis yang hanya melihat masalah dari permukaan.
Jika dipikirkan secara mendalam, munculnya masalah mental beserta childfree menandakan sistem kehidupan sekarang ini batil. Negara secara sadar menerapkan sistem kapitalisme yang mewarnai kehidupan dalam berbagai aspek. Dalam masalah pendidikan, sistem sekuler ini membentuk remaja berperilaku liberal. Karena agama dipisahkan dari kehidupan, remaja menjadi sosok yang gagal memahami jati dirinya, gagal memahami solusi sohih atas segala persoalan kehidupannya. Akhirnya, penyakit mental tak terhindarkan.
Akar masalah gangguan mental dan childfree terletak pada masalah sistem kehidupan. Karena itu, solusi yang seharusnya bukan sekadar pragmatis, melainkan perubahan mendasar pada sistem kehidupan. Generasi harus hidup dalam sistem kehidupan shahih agar mereka kembali kepada fitrahnya sebagai pemuda yang hidup hanya untuk Rabb-nya.
Sistem kehidupan shahih itu tidak lain adalah sistem Islam. Kehidupan yang dipengaruhi oleh sistem Islam membuat manusia, termasuk generasi muda memahami tujuan hidupnya di dunia, yakni untuk beribadah kepada Allah. Dengan begitu, segala aktivitas tidak akan pernah lepas dari syariat Islam, serta menyikapi berbagai peristiwa sesuai perintah syariat. Mereka menjadi tangguh menghadapi berbagai kondisi, karena memahami semua itu adalah ujian yang jika dihadapi dengan kesabaran, Insya Allah akan berbuah pahala yang berlimpah.
Sikap demikian tidak akan didapat kecuali generasi dididik dan dibina dengan kepribadian Islam. Hanya dengan konsep kepribadian Islam, generasi memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) sesuai dengan Islam. Kepribadian Islam tidak akan masif terbentuk, kecuali negara menyadari perannya untuk melahirkan generasi yang cemerlang.
Islam memiliki konsep kepemimpinan dalam bentuk institusi negara Khilafah untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut. Sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam;
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Islam mewajibkan negara membangun sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Dalam kitab “Muquddimah ad Dustur (Rancangan Undang-undang Negara Islam) pasal 167, Syekh Taqiyuddin an Nabhani menyampaikan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyah) dan membekali anak didik dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan.
Dalam sistem Islam, metode pendidikan dirancang untuk merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut, akan dilarang. Dengan sistem pendidikan seperti ini, generasi akan menjadi sosok yang mulia, bermental tangguh bukan sebagaimana generasi didikan sistem kapitalisme.
Dengan bekal kepribadian Islam, kelak ketika mereka menjadi orang tua, generasi mampu mendidik anak-anak mereka di rumah dengan akidah dan syariat Islam. Ketika menjadi bagian dari masyarakat, mereka pun menjadi tempat bagi anak-anak untuk belajar penerapan syariat melalui budaya amar ma’ruf nahi mungkar dan ta’awun.
Seperti inilah cara Khilafah menyiapkan dan melibatkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia. Selain itu, Khilafah akan menetapkan kebijakan untuk menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam, yang menyebabkan remaja blunder dengan persoalan hidupnya. Seperti, mengatur agar media hanya menayangkan konten yang benar, menerapkan sistem pergaulan Islam, serta menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan rakyat. Semua itu akan dilakukan oleh Khilafah agar generasi dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana fitrahnya hingga menjadi generasi yang kuat dan tangguh.