
Oleh. Siti Komariah (Freelance Writer)
Linimasanews.id—Kilang minyak jumbo yang berkapasitas 500 ribu barel per hari rencananya akan segera dibangun oleh pemerintah. Hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong proyek hilirisasi. Rencana pembangunan kilang minyak tersebut dilaksanakan di Pulau Pemping, Kepulauan Riau dekat Singapura. Pembangunan kilang minyak ini bertujuan memperkuat ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, kilang minyak ini nantinya merupakan kilang minyak terbesar yang ada di Indonesia yang akan mampu mengolah minyak mentah dalam negeri ataupun impor. Kemudian, Bahlil juga menyampaikan bahwa pembangunan kilang ini membutuhkan dana investasi mencapai USD12,5 miliar. Pembangunan proyek ini disebut-sebut tidak akan melibatkan investor asing dan akan didanai oleh BPI Danantara (CNBCIndonesia.com, 05–03–2025).
Selain itu, proyek ini digadang-gadang akan menyerap ribuan tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Hanya saja, mungkinkah pembangunan kilang minyak ini berjalan sesuai tujuannya? Selain itu, benarkah pembangunan kilang minyak tidak akan dijadikan ajang untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah bagi para mafia?
Mengurangi Ketergantungan Impor?
Ketika melihat fakta yang terjadi, negeri ini acap kali bergantung pada impor. Bahkan, dari tahun ke tahun terjadi kenaikan nilai impor energi, padahal Indonesia terkenal memiliki sumber daya energi yang melimpah. Rinciannya, impor energi Indonesia mencapai US$21,22 miliar pada Desember 2024. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan bulan November 2024, yaitu 8,10%. Selanjutnya, angka tersebut juga meningkat dibandingkan Desember 2023, yaitu sebesar 11,07% (masterplandesa.com, 03–03–2025).
Pembangunan kilang minyak ini tampak menjadi kabar gembira bagi warga Indonesia sebab ketergantungan impor dapat membuat negeri ini tergadai dan tidak mampu untuk mandiri. Hanya saja, benarkah pembangunan proyek ini akan mengurangi impor energi dari luar negeri jika masih mengemban sistem ekonomi kapitalisme?
Faktanya, pemerintah telah beberapa kali membangun kilang minyak dan tersebar di beberapa daerah untuk mengelola pasokan energi. Hanya saja, sampai detik ini, Indonesia masih terus melakukan impor energi dari negara lain. Kondisi ini terjadi karena Indonesia telah menjadi tujuan dari pasar bebas. Pasar bebas inilah yang membuat Indonesia tidak bisa menolak untuk melakukan impor energi walaupun sumber energi dalam negeri berlebih.
Di sisi lain, Indonesia juga telah terikat dengan perjanjian-perjanjian ekonomi oleh negara investornya. Oleh karenanya, sulit bagi Indonesia untuk lepas dari ketergantungan impor tersebut. Walaupun Indonesia mampu terlepas dari ketergantungan impor dengan pembangunan kilang minyak tersebut. Namun, ada masalah yang perlu diperhatikan oleh penguasa, yaitu harus mewaspadai adanya mafia-mafia yang mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk kepentingan pribadinya.
Mewaspadai Mafia
Tidak dapat dimungkiri bahwa keberadaan para mafia sangat kental dalam setiap sektor, termasuk dalam sektor migas. Misalnya, saat pembangunan kilang minyak Trans Pacific Petrochemical Indotama (TDAE) di daerah Batam, Kepulauan Riau. Pembangunan kilang ini dimulai tahun 2016, tetapi sempat mandek dan dilanjutkan di tahun 2020.
Menurut Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Enegi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Purbaya Yudhi Sadewa, mandeknya pembangunan kilang tersebut diindikasikan adanya mafia migas yang telah menembus batas konstitusi dan peraturan melalui instrumen kekuasaan dan cuan. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa mengendus adanya mafia di berbagai proyek raksasa antara Pertamina dengan sejumlah perusahaan raksasa migas. (Liputan6.com, 09–06–2020).
Di sisi lain, terbongkarnya kasus korupsi di PT Pertamina Patra Niaga baru-baru ini kian membuktikan keberadaan para mafia migas. Hal tersebut terlihat betapa korupsi tersebut terjadi sangat sistematis dan berulang kali. Oleh karenanya, negara harus mewaspadai adanya mafia migas pada rencana pembangunan mega proyek kilang minyak ini dan berupaya untuk segera memberantas hingga ke akarnya. Hanya saja, mampukan negara ini menghentikan aksi para mafia dan memberantasnya?
Selama negara menerapkan sistem kapitalisme sekuler, mafia migas akan sulit untuk dihentikan, apalagi diberantas hingga ke akarnya. Hal ini disebabkan asas sistem ini adalah keuntungan. Kekuasaan dan uang merupakan segalanya sehingga mafia migas dengan mudah menembus batas konstitusi dan peraturan negeri ini. Para mafia migas memiliki jaringan yang begitu kompleks dan luas sehingga sulit untuk dicekal. Misalnya, melibatkan banyak pihak, di antaranya para pejabat pemerintahan, pengusaha-pengusaha besar, oknum-oknum, dan lainnya.
Di sisi lain, hukum di negeri ini tidak memberikan efek jera sehingga para mafia migas dengan mudah memainkan hukum dan tidak takut akan hukum tersebut. Bahkan, tidak dapat dimungkiri para penegak hukum malah ikut terlibat dalam permainan para mafia migas sehingga membuat mereka sulit untuk dijangkau oleh hukum. Hal tersebut terlihat dari sulitnya membongkar kasus-kasus mandek, mega proyek, dan banyaknya kasus korupsi yang sistematis.
Dengan demikian, sampai kapan pun mafia migas tidak akan pernah mampu dituntaskan dalam sistem kapitalisme. Setiap pembangunan kilang minyak bukan tidak mungkin akan ada mafia migas yang lain, walaupun sudah beberapa orang yang tertangkap. Oleh karenanya, butuh solusi hakiki agar mafia ini bisa diatasi dan pembangunan kilang minyak untuk mengurangi impor bisa tercapai dengan sempurna.
Islam Memberantas Mafia
Satu-satunya solusi untuk membasmi para mafia migas, yaitu dengan menerapkan Islam dalam sendi-sendi kehidupan manusia secara kafah. Begitu juga dengan pembangunan kilang minyak, akan mampu digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Islam memiliki cara ampuh untuk membasmi para mafia, yaitu: Pertama, dengan adanya penerapan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam yang membentuk masyarakat dan pejabat pemerintahan yang taat kepada Allah. Dengan modal ketaatan kepada Allah, manusia akan bersikap jujur dan menyandarkan segala perbuatannya pada syariat Allah. Mereka akan takut melakukan perbuatan yang menghantarkan pada kemaksiatan ataupun keharaman. Sebab, setiap amal ada konsekuensi di akhirat kelak.
Kedua, penerapan sistem ekonomi Islam akan membuat sumber daya alam dikelola oleh negara, tidak boleh diberikan kepada swasta atau individu tertentu. Sebab, SDA termasuk dalam harta milik umat. Rasulullah bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal, api, padang rumput, dan air.” (HR. Abu Dawud).
Dalam pengelolaan SDA ini, negara akan melakukan audit dan transparansi kekayaan kepada para pegawainya dan seluruh pejabat yang ditugasi untuk mengelola sumber daya alam. Ketika ditemukan kejanggalan maka negara (khilafah) akan melakukan penyelidikan secara tegas dan tanpa pandang bulu sehingga tidak ada celah bagi para mafia berkembang.
Ketiga, penerapan sistem sanksi yang tegas dan tanpa pandang bulu. Penerapan sistem sanksi Islam terkenal memberikan efek jera, baik bagi pelaku maupun orang lain sehingga akan mampu mencegah terjadinya kriminalitas. Dengan demikian, mafia migas akan dapat diberantas.